Wednesday, February 4, 2009

POETRY OF THE DAY

Sedikit Cerita Tentang Wartawan
Aku menata pembukuan perpustakaan
Beberapa diantaranya hilang dan ada juga yang rusak
Sebabnya tak jelas, judulnya pun tak ada


Kembali ke ruang percetakan
Aku cermati protes dari segelintir orang yang mengatas namakan rakyat
Misi visinya ada, namun isinya kosong

Sementara aku kembali ke ruang editor
Aku disuguhi dengan minat diatas lembaran kepalsuan
Banyak, sampai menumpuk

Usai itu semua, aku pulang
Secangkir teh dan kue kering buatan Istri, ternikmati
Secuil permasalahan usai sementara, dengan gurou gembira kedua anak
Sebentar, namun selamanya

Selangkah menuju peristrirahatan
Salam mesra dari sebuah mimpi dan tawaran merebahkan tubuhpun terlaksana
Ada disini, segudang mimpi tanpa cerita
Ada disini, sebuah tempat bernamakan surga

Kembali aku mengisi hari
Selepas dari sesaknya asap kemacetan yang mereka anggap biasa
Aku mengulang kembali, isi hari, harian.


Pemabuk Ceramahi Pemabuk
Mata yang cekung dengan kacamata min setengah menghampiri
Tak lama ia perhatikan,
Ia menunjuk salah satu bintang dilangit
Hanya saja........, marah yang terbungkam tidak terbuang

Mulut yang penuh busa dikarunai air liur berwarna kuning
Senja yang berkabung menata kepulangannya nanti malam

Ada yang bersenjata, salah dan benarnya tak ada yang tahu
Terbentang tugu diantara tubuh dan bercak darah
Tandai lalui mereka ludahi juga
Lalu agenda akan keselamatanpun hanya sebuah do’a bualan saja

Diantara sejuta mata normal dan berkaca mata besar

Mereka melihat dan melototi
Seakan-akan mengkuliti
Mereka hidup, mereka mati
Jadi biarkan terjadi !


Peristiwa
Setengah jam setelah hati mati
Jejali lalu matikan Tv
Penuh, seakan-akan tidak akan ada yang mati
Mereka dan aku sengaja nyalakan dan perhatikan Tv

Aku dibayangi sebuah waktu yang berjalan melingkar
Segaris bayang putih menunjuk kesalahan
Gadis kecil berteriak seakan meminta uang
Semuanya ada

Kamu mainkan nada dari kunci C dan G
Aku penat dengan kesungguhan janji dan kesabaran sumpah
Kamu berhenti di gitar baru yang terakhir di kunci E
Dari sesuatu yang aku beli


Cinta
Kandungan senyawa yang tak akan terpisahkan
Ledakan bom atom yang melegakan
Kemerdekaan tiada batas
Senyuman yang penuh kebahagiaan

Diantara yang berada
Dimana aman dari segala kehitaman
Aku cinta
Aku merdeka


Mencoba Memasang Lotre Angka
Semudah semula jadi pemula
Seringan kapas dalam bantalan kepala kasur mu
Bengkak mata, tak menandai siapa engkau sebenarnya
Rumit melangkahi ujian dalam damai beserta nilai-nilai harapan ku

Beberapa angka menjadi bagian dalam mimpi
Beberapa binatang menghiasi hati
Beberapa rumus yang aku uji
Akan kah aku temui

Esok aku datangi dan aku gandrungi
Tak peduli merpati dan kadal yang halangi
Lalui, beberapa pun akan aku lalui
Aku teringat cerita kemarin hari


Tuan berIstri Satu dan berAnak Lima
Berubah tak semestinya harus beruban
Berjubah karena berbuah
Aku menjadi diri dalam diri yang diri kenalkan

Berkuasa tak semestinya harus bertuan
Beristri karena pertemuan
Aku menjadi bagian dari nya karena diri perkenankan

Aku tantangi segala hujan dan panasnya sebuah musim
Aku langkahi semua ujian untuk sebuah kemenangan
Aku sanggupi segalanya demi sebuah mimpi
Aku bahagiakan semuanya akan segala sesuatunya

Aku dukai dan sukai
Aku menangis ditengah busuknya tomat yang kalian lempar
Aku bahagia dikala semua berada tanpa ada sisi kemunafikan hati
Aku suka serta duka

Cemar nama buruk ku menjadi terjaga
Cerai aku jauhi sampai aku tak kenal artinya


Menyesal Kah ?
Mereka bertanya, “Apa engkau menyesal ?”
Aku menjawab, “Tidak, apa yang harus aku sesalkan !”

Sebuah tangisan tanpa penyesalan
Suatu penyesalan tanpa tangisan

Mereka berkata dalam hati, “....?....!...?....”
Aku terbesit dalam benak, “Apa, Kenapa,  Haruskah”

Tanpa paksaan seperti zaman belanda
Tanpa kewajiban seperti undang-undang negara
Tanpa pengaduan seperti lembaga-lembaga masyarakat


Sejarah Bangunan Tua yang Mereka Juluki Istana
Tiga pintu dan satu gerbang utama terdapat didepan
Dua pintu disamping kiri dan kanan
Beberapa petugas selalu ada disetiap masuk keluarnya orang
Hanya satu pintu untuk keluar, itupun dari belakang

Sajian makanan cukup memuaskan para tamu
Beberapa topik mereka saling perbincangkan
Ada beberapa bagian sejarah bagi umum
Khusus untuk hal ini beberapa orang membicarakannya

Orang-orang dibelakang terlihat tenang dengan beban cukup berat
Tanpa diperintah sekalipun mereka langsung bekerja
Letak untuk sebuah ruangan tengah yang sedang berlangsung meriah
Beberapa keringat menghiasi sebuah kemajuan negara


Beberapa Kata yang Muncul dari Mimpi
Berdiri disandang beberapa jabatan
Sela waktu menunda kaki kuda melangkah
Aku tak membutuhkan makna arti dari tulisan sambungan mimpi yang beberapa kali sempat terdapat kata mati
Aku hina saat ini

Berhargakah
Benarkah
Baikkah

Segudang pangan menumpuk mengintari gudang
Bejana kecil tertindih diantaranya
Beberapa kali hanya kata demi kata menjadi sumber inspirasi
Sesak seakan bertanya minta jawaban pasti


Kau Bukan Tuhan
Memegang senjata, layak pembunuh
Bicara mu seperti malaikat pencabut nyawa dan setan bermuka merah
Sayat seperti manusia tak bisa bedakan apel hijau dan merah
Ceramah hiasi pertemuan dengan lawan dan kawan

Bulan. Saat ini aku mendarat disisi sebuah penginapan
Tuhan. Saat ini engkau mendarat tepat dibagian ku

Tak berpegangan pada apapun, layaknya seorang korban


Kiamat Diri
Nyanyian jalanan kembali terdengar
Halaman terisi kebenaran
Kartu mu kini menjadi kartu mati
Tekan lalu buang

Suara demi suara terhitung dari abtain sampai diam
Beberapa detak jantung melemah
Tarian kematian telah dimulai
Upacara kebangkitan telah diserukan

Jeritan manusia menggema menusuk dada
Sebuah cinta hentikan sementara
Tatapan mata sigapkan tanya hati
Lambaian tangan menghiasi keinginan perdamaian

Tangisan bayi diamkan, dengan kepolosan
Sekuntung mawar hadirkan badai diiringi angin kencang
Tanah, rumah dan surga hanya sebuah tangis
“Merdeka”, sempat juga aku dengar

Dimana panasnya neraka ?
Dimana dinginnya kutub utara ?
Dimana tanda tanya ini
Dimana sejuknya surga ?


Aniyaya Perbedaan
Kaki........
Kaki......
Kaki ....
Kaki..
Dan kaki
Hanya kaki

Mereka binatang dipertengahan musim kemarau dan penghujan tiba
Lincah seakan memberi sinyal tanya
Lompat, terjang dan merayap
Pertanyaan sebuah kesengajan berarah menuju kepulangan

Mereka terkurung diantara bantal-bantalku
Mereka mati ditengah tidur
Mereka teraniyaya

Mereka ada disaat keadaan kota menjadi kacau
Mereka tersalahkan oleh sikap kita
Mereka diam disaat kita marah

Terbang lalu gapai sebuah surga kematian
Usai usia muda menjadi beban
Moral dan akidah menjadi panutan
Hukum hanya sebuah landasan
Tiada batasan sebuah pembatas

Aku manusia
Mereka binatang
Aku berkaki
Mereka berkaki
Aku berakal
Mereka ber...........
Aku berpikir
Mereka ber.......... juga


Untuk Mu Amerika
Gigiku yang menonjol
Mereka yang membentak dan memukulku
Aku ditengah peperangangan tanpa penengah

Gigiku yang menonjol
Retak tulang kerongkong bagian dari sumbu
Bagian hitam menjadi bagian bersejarah yang mereka agungkan

Gigiku yang menonjol
Beberapa diantaranya menjadi sembunyi seakan memberi tanda bisu
Aku berada dibagian yang bukan apa-apa

Gigiku yang menonjol
Sungkan penyakit memberi kartu mati bagi sebuah kaum
Sembah dan puja dipanjatkan kepada Tuhan

Gigiku yang menonjol
Nyawa terbuang, darah tak terjumlah berapa kilo yang ada di sumur
Aku bersama kaum sosial yang tinggi dan mereka yang beranggapan bisa

Gigiku yang menonjol
Berapa lama lagi ini berlangsung
Akui saja penyebab dari akibat dukung mendukung perang

Gigiku yang menonjol
Kamu disana sedang senadung merdu akan candu yang sendu
Aku disini marah dan murka akan cerita yang tengah berjalan

Gigiku yang menonjol
Gigimu yang memberi kata untuk selalu beranggapan satu sisi kemungkinan
Gigiku yang menonjol
Gigimu yang memberi harapan akan suatu perang
Gigiku yang menonjol
Mengapa kau bunuh aku dan keluargaku serta saudara dan teman-teman ku juga
Aku dan Kamu Bagian dari Binatang

Untuk mu binatang yang malang
Untuk janji yang aku ingkari, sayang
Hari perjam menjadi suatu bukti
Sesali dan malu untuk mengakui
Berdiri di senja hari dengan sebuah keterbukaan
Melangkak seperti mati dalam sepi manusiawinya

Untuk mu binatang yang malang
Untuk sumpah yang menjadi sampah
Bulan menjadi campuran bintang dan sampah teknologi ketidakpuasan
Matahari menjadi pertanda kosongnya oksigen dan banyaknya kebohongan
Sekedar lepaskan lelah disebuah kedai minuman tradisional
Binatang kecil berbagi rasa ketika bertanya tentang rasi bintang

Untuk mu binatang bertopeng
Untuk segala derita dan dongeng
Bersayap namun tak berkeinginan tinggi
Bernanah hanya sebuah cerita yang sempat tertimbun dalam mimpi
Demi sebuah rumah yang kalian agungkan
Demi sebuah tanah yang kalian sempat tanyakan dalam-dalam seperti nyiutnya darah

Untuk mu binatang
Untuk satu rasa yang tersembunyi dibalik kedua batuk berdahak mu
Untuk mu binatang
Untuk semua kebodohan, kepolosan, kemunafikan, kejujuran, dan kebohong mu
Untuk mu binatang
Untuk segala kebersamaan dalam ketiadaan pengisian hari dosa
Untukmu binatang
Untuk mu sedalam cita dan cinta demi sebuah kata-kata dusta
Untuk mu binatang
Untuk mu “Terima kasih”


Ramadhan yang Tak Puas
Dua setan bermukim dihatiku pagi tadi
Menggoda meminum air
Satu manusia kalah karenanya
Aku yang bodoh menerima tawarannya

Panjangkan lah nyawaku sepanjang rambut yang aku rawat
Panjangkan lah godaan itu, karena akan aku lawan

Mengapa kalian tak berwujud
Mengapa kalian jadikan aku objek penderita
Mengapa kalian menjadi sujud
Mengapa kalian tak mencari sebuah hiburan lain saja

Dua setan bermukim dihatiku hari ini
Menggoda meminum air putih
Satu manusia menang karenanya
Aku yang pintar menolak kebaikannya


Lalu
Dengarkan dan tanyakan apa saja yang tak kaumengerti asalkan jangan mengenai apa yang akan terjadi pada detik yang belum kita lalui
Tanyakan tentang bagaimana masa lalu mencetak sebuah bangsa dan menghancurkan sebuah bangsa lalu kita maknai sesuatu itu dengan nyata
Maknai segala perkembangan dari masa kemasa dengan segala tanya dan rasa ingin tahu lalu camkan kepada diri dan dunia bahwa aku bukan hanya ada dan bernama
Adakan lalu namakan seperti suatu kaum pendidikan dan rasa seni lalu ajari mereka dengan menganggap mereka seperti anak dan saudara kita lalu mereka bertanya mengapa
Jadikan darah mendarahi darah seperti cerita tujuh turunan yang tak akan hilang hanya karena gaya dan pola hidup kebarat-baratan lalu tandai bahwa kita sama
Dengarkan berapa banyak orang bertanya apa dan mengapa
Lihatlah ada berapa orang dan nama yang dapat melalui tanpa banyak tanya
Lalu kita lalui saja


Tiga Jam Cemas
Ujung nadi sebelah jiwa
Tunjuk hati dengan raga

Jalan sebuah peribadatan mendatar dan mendarat tepat disebuah lubuk harap
Lalui asa dengan timah dalam kelam sekujur adab badan
Beberapa diantara hambatan dan ketidakpastian seperti sebuah sambutan
Ratapan pembicara membawa wacana berita penuh prasangka
Tiga jam yang sama seperti tiga hal penuh rasa yang berbeda
Hampa seimbangi alunan harpa lama yang pernah manusia lihat, dengar dan rasakan bersama-sama
Tak kala rindukan bulan penuh dan merata layaknya sebuah pertimbangan dan perencanaan

Ujung nadi sebelah raga
Tunjuk hati dengan jiwa


Cari, Temui, dan Maknai
Rindu,..............
Sekian lama aku kubur rasa itu
Seiring dengan denting kematian perasaan ku pada dirimu
Biarkan raga memberi isyarat, sedikitpun itu

Berat untuk menutup mata
Separuh jiwa ku akan mati dan seperempatnya menjadi beban
Tuhan berkata, “Tak ada yang abadi, sampai suatu saat nanti, manusia tak akan mati untuk yang kedua kali”
Sesak sesal dalam hati hari ini

Rindu,..............
Dimanapun engkau akan aku cari, meski ujung dunia sekalipun
Aku cintai akan perasaanku pada rindu ini
Dimanapun engkau pasti aku temui, sebanyak apapun jumlahnya bumi


Puisi Asal-Asalan
Aku membuatnya agar tak terlihat tolol
Aku menciptakannya agar tak tampak kasar
Aku bukan seorang dokter bedah plastik

Aku mengenalkannya karena dia baik
Aku membawanya karena ia percaya akan kebenaran
Aku bukan seorang hakim ataupun aktor

Benih cinta, benih anak, siapa yang dapat bedakan
Seperti beras, nasi dan bubur
Aku menyatu menjadi air

Aku tampak bodoh
Aku seperti biasa bisa, seperti kegirangan pemikiran gila
Aku tampak seperti anak kelas 5 SD yang idiot
Aku seperti muntah didalam ruangan kelas


Lintasan Kata
Beberapa kata aku mainkan
Salah satu diantaranya adalah diri
Takkala hati bertanya siapa aku sebenarnya
Mulailah hari ini aku tapaki kembali intropeksi dan intropeksi

Dengar suara cecak jam tiga malam
Hari ini adalah hari kedua aku tak bisa tidur dengan tenang
Seperti ada yang membuntutiku dalam sedetiknya aku berucap kata
Aku amati dan hidup kembali dari hari dan malam yang tak tentram

Aku buka mata permatanya
Aku tancapkan kata perkatanya
Aku ungkap bayangan demi bayangan
Aku lintasi perkataan kata dalam sebuah jiwa


Perkosa Saja Aku
Pemikiran kedua
Tertimbun sampah dari sebuah akar benalu lama
Perbuatan pertama
Serang dengan spontan dan sporadis seperti film terminator ketiga

Diami mulut, lalu diamkan semua orang-orang yang berkata
Hidup sebuah patung berhala yang berharga bagi sejarahwan
Sedikit emosi perbanyak motivasi, lalu hancurkan sang penghancur mimpi di bumi yang kita diami
Beberapa hewan menjadi malaikat layaknya mimpi

Angin bawa kabar sebuah perkara tanpa alasan yang bisa mereka dapatkan
Rumah tua sembunyikan sebuah misteri lama tanpa sebuah petunjuk
Gelak tawa beberapa orang bertopeng mainkan peran dibalik busana
Kerudung pemberian paman menjadi saksi kebinatangan seorang manusia
Pandangi sekujur tubuh, ludahi diri, makan hati, lalu curi jantung ku
Lapuk lumut dalam tembok memaki aku yang kian hari mendahuli lumut
Aku mendiami jenazah seorang ustadz yang telah berdusta pada diriku
Angin jelaskan padaku alasan demi alasan yang telah aku ungkapkan
Terlalu sering dan lama waktu berputar didalam putaran yang itu-itu saja
Aku keluar bersamaan kebinatangan yang tumbuh dibalik sandalku

Bahu menjadi berat
Otak adalah beban
Bangku-bangku jadikan teman
Orang-orang senandungkan sebuah nama manusia


Hujan dan Tidur
Kaget menghantui
Aku bangkit dari mimpi
Aku mendengar tanda bahaya
Beberapa tembakan peluru sampai pada pundak ku
Aku menyandar dari tempat tidurku
Aku sadarkan diri dari sebuah tidur
Aku melihat dinginnya sebuah malapetaka
Aku tak tahan lagi, aku ambil beberapa plastik anti peluru

Usai angin membawa pulang sisa peluru yang ada
Telah bangkit aku dari sadar
Beberapa menit waktu dalam jam dinding berputar
Aku kejar semua hantu, aku serang semua peluru dan kembali aku tak sadar


Kesatuan Republik Rakyat Indonesia
Mereka berkata satu
Mereka bernyanyi satu
Mereka berbuat satu
Mereka menyatu padu

Mereka ada dalam kesatuan
Menyatu dalam paduan yang satu

Mereka adalah satu
Satu mereka adalah satu kita semua
Mereka berazaskan satu
Berkeinginan satu dengan keringat menyatukan kita semua

Aku adalah kita
Kamu adalah mereka
Kita adalah mereka
Kita adalah satu dari semua kesatuan


Untuk Semua Orde
Pada masanya pembangunan diadakan
Pada masanya pendidikan terabaikan
Pada masanya kehancuran dikembangkan
Pada masanya pembodohan terciptakan

Pada awalnya kemajuan dibicarakan
Pada akhirnya kakayaan diutamakan
Pada awalnya kerakyatan dibicarakan
Pada akhirnya keluarga diutamakan

Katanya toleransi
Tapi yang terjadi korupsi
Katanya otonomi
Tapi yang terjadi kolusi
Katanya emansipasi
Tapi yang terjadi manipulasi
Katanya pemberdayaan manusia
Tapi yang terjadi inflasi

Katanya demi bangsa
Tapi yang terjadi otoriter
Katanya moderenisasi
Tapi yang terjadi diktaktor
Katanya musyawarah untuk mufakat
Tapi yang terjadi nepotisme
Katanya azas kekeluargaan
Tapi yang terjadi arogan

Pada puncaknya masyarakat terbodohi
Pada puncaknya masyarakat terbebani
Pada puncaknya masyarakat menjadi-jadi
Pada puncaknya masyarakat tak bisa menahan diri

Untuk Eman (Lelaki malam, pekerja siang, pemabuk malang, tanpa teman,  dengan tempat sebuah makam, dan tiada kata sayang)
Kurus dan bicaramu ngawaur
Untuk sebuah Tuhan baru

Aku menatap iba dengan harap senja
Engkau bicara dengan lidah penuh air liur dan busa
Aku menatap sebuah cita penuh cinta tak bertanda
Engkau terdiam lalu pergi menyusun sepi

Kurus dan bicaramu ngawur
Untuk sebuah buku baru


Hamba dari Suatu Umat
Mereka bertanya dan buat pernyataan
Ada ayat yang bersabda serta kalimat yang menyembah
Diatas langit dibawah bumi, bersamaan jiwa yang terbentang
Sebuah insan pembawa mimpi beserta do’a-do’a

Keagungan menjadi dasar dari keinginan abadi
Ada semacan maha yang melebihi segala maha yang ada
Dipijaknya sebuah kaki dalam tanah dan dipanggulnya; sebuah keyakinan tanpa batasan kaki
Mereka disekitar kita berupaya menyusun kehidupan kedua


Instant Namun Konstant
Seperti anak penyu yang menantang hiu
Manusia pun ada diantara dan didalamnya
Didepan dek mobil aku menatap kosong sebuah pasar burung
Ada yang sakit dan mereka mengandung penyakit

Seorang publik pigure mendanai sebuah acara gelak tawa
Ada penjual juga pembeli ingus bayi-bayi anak bangsa Ethopia
Beragam ilmu berkembang seiring jayanya dan hancurnya Kairo
Pinjamkan lalu buat kehancuran dari tangan Tuhan yang dikambing hitamkan

Pendatang baru melebihi rumah berprogramkan KB
Jendela lama jendela tua yang terkoyak gempa 3 hari lalu
Sayap dan Sirip mengembang bersatu menggagaskan koloni-koloni baru dalam peradaban millenium kebiadaban
Perubahan adalah suatu kehancuran suatu bangsa karena itu yang aku rasakan

Mereka paksakan suatu tradisional baru
Mereka tanamkan kepercayaan baru
Mereka kembangkan impian-impian baru
Mereka ciptakan manusia-manusia baru


Pertanyaan 033305 dan Pernyataan 17112004
Beberapa kali aku mencari jawaban atas pertanyaan :
“Mengapa Filosofi bertentangan dengan Metafisika, mengapa para Filosuf tidak banyak menggunakan/menggambarkan setan dan siapa diantara kalian yang memahami Sunnah Fikih”

Beberapa kali aku menyatakan :
“Aku adalah Tuhannya Tuhan, aku adalah sumber dari bencana dan musibah bagi sebagian manusia didunia dan aku adalah campuran sampah didalam tumpukan kegilaan dan timbunan keakuan”


1 x 1 = 0 x 0
Belahan dunia menjadi bunga
Percaya akan setiap kata jiwa
Biarkan terbang menuju nadi dan urat syaraf di otak
Percaya akan sebuah cita rasa

Buah pikir tak peduli akan benar dan salahnya
Tulisan tak peduli dibaca atau tidaknya kata
Bakar lalu menjadi bahan
Gila karena cerdas adalah batasan-batasan tangan

Sementara kata menjadi katulistiwa
Bergerak semua badan seakan membuktikan keadaannya

Aku terkubur bersama buku membeku abu
Aku terbakar bersama kata membara debu
Aku tergoda bersama kalimat mengundang tabu
Aku tertanam bersama pemikiran mengasah batu


Tahu Kah Artinya dan Kemana Hari Ini Akan Pergi
Nyanyian dan puisi jalanan marak ditiru orang
Kata bengal kalimat kasar dan kata tegas ditiru orang
“Lawan, lawan, lawan”, begitu yang aku dengar
“Serang, serang, serang”, begitu yang aku dengar

Kita bukan tentara dan kita bukan bagian dari pemerintahan
Aku hanya seorang sipil yang mencari keberuntungan dari sebuah mata angin
Kita bukan seorang pemberontak ataupun penjajah
Aku hanya bagian dari gerakan keagungan hati

Nyanyian demi nyanyian menjadi sebuah kaset rekaman
Ribuan puisi dibukukan
Kata bengal ditanamkan
Kalimat kasar diajarkan
Kata tegas menjadi makanan

Dimana hari ini tubuhku menyandar bersama para arwah mendiang
Kemana angin mengantar hari
Dengan tak sabar aku berkata ,“Tahu Kah Kalian Artinya ?”
Kemana hari ini aku akan pergi


Muak
Aku muntah
Mendadak darahku yang sedang tinggi turun kembali
Sebuah paras dengan suara rendah duduk disampingku
Marah yang akan aku buang aku telan kembali


Murkai Diri Bumi
Tanpa aku dunia tidak sempurna
Seperti Binatang dalam sangkar
Seperti Hutan yang terbakar
Mirip Setan yang ingkar
Mirip Malaikat yang berikrar
Aku bukanlah seorang Nabi

Aku adalah Tuhan yang bernyawa satu
Seperti Tumbuhan yang tunduk
Seperti Hewan yang tertidur
Mirip Setan yang menghantu
Mirip Malaikat yang berwujud
Aku bukanlah seorang Nabi


Intrupsi, Intuisi dan Intropeksi
Ini bukan aku
Lalu siapa kamu
Aku tak tahu dimana keberadaanku
Dimana saat ini kamu berada
Ini bukan waktu keberuntunganku
Jam berapa saat ini
Bertanya pada tembok yang bergerak
Palingkan muka sembunyikan dusta tambahlah dosa
Aku menatap kosong kedua mata dalam cermin
Berapa lama cermin ini akan bertahan dengan kewajaran
Aku membuat dan menghias peti mati dalam kamar
Detik bergerak cepat dan perlahan diambang normal

Ini bukan aku
Lalu siapa kalian
Ini aku bukan
Lalu kalian siapa


Por el amor de Dios
Ada hentakan
Balikkan wajah dari curamnya
Sepasang kecoa bercinta ditengah-tengah tirai
Renda buram sebuah cela-cela

Ada keringat diantara nafas nafsu
Didepan sebuah khayalan bernafas
Sementara kecoa bercinta ditengah-tengah tirai
Surut dari sudut mata menutup


Ustadz Mu Adalah Ustadz Dunia
Aku rasakan energi
Aku menatap putih dan kosong
Sombong, mengangkuhkan diri dalam agamanya

Aku merasakan sesuatu yang berbeda
Sepi seiring hati mu bicara kan hati
Sombong dan aku bergerak pun tak kunjung ubah


Pembuat Kata dan Kalimat Hidup
Mereka meyakini tentang tulisan-tulisan
Disekitarnya aku tumbuh dan berbeda
Jauh penggapaian hidup dan gambaran kebodohan kemarin hari
Teori menguak ungkapan-ungkapan sebuah janji

Suara otak dan denyut orang mati
Kalimat janji terucap menyawai janji
Hinai sebagai imbalan atas ketololan
Ratusan tahun silam mereka menerka

Sebelum masehi zaman dewa-dewi, sebagian mereka percaya Tuhan tanpa wujud
Bukan aku dan bukan pula kamu
Setelah masehi zaman teknologi, sebagian mereka percaya Tuhan telah mati
Bukan karena aku yang mengingkari

Beberapa langkah seribu usang
Lembayung sirna termakan noda
Merah dan biru itu warna yang ada
Sinar tancapkan kematian yang tertunda


Pendek Umur
Aku yang terkubur didalam bangunan sekolahan tua
Aku yang mencukur habis rambut dengan tanganku sendiri
Aku yang mencari kenakalan ditengah kegelapan
Aku yang tersesat karena gerakan mendadak
Aku yang ngawur disaat semua terdiam terpana
Aku yang panik tertinggal sebuah kesenangan
Aku yang tertidur disaat orang bekerja
Aku mati dikala matahari berada diatas kepala


Demi Mereka yang Mulia
Tepatnya 17 november 2004
Tepatnya semua kendaraan mengantar nyawa dan raga
Tepatnya siang menuju arah Jakarta
Tepatnya beberapa arwah melayang percuma

Detilnya Yang Mulia gerah tertimpa panas
Detilnya sabar dimuka, murka dimuka
Detilnya kulit memerah basah keringat kecil dan besar
Detilnya Yang Mulia bunuh 6 orang percuma

Tepatnya 30 hari sudah ia berkuasa
Tepatnya disaat yang tidak tepat
Tepatnya aku melihat segerombolan orang membela
Tepatnya aku hanya melihat dan percuma


Murni dan Konsekwen
Pengajuan penangguhan terdengar lagi
Diantara sekian banyak banding dan mereka yang menunggu eksekusi
Ada gitar bersenarkan 3 dikamar yang bau kencing
Keadilan menjadi anggapan suatu bumi makin tua makin tidak adil

Anak tanpa bapak menatap polos ditete ibunya
Bodoh, tolol dan meyesal menjadi bagian yang tak terlupakan
Angan malam tertidur lelap
Hanya menunggu kabar ditandatangannya sepucuk kertas


Aku yang Muram
Terintrograsi
Garuk kepala sehingga lepas peluru dalam senjata
Lencana kepiawaian tanda macan mengancam

Panas dan berlari
Mengepal tangan tak kala timah dibasuh darah
Kental mobil merah dijok bangku paling belakang

Teriak di intrograsi
Panas di intrograsi
Lari di intrograsi


Akuilah Adalah Aku
Aku adalah Setannya Setan
Aku tahu hidup itu tidak adil
Setidaknya aku berkata dengan bahasa yang sama

Aku adalah Tuhannya Tuhan
Aku tahu kalian mencela dan memuji
Setidaknya kalian mendengar kala aku bersabda


Untuk Sebuah Rasa
Manusia sosial yang kontroversial
Berantakan, itu yang aku lihat
Untuk mereka yang jatuh cinta
Manusia sosial yang bercumbu dimalam hari

Manusia sesama monyet
Berbulu, meski hanya sesuatu yang menjijikan
Untuk mereka yang bercumbu
Sebuah ruang hitam dimana setan menjadi angka 3

Manusia, hari ini hujan rintik-rintik
Dingin, ingin mencari minuman penghangat badan
Untuk mereka yang tak suka wanita
Sebuah lapang membentang disebuah ruang khayalan penuh bayang

Manusia yang mencintai monyet
Pepatah dan peribahasa membungkam makna
Untuk sebuah rasa
Sebuah awal tanpa akhir dan akhir hanya 5 detik


Ada Apa Dunia ?
Hidup tanpa batas
Dunia tanpa udara
Hidup tanpa nyawa
Dunia tanpa manusia

Saat ini aku seorang nabi ke 2500000
Dengan ketamakan dan memakan segala yang ada
Saat ini aku bukan seorang nabi ke 25
Dengan kemuliaan dan kerendahan yang ada

Ketiadaan tanpa batas
Dunia tanpa tali
Nyawa tanpa nadi
Saat ini aku manusia ke 1.000000000000000

Berapa nol yang aku katakan tak berguna
Gambaran kemuakan dan ketidaksadaran fisik


Setan yang Kurang Ajar
Beberapa anak tangga patah
Sebuah tanda kecelakaan tigabelas
Bulu punduk mengangkat ketika sebuah wanita berpakaian putih dan rambut panjang yang sedang duduk disebuah halte
Aku merasa ia ada dibelakang, menatapku seakan-akan ingin memakanku

Beberapa bagian tangga jatuh tak berarah
Ia sekarang mengubah rambutnya menjadi warna putih dan badannya menjadi agak gemuk karena lemak yang dia makan dari bagian tubuhku
Aku melihat kebelakang bersamaan keringat yang menyatukan badan yang bau
Ia tertawa, aku ketakutan luar biasa


Aspirin dan Marlboro (Terima Kasih)
Hanya sempat mengambil payung dan 2 pasang pakaian
Saat aku melihat dunia luar lewat jendela rumah
Aku tahu semalam aku mabuk, payah dan parah
Aku tak punya petunjuk untuk satu pertanyaan

Hanya sebuah lukisan dari kanpas yang tersisa
Duniaku hancur seperti rumah yang menyatu rata dengan tanah
Hari ini aku bekerja dengan payung dan 2 pasang pakaian
Jika saja aku tak melihat dan bertanya

Aku mengambil Aspirin
Aku menghisap Marlboro
Aku tutup mataku dengan kaca mata tebal berwarna hitam
Aku buang jauh jam tangan


Kenapa Aku
Teriak, kata–kata kasarku dimuntahkah
Teriak, untuk semua detik yang aku lewati
Teriak, gambaran bencana aku dapatkan
Teriak, kenapa kau teriaki ?


Renungan Malam
Untuk tempat duduk yang menjadi saksi bahwa aku jadi binggung karena jujurnya manusia
Aku menjadi bagian dari panasnya matahari saat pesta dimulai dan aku menghilang
Jembatan menjadi saksi saat hancurnya persahabatan dua manusia yang terjalin selama tiga tahun
Ketidaksabaran menjadi sebuah bencana diusirnya aku dari sebuah tempat yang mereka anggap surga

Aku mati berpikir
Penduaan sumpah, pertigaan janji, perempatan dusta dan perlimaan dosa
Aku berpikir ‘tuk mati

Jalan adalah sebuah saran sebuah cium yang mengesalkan


Aku Masih Hidup ?!?
Berikan aku mimpi mati
Mimpi kematian
Berikan aku mimpi mematikan
Sakit sampai mati
Berikan aku kisah tanpa kehidupan
Kematian

Kali ini aku tak berharap mimpi
Kali ini benar mati
Bukan mimpi

Hanya sebuah bagian karya dari nyawa, raga, jiwa dan batin
Aku bertanya pada apa saja yang mati dalam arti
Aku berseru pada sesuatu yang tak bisa mati
Hanya sebuah rasa, tanpa mimpi

Berikan aku mimpi mati
Mimpi kematian


Benang Kusut
Ia datang mencari sesuatu yang tak ada ditempatnya
Seorang kawan mencairkan berita dan membagi cerita
Aku masih ingat saat kita makan makanan sisa manusia
Dimana berbagi dari bagian yang telah terbagi
Masihkan kita melihat bintang yang sama

Beberapa pukulan menghantam mata sampai aku buram ‘tuk melihat dunia
Senyuman seorang tak dikenal mengisi bualan dan bualan semata
Heh..... layak perahu nelayan berisikan kepiting

Demi cita dan atas nama jalan
Aku bertanya, “Siapa disana?”
Trotar menyambut kemuakan arti kesinambungan yang tak pernah sederhana
Seperti perjalanan dari kota satu ke kota yang lainnya
Seperti biasa orang pertama gila, orang kedua sama dan orang ketiga tidak jauh beda
Aku berseru ketika melihat bintang dan berseru mencela Dunia, Agama dan Tuhan
Temanku terdiam sejenak lalu ia tertawa saat ia melihat raut wajahku


Apa-Apa – An Ini
Cangkok menuai gemerlap lembaran kertas putih
Diiringi beberapa setan dan mahluk kecil dimuka udara
Sebuah kepala manusia dipersembahkan
Acara Tv menuai panen padi, seperti parasit di kebun cabe

Pidato persembahkan kata dalam arti dan makna
Usai hujan rintik menerka, menekan jiwa yang suram
Aku disini
Sebuah kepala bermunculan dengan argumen yang pasif


Suntikan Argumen
“Kenapa tak baca buku saja ?”
“Kenapa tak kau bukukan saja ?”

“Beberapa pertanyaan dan pernyataan atas argumen ada !”
“Beberapa argumen muncul dan menghilang”
“Titik kesadaran dipertanyakan untuk yang keseratus kali !”
“Hey...... siapa kamu ?”, sapa aku, lalu “Siapa aku ?”, tanya ku


Kok Banyak Tapinya
Kematian tanpa batas
Untuk mengunci mulut dari suatu etika dan janji
Segala sumpah untuk menjaga nyawa yang melayang
Tak kala dinding ruang rumah sakit menjadi saksi

Aku yang membungkam dari batu cadas kesucian
Jarum suntik yang menyakitkan dipertanyakan kembali
Kali ini, untuk sekian kali
Hanya bintang yang menjaga mimpi yang terjaga dan dari muramnya langit

Untuk diri yang terluka
Untuk hati yang tak bisa aku percaya lagi
Etika berunjung dengan batasan perasaan
Abstrak dalam ruang nyawa berterbangan dengan nyata


Aku Seorang Perempuan
Aku tak ingin dunia ini milik laki-laki
Aku tak ingin pulau ini dipenuhi laki-laki
Aku tak ingin bahasa anakku seperti bahasa yang dikatakan suamiku
Aku tak ingin anakku mempunyai bau badan seperti ayahku
Aku tak ingin kamar anakku seperti kamar kakakku

Tapi anakku laki-laki
Aku tak ingin menjadi perempuan


Semua Sama Tak Jauh Beda
Aku cacing yang kepanasan disaat hujan
Aku binatang yang kelaparan disaat kenyang
Aku manusia yang gila disaat normal

Hanya musik yang kali ini mau didengar oleh telinga ku
Hanya dan hanya tanpa alasan
Sebuah ciptaan penggapaian cita dan cinta

Nama adalah seni dan kumpulan karya
Peduli ataupun tidak aku meyatu dengan tanggapan dan harapan
Menjelang mati, menyusul bakti sebuah arti

Aku lihat bintang diujung timur, kali ini
Aku berakhir hanya 1 detik setelah mimpi mati
Mati adalah saat terbaik dari senyuman yang tersisa


Inspirasi Musik yang Tak Henti Aku Dengar
Dimulai dengan cangkok seperti tindakan refresif
Kembang dalam mayat berbau mengesankan
Teringat akan arogan dalam kumpulan permainan kata
Aku yang terkurung dalam tanah pemakaman
Seketika aku terkubur dalam ruangan yang sakit

Lamunan buatkan ketenangan dalam angin yang tak berbaur dengan keringat kecemasan
Aku dengan gigi geraham ku yang terjelek
Lalu gerakan kepala untuk tutupi luka, dosa dan dusta dengan musik disco campur pop
Seketika setelah dentingan piano dan petikan gitar hancurkan debu menjadi debu yang sangat lembut karena leburnya

Patahkan saja, teruskan saja berulang kali, karena itu bukti kau tak peduli lagi
Untuk segala nyawa yang pernah ada maka terkutuklah aku
Terlihat memuakan, terlihat menggenang dalam air yang tak riak
Aku mati dan mematikan sesuatu yang akan mati dalam mimpi hati


Hentikan !!!!!!!!!
Aku tak ingin tahu apa yang akan terjadi dipagi hari
Aku tak ingin mandi bersama kehitaman ruang
Aku tak ingin Kau berikan mimpi untuk hadapi hari
Aku tak ingin bersayap menusup tulang wajah

Anjing simpan sisa makanannya
Dalam kepala sudah biasa
Aku tak ingin teliti kenapa dan kenapa
Aku akan pergi hari ini !


*Langkah
Jangan tanya dan jawab
Jawab saja dan jangan katakan kenapa
Jangan tanyakan alasannya (Aku manusia yang spontan)
Mulutku yang menguap dengan membuka ketertutupan

Aku yakin hari ini ada yang mati
Aku yakin hari ini ada yang hidup
Aku yakin hari ini akan ada yang mati lagi
Aku yakin hari ini akan ada yang dihidupkan kembali

Saat ini tidak
Saat ini belum
Saat ini iya


Sisa Flu Semalam
Yang mendesah bersamaan tetesan air hujan
Kesal tertuang dalam suasana tak terkurung
Beberapa gunung dan sumber mata air berdatangan
Iringan lebahpun mengantar sengatan ketakutan kedalam rumah
Dua pasang kadal saling menggigiti tubuh sesamanya
Manusia berkelamin wanita menatap dan duduk disamping tubuhku
Kala datang seorang guru memandang kami dan mulutnya mulai membuka kata-kata yang biasa ia bicarakan dalam pidato di ruangan kelas
Aku bingung membuka separuh nafas dalam paruh ingatan

Aku yang sakit
Aku yang menyakiti tubuh
Aku yang membawa penyakit
Aku adalah sumber penyakit


Seharusnya Setan Begini
Aku hanya melihat di tv
Tak bisa protes
Aku hanya membaca di koran
Tak bisa protes
Aku hanya mendengar di radio
Tak bisa protes


Baru, Bagus dan Aku Tak Mengerti
Mereka disandikan
Sesak simbol yang mengatas namakan
Beberapa . . . .

Berisi kata tanpa wajah dalam wadah hitam penuh gelembung sabun
Hanya pepohonan yang tertiup angin
Aku tak bisa jelaskan . . . .
Seperti perasan kita saat membeli barang yang gunanya hanya untuk dilihat saja

Tumpukan kertas bak sampah
Batuk . . . .

Tertawa (ha. . ha. . ha. .)
Tutup mata kita, rasakan kebingungan tiada batasan
“Inikah anugerah ?!?”

Sedih adalah bagian dari kebahagian penuh dengan tangisan
Seperti bersin dikala debu menyentuh tangan
Bodoh adalah suatu kekayaan dari bagian sedih dan tertawaan
Disaat lemah menjadi bagian dari cerita


Sampai Kapan Ini berLangsung (Putaran waktu: diantara detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, windu; Yang terjaga dan yang beimajinasi dalam sadar waktu)
AKu rasakan neraka
Pucuk bunga melati berwarna putih, lepas diterpa angin, sore itu
Butiran keemasan menjadi nuansa senja, suasana dibatas waktu
Burung gereja bergelantungan ditiang listrik

AKu khayalkan surga
Kali kedua, beberapa bintang berjatuhan disebelah barat daya
Bulan terlihat muram, mungkin itu yang kurasa
Dibatas awan disamping sebuah sapu lidi, diluar kamarku

AKu tak rasakan apa-apa
Sebuah mimpi iringi tidurku yang normal-normal saja
Luar biasa sebuah halusianasi ketidakwajaran dikala aku sadar
Tiga kali aku menjadi tiada dikala pagi tiba

AKu kehilangan rasa
Sebuah es dalam kulkas dan air panas dalam termos
Empat kali aku tuangkan bersamaan, aku yang mati melebur tak tahu seperti apa
Saat kepalaku melihat kesamping kiri, matahari buat mataku silau


ABT
Aku adalah sebagian mereka
Aneh, bodoh dan tolol
Lebah yang aku mimpikan tadi malam, datang pada siang harinya
Aneh, bodoh dan tolol

Siapa pemberi mimpi
Apakah sebagian dari ketidaksadaran
Aku mati bersama
Disebuah pulau yang berwarna hijau

Masih, masih selayak band U2


Kunci Kamar dan Tanah Hitam dalam Kepala
Background suara latar teater terdengar
Drama pentas siswa tontonkan hal yang baru
Menyusup tingkah akan tindakan sebagian yang terlarang
Aku diculik, aku dipenjara, aku diperkosa dan hak-hak ku dianggap bau

Teriakan menakut-nakuti terdengar diatap rumahku sore tadi
Selayang pandang seuntai tali mendapati keistimewaan tersendiri
Untuk sesuatu yang telah tiada dalam penglihatan mata
Aku yang menghitamkan mereka dan meneriaki mereka layaknya setan

Beberapa bola mata menyala, “Api” itu yang terbesit dibenakku
Hei kenapa ada tangisan dan campuran perasaan yang pernah aku rasakan sebelum aku lahir
Air putih yang berasa asam, suduti kecewa yang aku tanyakan pada lautan
Agung, besar dan kaya disanalah Engkau berada

Suara kucing terdengar seperti mengucap, “Allah Hu Akbar”
Aku yang lupa, teringat kembali paras seorang Ibu
Ah, pantaskah aku ucapkan
Ya Tuhan, aku sungguh hina, saat ini


Telephatie
Satu kalimat “Aku tak bisa apa-apa”
Antara magnetisme yang berperang dengan filsafat
Manusia adalah gaib dan filasafat timurnya, modern baratnya
Aku perang melawan kata hati

Misteriuskah aku
Hitam kataku, putih kataku
Sebagian darimu mendengar, sebagiannya tak peduli
Aku kontrak kata untuk duniaku sendiri


*Tipe-X dan X-Files (Skesta diri)
Aku tidak butuh penghapusan kejadian
Aku tidak butuh pembuangan kesalahan
Aku tidak butuh tipe-X

Aku tidak butuh kawan baru
Aku tidak butuh lawan baru
Aku tidak butuh X-files

Oh T-X
Aku butuh penghapusan kesalahan
Aku juga butuh pembuangan kejadian

Oh X-F
Aku butuh sesuatu yang baru


Tugu Monumen Perjuangan
Akuilah bahwa aku adalah setannya setan
Katakanlah bahwa hidup itu tidak adil
Iblis adalah setengahnya wanita, seperempatnya laki-laki, dan sisanya iblis
Mimpi adalah kesempurnaan dari kehidupan yang tidak sempurna
Wajah adalah bagian dari topeng, dari siapa dan warna apa

Untuk sebuah nafsu yang Dia ciptakan
Untuk sebuah karya tanpa nama
Untuk sebuah prasangka
Untuk manusia

Akuilah bahwa aku adalah setannya setan
Katakanlah bahwa hidup itu tidak adil


Apa Kabar Dunia ?
Tres Kecil mencatat dunia
Dengan kelima indera dan satu keraguan

Dua burung jinak bermain dan memakan makanan yang aku sediakan ditelapak tanganku
Kepalaku jadi dingin karenanya
Mereka buat sarang, entah untuk apa, tapi yang pasti didalam rumahku sarang itu mereka buat
Aku teringat akan kejadian 9 tahun lalu, seorang wanita misterius yang berpakaian dan berjilbab serba hitam datang mengetuk pintu rumahku

Tres kecil dengan kacamata min nya menatap keburaman yang suram disebuah sudut persegitigaan
Ada pertanyaan namun aku dapat jawabannya jawaban untuk orang lain
Komputerku errors

Aku kehabisan pena dalam perjalanan pulang
Aku adalah bangkai berjalan dihalaman depan muka jalan rumahmu

Untuk segala dusta, mulutku yang bau dan segala kenyamanan dari teh yang aku buang
Beberapa inderaku menjadi lapangan pekerjaan bagi perusahaan jawatan
Ada beberapa orang mendapat peran jadi aktor pertunjukan
Ada banyak teman tak bermuka


HEY
Aku normal
Aku berusaha normal
Aku normal
Aku tetap berusaha normal
Aku normal
Aku selalu tetap berusaha normal

Aku normal !
Aku normal ?


Kalung berNamakan Tuhan
Aku kehabisan kata
Sebuah kalung aku dapatkan dari mimpi
Kenapa harus ada selalu seorang wanita dan anak kecil yang kepalanya berdarah

Tanganku yang bertato dan mengukir sebuah nama
Henyap rasanya saat aku tutupkan mata
Disana,..... disana ada cinta

Beberapa kali aku ulang untuk dapatkan kesempurnaannya
Eh,.... ibadah
Sunyi, padahal aku tahu semuanya belum tidur dan mati
Ini bukan damai


Burung Raksaksa yang berNama Singa Udara Jatuh di Pemakaman
Aku melihat nadi yang keluar melalui kaki
Menyayat mengkuliti sebuah jerit tangis penunggu kursi
Cuaca disalahkan manusia
Aku yang duduk di sofa hanya tertawa

Adili, adilkah ini ?
Seratus jiwa panik, seribu umat hanya terpaku terpesona
Adili, adilkah ini ?

Sebatang rokok aku hisap, mereka terhisap nada sendu pemain harmonika yang hilang ditelan trotoar jalan
Yeah... yeah... yeah, maafkan aku Tuhan

Aku melihat, aku rasakan jarum suntik yang suster suntik dipantatmu
Aku rasakan seratus nyawa melayang disebelah timur awan rumah
Muram, seperti mendung yang tak kunjung pergi
Asap melebur menyatukan abu yang hinggap diawan menjadi debu

Aku hisap sebatang rokok yang asapnya tak pernah aku keluarkan
Aku tahan
Aku tertahan bersama para wartawan yang hanya menyaksikan
Aku keluar dari semua jeritan melalui cerah sinar kecil dari lubang kunci pintu ruang tamu

Adili, ini tidak adil !


Sekali Lagi, Untuk Tanah Bojong
Sampah tetaplah sampah
Bau tetaplah bau
Tak sedap

Sampah tetaplah sampah
Serang, bakar melalui tipu yang mereka sembah
Bau yang tak sedap aku sampaikan dengan minyak tanah
Dasar sampah orang kota

Untuk penjahat perang
Untuk para penanam saham
Untuk para pembuang sampah
Dasar binatang, kalian dengarkan aku berkata, “Dasar Binatang”

Sampah jiwamu, sampah jiwamu
Sampah raga mu, sampah raga mu
Sampah adalah binatang
Binatang adalah sampah

Bakar
Serang
Lawan
Aku dan Bojong dicari, diculik, dipenjara dan tak pernah kembali, kalian lihat wajah-wajah pemberani


Air Mata
Mimpi itu hidup, kawan
Hari ini aku menangis
Pertumbuhan dan besarnya badan
Uh, . . masih terasa beratnya

Tak ada kesepakatan ataupun perjanjian
Sungai terbesar dan terpanjang, airnya coklat dan melaju keras
Tiga hari sebelumnya ditemukan sesosok manusia penuh luka


*Freud
Aku hanya mengarungi bagian otak kanan ku
Lepaskan........................... !
Buang nafas, . . . . AHh
Hanya kata yang samakan aku

Sadar terbagi dalam golongan tak berbidang
Aku yang gila berhadapan dengan wujud tanpa nama dan tak bicara
Saat ini sadar ataupun tidak; oh Tuhan aku merasa ada bayangan seorang Wanita hidup
Aku bagian dari pembicaraan mendekati surga

Uh, . . . “ Siapa disana ?!?”
Takutku, membunuhku; “Tidak ada siapa-siapa”

Menangis melihat Freud yang tumbuh tanpa pendewasaan
Tutup mata dengan sebuah buntalan penerbangan tujuan Venus
Ya, sebelah atas selatan menyempit timur
Hancur, . . . seperti rumah ibadah yang sebagiannya hancur karena gempa

Oh, Freud siapa kamu sebenarnya ?
Otak kiriku menjamin sesuatu yang mengendalikan naluri yang aku ragu-ragukan
Hey, . .  ada apa ini ?
Aku tak sama dengan tulisan yang kalian baca disaat kalian merasa sepi


Jum’at / 3 Desember 2004; 20:16
Bunyi bass dari suara tape ditetangga terasa sampai bulu-bulu kaki ku
Suara knalpot motor yang jauh dijalan raya pun terdengar
Bising suara komputer, apalagi
Beberapa benda jatuh; “Entah dimana, tapi dekat”
Lolongan anjing malam terdengar lagi
Tokoh agama berceramah dimasjid pun aku dengar
Tapi disini sunyi, sepi dan dingin; seperti ada yang mati dibalik punggungku


Kita Bukan Jodoh
Secarik kertas dalam tumpukan buku aku temukan
Ada alamat Mu disana
Senang aku rasa
Sayang kertas itu hilang dan tak kunjung aku temukan


Kancil
Obrolan kosong
di trotoar,
belakang taman,
depan gerobak.
Keburuntungan adalah lawan dari kesialan
Dan aku tak percaya kesialan


Terlalu Banyak Berpikir
Jalan hidupku yang gelap dan sesat
Jalan cintaku yang hina
Cara belajarku yang pemalas
Sifatku yang munafik dan egois
Tempat berpalingku yang salah dari semua masalah
Cinta yang selalu aku anggap suci dan abadi
Hidupku yang tak pernah aku mengerti
Hariku yang terserah nanti


Iskandar Sang Penipu
Sekte kerasukan baru
Ternyata berujung pada uang semata
Untuk wajah hitam dan penuh perban
Beban hidupnya, beban ujungnya

Manusia pemberi minuman
Ya, . . ya, . . Tuhan
Berikan obat, banyak yang sakit disini

Hari ini dunia kerasukan hal baru
Hari ini dunia berhenti berhujan
Hari ini tercipta manusia-manusia baru
Hari ini dilahirkan mereka dari tanah

Titik


Olah Rasa
Aku berasa tak hidup
Aku berasa tak mati
Aku seperti ditendang dari ujung pintu satu ke pintu yang lainnya
Ih, . . seperti mimpi yang tak terkontrol
Aku bukan robot

Beberapa kali hantu itu aku ganggu aku, disela aku sedang tak berpikir
Seperti singa berburu kancil
Aku gosok mata dan bulu alisku

Lampuku redup . . .
Disini tiada koma yang ada hanyalah berupa asap halus

Aku berasa mati hari ini; hampir sama seperti saudaraku yang telah mati
Aku tidak hidup
Hanya saja aku masih menghirup
Ya udara, apalagi kalau bukan karena ia

Aku buang penuh
Asap itu masih menyeluruh
Aku hidup penuh
Matikupun tak sembuh


Titik, Titik, Titik
Sejak tiga hari lalu, baru kali ini aku buang air besar
Sehatkah aku, seperti mereka yang tumbuh dirumah-rumah mewah
Baru kali ini aku bersuci kembali, bersih seperti awan di Kupang
Seperti mereka-mereka yang berada dirumah-rumah suci

Astaga, gadis itu mati; aku melihat matanya kala ia menutup
Disini tidak ada yang bau; tidak seperti kamarku

Aku menangis untuk mu; hanya untuk mu
Aku mati untuk mu
Aku mati untuk mu
Untuk menaati rasa

Aku berbicara pada langit kala mata kakiku tertuju pada atas
Aku berkompromi pada keputus asaan


Layak Selayaknya
Cerita itu akan ada ujungnya
Seribu cinta diatap neraka
Satu cinta diatap surga
Dengan ini aku tak banyak bertanya

Ku nikmati pernyataan-pernyataan
Ku buang pertanyaan-pertanyaan
Aku tak sesat, sesesat sesaat kalian bertanya siapa aku

Hari ini tak ada yang berubah; meski siang ini matahari bertambah 8
Kulit badanku merasakan kesepian
Aku sehat, sesehat manusia yang baru keluar dari rumah sakit

Cerita itu ada akhirnya
Bintang hitam dan binatang melata merayap memasuki rumah
Aku kehilangan stasion radio
Beberapa orang terbangun; hari ini kiamat

Kadang cerita itu bersambung
Masih layak selayaknya
Kini bukan saatnya bercerita tentang cerita
Aku bercerita tentang kenapa radio dan adaptornya hilang


Katanya, “Pakaian Sial”
Untuk switer merah ku
Untuk celana jeans hitam ku
Untuk kaos Marlyn Monroe ku

Benang hitam dan karet mentah berwarna kuning
Sedikit dari jabatan tangan dengan dunia dua
Ada rumah seperti awan yang mengambang dari sisi halusinasi
Sedikit gila dan campuran jawaban tanpa jejak

Terlindungi
Dibatasi
Uh, . . . saat ini

Bagian hitam yang kotori aku hampir sama dengan buang air besar dimuka ku
Aku tak rasakan sejuknya angin
Mati dan hanya mati; Tak jauh beda dengan kata-kata Ayahku yang menyuruhku “Matikan Tv-nya”
Aku seperti Dido yang hanya pergi dan mengucap, “Thank You”


Waria
Ia berjalan seketika cemoohan menusuk dadanya bertubi-tubi
Ia masih hidup meskipun telah mati
Selembut awan rumah yang ibunya ciptakan
Ia murung, mengurung menunda waktu yang semakin cepat

Ayah yang jantan, ayah seperti pujaan nya untuk masa depan
Untuk Jhon Lennon; untuk sebuah makna cinta
Hiasi hari seperti hiasi wajah dengan bedak cina
Untuk ide besar, besarkan dada

Ia tercipta seperti karya seorang Tuhan
Ada, itulah ia
Ia berkarya bukan untuk tuan
Ada atau pun tidak, Ia tidak sama dengan delapan tahun silam

Brengsek, kalian kaum spiritual kelainan jiwa
Siapapun kalian, kalian gila
Apapun kalian, kalian sakit jiwa
Brengsek, kalian waria


Spasi
Tak biasa
Seperti gagak hitam di pengujung hari
Sebuah keringat dengan angin kesejukan
Badan menyerupai bahasa dalam tingkat keadaan yang semestinya
Aku yang gila sendirian
Mereka menyetubuhi aku
Mereka gauli aku dengan sisa senyuman ketidak adilan
Sebuah senyum masa depan ia tampilkan, tepat di meja makan
Catatan kecil berisikan lamunan
Tak biasa
Seperti sendok dan garpuh
Aku ketawa dibalik kekecewaan
Ya, . . ada kamu disitu
Mereka sodori tanah hitam pemakaman
Mereka tangisi wajah penuh kenangan
Aku hanya terdiam, . . sebentar “Aku harap ini mimpi”
Aku bersama kutu yang tak biasa
Tak biasa
Bias dengan bisa penuh menutupi mulutku
Ada sisa makanan siangku yang aku muntahkan
Hinggap ke ujung usus dua belas jari
Mengintari tak lama menyekutukkan
Aku tak biasa


?DuniA?
Sebuah jalan pemisah dari benang berwarna kuning
Ada dua pintu yang menyambungkan jiwa
Seorang penjaga disalah satu pintunya memakai baju seperti Harry Pantja
Hanya hitam yang aku lihat


Routine
Tertidur lelap
Sejenak jam wekkernya
Uh, . . dingin badan
Rebah
Sebuah Tv dan kopi susu hangat
Jam dinding berputar
Nikmati sofa
Komputer dan rokok nyalakan
Otak melayang
Turun tangga
Kamar mandi dan ganti pakaian
Komputer matikan
Hidupkan impian


Agenda-agenda
Awan menyentuh melati
Sukma baurkan senja
Mata selingi tapaku
Jiwa yang terkapar
Diatas mega-mega

Seputih jiwa yang terbayang
Sehitam hati yang tenang
Gunung pasir yang menjulang
Pantai ciptakan suasana
Kota tinggalkan cipta

Membaur raga dunia
Suara wakili luka
Noda-noda sucikan asap
Sehitam paru-paru dunia
Seputih awan lautan

Petir getaran jiwa
Ketukan pintu ingatkan tubuh
Badan terbangun dari rasa
Mimpi bualan mata hati
Hari ialah nyawa dunia


Sedih
Buram mataku seketika
Hapus air mata
Ya Tuhan, . . . aku menagis
Tak ada yang dapat aku ceritakan kini


Tanpamu, Tanpaku
Sebuah kota dalam khayal
Sebuah restorant dalam pikir
Sebuah gitar dalam otak
Sebuah nama dalam  mimpi

Untuk sebuah bayang hitam yang mengikat
Untuk sebuah bayang putih yang mengintari
Untuk sebuah jiwa tanpa nama
Untuk sebuah jiwa dalam arti

Tangan mengepal keras bahu yang terbakar
Api menjalar layak sebuah sirkus jalanan
Menepis sebuah angan akan jiwa yang melayang
Awan jadi hambatan, bintang jadi lamunan

Sebuah pengalaman tanpa awan
Untuk jiwa yang melayang
Sebuah nama tanpa jiwa
Untuk binatang tak bernyawa
Sebuah dan untuk manusia


Insyaf
Adakah teman
Adakah cela
Adakah hina

Aku termenung dan berpikir mengukir

Adakah tanya dalam benak tanya jawab

Aku mengerut seperti kulit manusia berusia 70-an

Mencari gunung tak bernama

Adakah tumbuhan
Adakah binatang
Adakah selimut

Aku berteduh dalam hangat api unggun

Ada tanya dalam benak tanya jawab

Aku menjadi bayi 1 hari

Gunung sudah bernama


Mimpi Sekian Kali
Sesorang mengajakku ke Mekah
Negeri Arab, negeri pecandu heroin

Ada kota suci disana
. . . . . . .

Dalam hari aku hanya berjudi


YuckFou
Hentikan omong kosong dunia
Hentikan seperti kereta cepat Jepang, ataupun laju putar bumi
Aku penulis yang saat ini mabuk
Aku sang skenario yang memuakan


Murni & Suci
Rayakan pesta kehidupan ku
Aku hanya ingin terbang, terbang ke langit
Lihat struktur
Aku tak ingin berjanji

Sebuah racun bumbuhkan perayaan kehidupan kedua ku
Hentikan segala komplikasi
Rayakan  hidup
Aku berbalik tanya akan reaksi

Lihat sebuah sinar yang membangun jiwa
Aku berjalan sendiri
Bintang tumbuhkan tanya
Setelah bintang jatuh dari langit

Aku berbohong dengan hati baik
Terlalu banyak membawa buah surga
Beberapa gambaran neraka menjelang diatas langit
Aku terlalu tahu banyak


Batu Langit
Penemuan pulau, pencarian tempat, pembangunan rumah dan jelajahi diri
Untuk pencarian rasa
Saat aku melihat langit, aku melihat awan hujan, aku ingin terbang dan terbang
Aku tak ingin mati

Bangkitkan aku dari rasa ingin mati
Dari bawah menjadi tanah dunia kedua

Aku mencari aku di aku
Bawa bawah dunia

Seperti ada semacam pedang dipunggung sampai kepalaku, menancap
Letak jawaban terjauh seperti Pluto
Dimana Mars saat ini Fajar ?

Aku ingin terbang, hanya terbang
Aku tak bohong, aku bukan satu-satunya yang suatu saat akan mati


Lengking Suara
Aku menyukai serak itu; seperti batuk berdahak, seperti mulut tak berliur
Desah dan hela nafas bangkitkan aku

Aku berencana merencanakan apa saja yang aku harapkan dari kematian yang tak habis akhir bulan ini
Antara habis udara dalam jantung dan aliran syaraf

Ini mengerikan
Ini aneh
Meski aku tahu, aku tetap penasaran
Hanya bayangan dan disini tak ada sinar matahari

Aku berencana untuk mandi disaat musim hujan datang
Aku mengukir kata diatas kertas yang tak ada
Aku mencoba mencari jalan meski aku tak berkaki
Aku hanya melihat dan melihat, tak henti hanya melihat
Tak ada yang bisa dengar teriakan ku yang keras, seperti tangisan Maria
Adakah sang pahlawan, adakah yang sama, ini mengerikan
. . . . . .


OHM
Damai dan tenang menyertai udara
Untuk yang dihirup, ditahan dan keluarkan
Sholat lebih baik daripada Yoga
Untuk pencipta, pemerihara, dan perusak

Brata, Wisnu, dan Shiwa
Sebuah arti neraka surga
Disini tiada kata dunia, hanya ada udara
Sebuah makna cipta dan karya

Damai dan tenang
Shalat dan Yoga
Surga dan neraka
Ini hanya udara dunia


Yang terDampar
Seindah mendung disenja hari
Ada germuruh getarkan pemikiran yang kian semu
Ada sesuatu yang mati dan absurd

Semegah kerajaan laut yang terbuat dari pasir
Ada kepiting yang menghiasi
Ada sesuatu yang akan mati karenanya

Hanya ingin bersama dirimu; hanya ingin selalu bersama denganmu; aku tahu kau menungguku; aku hanya takut pabila aku kembali; aku hanya ingin bersamamu pabila kau juga merasakan hal yang sama; aku merindukan mu

Sesuatu yang cantik tercipta dari buah rasa
Ada yang melihat seketika lewat
Ada yang takut kehilangan


Tiada Darah dalam Selimut
Untuk wanita yang menstruasi
Untuk lelaki yang mansturbasi
Untuk manusia yang impoten dalam arti

Dalam jiwa gejolak wajib militer
Dalam hidup yang keteter
Untuk monyet yang teler

Untuk wanita yang cintanya setengah hati
Untuk lelaki yang satu kali dalam tiga hari ia mandi
Dalam hari penuh bakti pada diri

Mereka wanita yang menjaga perawannya
Mereka lelaki yang menghormati wanita
Manusia “Darah itu merah”

Manusia aku sempurnakan kau kini
Manusia kau hinai kesempurnaan arti
Manusia mulutmu mulai biasakan bahasa basi
Manusia apa yang kau rasakan dalam hati
Manusia lelaki dan wanita, “Engkau Hina kini”


Suatu Hari Nanti
Untuk kesetiaan yang dicari dalam bayang matahari
Kedewasaan yang bertambah aneh dan sesak, sesesak asap rokok
Menghitam terbaring diantara pasir putih
Hujan tembaki aku yang coba perbaiki yang kian hari kian mencari sebuah sosok

Aku tak ingin berdiri diam disini saat orang lain telah berubah
Aku beruban setengah

Pencarian tempat sinar keemasan tertahan hanya karena silaunya
Cukup sampai disini sebuah kisah yang tertanam dalam bentuk koin-koin recehan
Pencetusan keaktualisasi diri dipertanyakan kembali saat sesorang menyinggung tentang motivasi dan motif
Aku merasakan aman disini meskipun tak selamanya aman disini

Aku tak ingin bergerak terlalu jauh disaat orang berhenti berlari
Aku mencat rambut ku dengan warna kuning

“Aku menyatakan jati diri dalam tubuh yang terbagi dua”
Sabar, sabar, sabar dan sabar; tak henti
Setelah jalan raya dan jalan bebas hambatan dalam keadaan macet tak bergerak kedepan maupun belakang
Diam, bergerak dalam benak manusia “Dulu aku hanya seorang bayi”


Disini Hanya Tapi
Keabadian adalah sesuatu yang mati tapi hidup
Kedewasaan adalah sesuatu yang nyata dalam prilaku tapi tak adil
Kesabaran adalah bentuk lain dari kesewenangan emosi tapi tertahan hati
Keadilaan adalah sesuatu yang buta tapi tidak ada di dunia
Kehormatan adalah bagian dari sebuah tujuan hidup tapi hanya akhir dalam pemikiran suatu kisah
Kematian adalah bentuk lain dari rasa kelahiran tapi dalam arti sebaliknya
Kepandaian adalah sesuatu yang bisa dibeli oleh uang tapi diproses oleh hari
Kehidupan adalah sesuatu yang tidak adil tapi kadang ada dalam benak sesuatu pembagian benar dan salah
Kebenaran adalah sesuatu yang ironis, sinis dan diharapkan tapi sering kali terjadi tanpa disadari
Kegilaan adalah sesuatu yang harus dilakukan, proses menuju normal tapi merugikan
Keakuan adalah sebuah cermin yang retak dan bersih tapi seperti sebuah air yang mengalir
Kebersihan adalah waktu dimana membuang sesuatu yang tak termakan agar menyehatkan tapi membosankan dan melelahkan


Untuk Suatu Pagi yang memBosankan
Berburu dengan waktu yang telah ada
Aku menyimpan berbagai pernyataan dalam perjalanan; tiba disini semuanya hilang tanpa setetes detak dan detik yang menyambut debu
Untuk rasa ngilu yang semakin menjadi
Kembali kepalaku menatap ke atas, bukan kepada bintang dan bulan saja melainkan kepada langit yang semakin mengingatkan aku kepada nenek moyang dan burung-burung
Aku mengundang semua nyawa
Aku mengundang semua arwah
Aku mengundang semua yang pernah tertawa tanpa ganja
Disini tidak ada salju; yang ada hanya gumpalan es berwarna merah muda
Pertunjukan wayangpun berlangsung alot
Ada berbagai kisah dari gelak tawa, nafsu angkara, bodohnya cinta sampai penghianatan
Ya, . . . saat ini festival pengumpulan nyawa telah terjadi besar-besaran dijalanan kota besar

Aku simpan jauh jam tangan dan telpone gemgamku: aku bebas diantara batas
Aku senang, sumpah “Setengah mati” sampai aku menagis

Air minum yang makin bersih

Berpikir merupakan kesengsaraan bagi si Bodoh dan si Malas
Mereka mengadakan pesta ditengah lalat-lalat hitam yang kotor
Aku menatap dengan sebagian empati dan rasa iba yang mendalam; disana ada kehidupan yang tak biasa aku dapatkan disore hari

Ya Tuhan “Kenapa hari ini aku senang sekali”

Sebagian darinya ingin menjadi besar dan sebagian lagi ingin dapat menghilang seketika
Diantara gunung-gunung yang terlihat biru dari atap rumahku; diantaranya terdapat awan-awan yang membentuk kata; diantara waktu yang tengah lewat didapat semacam kalimat

Hanya kepada satu Tuhan aku berkata “Ya, Tuhan “


NamaKu Ada Diantara yang Telah Tiada
Nama adalah sebuah karya yang tercatat dalam buku yang berjudul “Aku”
Sebagian dari tema adalah mata merah
Diantara cela dan cacat yang menghampiri jejak dari sebuah pembangunan, perubahan, pembongkaran bahkan renovasi
Untuk catatan disini nama tak perlu disebutkan
Untuk catatan nama mempunyai arti yang relatif dari sebuah aku dan mata merah

Nama adalah sebuah karya yang tak paten dalam arti yang luas dan sebenarnya tak disamakan
Diantara manusia yang sering lupa dan aneh
Terjadi keganjilan akan ketidak puasan yang menjadikan seseorang mempunyai catatan dalam seorang lawan kata dalam arti nyata
Seperti asap yang kian detik kian keatas dan hilang menjadi awan hitam yang turunkan hujan
Seperti cinta yang menyentuh tanah dalam konotasi yang tak ada

Nama bagian dari sebuah yang hanya jika hanya
Bagai gunung tanpa kabut; untuk manusia, gunung pun punya nama
Lalu bagaimana aku tak bernama sekalipun tema dalam hal yang abstrak tapi absurd
Banyak cerita berujung sebuah jembatan
Banyak cerita berawal dari sebuah jalan

Seperti bagian yang tak melupakan awal
Ada sebagian yang hilang namun ada pula yang menyadari sebuah telapak dengan sidik jari
Seperti mereka yang melupakan surga dan neraka untuk sebuah kenyataan sementara
Alangkah ada dalam ingatanku sebuah wajah
Alangkah suram sebuah tempat dengan nama

Aku seperti dalam gua bekas petilasan karya Wali-Wali
Ada yang membawa kembang, ada yang membawa menyan
Aku teringat kembali bocah berumur 10 tahun yang membawa sapu lidi dengan buku do’a
Ada diantara yang tiada dengan nama; bahkan ada yang namanya suram diantara batu koral dan semen
Angin lupakan semua; buyarkan matahari yang muram

Aku jadi mual dan ingin muntah karenanya


Sampai (Panas) Disini
Meresah tidak merasa cukup
Diambang sebuah ombak
Meluapkan semua emosi dalam sebuah bantal guling
Siang diatas sebuah hitam yang gelap
Seperti selesai acara wisuda
Tidak jauh dengan eksekusi hukuman mati

Ada tingkatan pertanyaan yang menghasilkan teori
Ya, . . hanya teori dan teori saja

Kulitku terlalu tipis seperti kekurangan darah putih
Banyak seperti soal-soal ujian matematika


Arsenik
Dikala gelap datang dengan segudang perbedaan
Disini ada sepiring nasi bercampurkan arsenik
Siap menunggu salah satu korban yang berani bicara
Putih, seputih kata yang termakan noda-noda pada kain

Dalam tempo mengandung unsur kadarluarsa
Seketika mata memandang buram pada jemari laci
Seingatku ada yang mengingat dalam ikat
Racun mencampur dalam putih

Sedikit bumbu dan buah pikir
Biarkan mati dengan mata menatap sinis
Jadikan penerbangan terakhir
Jadikan inspirasi abadi


Front Pengkhianat Islam
Aku tahu, aku hanya seorang Islam turunan
Tapi setidaknya aku bukan seekor binatang
Aku tahu, aku berakal
Aku tahu Allah tidak terlalu menyukai orang-orang berlebihan

Kalian memaksa
Buatlah agama sendirian
Buatlah negara sendirian
Buatlah manusia sendirian

Aku melihat orang mabuk surgawi
Aku melihat sekelompok manusia dipenuhi sejuta setan dalam satu diri
Aku melihat suci terkapar, kepalanya dipenuhi darah dengan seribu luka
Aku hanya melihat orang-orang yang berlebihan dan melebih-lebihkan

Mereka itu ada seperti orang-orang sebelum kamu


Aku Tidak berPeran
Ada teater dalam sebuah pentas
Ada drama dalam keberangkatan ku
Ada film dalam sebuah istirahat
Ada tapi aku tak berperan sedetik pun


Tangga Kini
Sekarang dimulai kehidupanku yang baru
Menutup buku
Mengunci pintu
Membatas kalbu


Segitiga
Terdengar ledakan ditengah peperangan
Di tiga kota terjadi kepanikan
Segitiga menjadi sebuah jalan menyimpang
Ada meteor dipinggir senjata


Mimpi Kali Yee
Temanku berbicara dengan orang asing dengan bahasa asing
Di sebuah belokan seorang lelaki 40-an menungu untuk sampaikan sesuatu; entah apa yang dia bawa; entah buku atau apa; yang pasti berwarna biru keunguan
Salah satu temanku lantas panik; meraih jalan dengan berlari cepat; serentak ia berkata “Hantu”
Aku menyusul tapi aku tengok kebelakang lelaki itu mengejar kami
Aku lempar uang Rp2000 dengan pecahan 2 lembar
Ia terhenti tepat ditengah telapak tangan kanan ku; kini tangan kananku terasa berat
Oh, . . .kawan dimana engkau kini ?; kau meninggalkan ku !

Lelap aku dalam sunyi
Ditawari makanan gratis
Lelap aku dengan kevakuman
Dihadiahi segumpal uang
Lelap aku dengan senyum
Hanya terbangun dari kasur


*Untuk Nita
Ada bunga diatas jilbab yang baru menuang ruang
Nita, meja itu menabur haru
Sekitar dua orang tabirkan hening
Kurang lebih tawa berserakan membatas ruang

Ada, ketika semua aktivitas berhenti sejenak
Berupa bayang menyimpan dan menyeluruh hingga hanyut
Dibalik mesin jahit yang Kakek simpan sampai kini
Usang,
Nita, kau terlihat kurus saat ini

Sorot mata tambahkan angan
Disekitar rasa merinding senyum simpul gigi meruncing
Nita, kenapa ada titik yang melewati ruang diambang waktu
Kau bukan Setan, bukan ?
Ada putih berlebih memancarkan sinar
Nita, membawa pembalut luka


Filsafat Dunia
Tuhan saat ini Kau tak ada di ruangan ini
Tuhan aku tak akan mati meskipun tak ada udara yang Kau beri
Tuhan aku sering ingin berkata, “Aku tak akan mengabdi”


Tak Jadi Mati
Aku adalah Tuhan
Tuhan adalah Kau

Angin tawani jantung yang akan direnggut
Seiring suara nyamuk selamatkan darah merah
Pencabut nyawa tak jadi jalankan tugas
Pemberi mimpi hanya bisa menabur benih keemasan

Aku masih hidup


Moyang
Disini terlalu banyak imajinasi
Disini ada sebuah inspirasi abadi
Hanya Nenek ku yang tahu

Disini terdapat segudang harta karun
Disini menyimpan kenangan tanpa batas kehidupan
Hanya Nenek ku yang tahu

Disini banyak penyakit tanpa obat
Disini ada luka tanpa darah
Hanya Nenek ku yang tahu

Disini ada tanya penuh denah
Disini banyak peta tanpa nama
Hanya Nenek ku yang tahu

Disini terlalu banyak tanya tanpa jawab
Disini banyak teori dari pernyataan
Hanya Nenek ku yang tahu

Disini ada tangis tanpa air
Disini mengandung sumur kebahagian tanpa lubang
Hanya Nenek ku yang tahu


Endju
Aku ingat jenggot putih yang selalu di sentuh oleh tangan mu
Aku tak akan lupa berapa banyak burung yang pernah aku lepaskan
Aku ingat mata melotot; marah melihat teras menjadi sumber keributan
Aku tak akan lupa malam itu aku hanya diam sambil membawa tubuhmu menuju kamar kecil

Ada beberapa macam obat yang menjadi variasi yang aku cari di sudut laci kamar tidur
Beraneka kata kasar disaat santai; merebah di sebuah meja makan
Kini, harum rambutmu aku ingat kembali
Maaf, aku tak mengantar dan menjengukmu

Sepuluh jari tangan aku satukan dalam ruang muka dekat mulut
Pernah menjadi sebuah rumah yang berada dalam tangan
Jadikan hiasan penuh karya; menjadi sanubari sebuah teh pahit di sore hari
Ia yang terlelah, tertidur di teras rumah dengan tenang; mengusik aku yang riang; dengan darahnya yang tinggi, aku ucapkan, “Bangun,. . . ”


Tetap Saja Ngilu
Tali tergerak
Getar tangan gemetarkan angan
Ada sesuatu yang menusuk, tak jelas dan tak tajam; diam tapi kian tak enak
Tepatnya ditengah, tepatnya jadi menggilai jiwa yang gila

Dalam hitungan: satu, dua dan tiga
Diam tak ingin bicara dengan suara kecil sekalipun
Turun melalui kayu-kayu untuk mengambil sesuatu yang menenangkan
Mengurung menunda waktu dan sebaliknya bila aku keluar

Masih terasa ngilu
Tak ingin ini menjadi suatu catatan yang nyata di masa depan
Coba ditahan dan berasa tak ada; aku semakin ngilu
Ada api dalam tumpukan bara merah; bergetar sejenak kaki yang coba merasakan hal yang sama; hanya asap dan asap

Semoga ini seperti asap; yang hanya sesaat
Ada tanya semakin buat aku sakit perut saja
Berpikir menjadi sebuah batu
Berpikir untuk tidak menyatu

Saat dibaca kembali; otak menjadi sakit kepala


Gigit Jari
Aku renkarnasi dari manusia delapan tahun lalu 
Aku manusia hitam yang terlambat lahir di zaman jahiliyah
Setidaknya aku bertemu Kurt Cobain dalam nyata tak sadar


Untuk yang Sakit
Sekedar berbohong menutupi rasa
Sekarat menjelma menabur rasa
Tutup pintu menjelang tamu datang
Tiup angin, aku sendirian di kamar kecil; untuk yang ke enam kalinya

Sebatang rokok dan hebatnya cinta
Menahan tangis dan kedua insan telanjang dimeja makan
Sejenak bicara baurkan bau kentut yang ada
Perkata dan air liur menyatakan hidup yang makin tua


22 Desember
Belas kasih dan tangan lembut dalam busa sabun
Minyak wangi dan segala kain yang engkau pakaikan
Untuk bekal dan uang sebelum aku berangkat keluar rumah
Demi semua do’a yang engkau titipkan kepada Tuhan

Ibu
Untuk semua uang yang aku harapkan
Ibu
Untuk semua belai yang engkau titipkan
Ibu
Untuk semua do’a yang engkau andalkan
Ibu
Untuk semua pamrih yang engkau simpan
Ibu
Untuk semua kata yang engkau ajarkan
Ibu
Untuk semua nafas kehidupan

Sepiring nasi dan satu mata sapi
Selembar kasih dalam hati
Engkau akuntan yang bapak andalkan
Engkau sumur susu, yang aku bayangkan

Hanya disini aku mengucap dan membayang
“Selamat Hari Ibu”


Band Khayalan berNama HITA
4 orang manusia dalam satu kelompok
3 wanita dan 1 pria dalam satu dunia
Wanita pertama memakai jilbab dan berperan sebagai penengah; ia memegang keyboard dan backing vocal, kadang ia memegang bass
Wanita kedua memakai kacamata ia berperan sebagai orang yang banyak tanya; ia hanya memegang drum
Wanita ketiga kepalanya botak ia berperan sebagai wanita pendiam dan pemberani; ia memegang gitar sekaligus vocal utama
Pria hanya seorang pengkhayal; ia memegang gitar dan vocal


Bisikan Sebelum Masehi
Seperti bisikan, “Belum saatnya”
Ada kata berbisik, mengusik
Seorang pembaca buku adalah manusia bodoh
Seorang penulis buku adalah manusia pelupa
Sekitar malam hari di sebuah kursi penuh tanya pada pikir

Ada kata, hari berisi naluri berkata, “Itu salah”
Seperti faktor dalam pikir menjawab
Manusia membaca buku adalah manusia pintar
Manusia menulis buku adalah manusia cerdas
Sekitar siang hari di sebuah kursi penuh jawab oleh pikir


Bangun ! , Bodoh
Aku pemalas terhebat yang ada di dunia
Seperti gemuruh diterpa mega dalam sukma
Kelam, pekat, gelap dan berasap
Aku pemalas terhebat yang pernah ada

Tetesan hujan dan debu polusi dan sinar mentari buyarkan alam menghantar jiwa yang kotor disebelah barat daya dan utaranya bumi

Ini sebuah alienisasi dalam bentuk lama yang menyatu dalam sebuah keyakinan
Sebuah nilai panutan; seperti hitungan yang berguna untuk penyeimbang
Ahli dalam matematika membuat kita lupa seberapa banyak amal dan dosa
Ini sebuah angka 9 dalam basa basi yang busuk dan penuh nanah

Ada beragam bulu yang menyatu tak pernah dinilai tetapi diraba
Ada alasan dari berjuta kemungkinan dari kepalsuan
Ada karena berakal, sehat ataupun sakit; aku tak bisa menjawab dengan ibu jari
Ada semacam keputusan dari sebuah kekuasaan ataupun sesuatu yang mempunyai kewenangan atas hidup dan mati

Catatan adalah sebuah kenyataan yang akan terjadi dikemudian hari
Sadari lalu sesali; kelam menyeluruh dalam sebuah tembok warna-warni
Gemuruh dan petir yang terlihat mengkilat seperti ingin menyentuh tanah dari kejauhan
Satu persatu pohon kalah dan detak jantung bayipun berdenyut keras; ketakutan

Dunia apa kabar pagi ini ?
Dunia ada apa siang ini ?
Dunia mengapa harus sore ini ?
Dunia siapa lagi malam ini ?
Dunia kenalkan aku sang pemalas terhebat yang pernah ada didunia
Akuilah

Aku tak percaya pada Natal
Sama ketidak percayanya pada Dewa Matahari
Aku tak merasakan bekunya tubuh saat salju turun dari langit
Tak kala Yesus yang aku percaya hanya dan selamanya seorang Nabi
Aku menyuarakan isi hati dalam lembaran kertas tak berdebu
Aku seperti mengikuti proses pemilihan Presiden
Akuilah

Teringat akan Siti Mariam yang bertahan dalam menjaga kesuciannya dengan godaan kecantikannya
Yesus adalah utusan Tuhan bukan anak Tuhan
Tanah Roma adalah tanah kering
Disana tidak ada pohon cemara dan salju
Ini sebuah basi yang melayakkan diri
Modernisasi yang memaksakan diri dan kampungan
Akuilah


Panik
Berasa ada beban
Berasa badan berat
Berasa ada kejaran waktu


*Untuk Abdullah (Iman Saya Bisa Goyang)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Mereka berkata tentang Anak Tuhan:
Kong Hu Cu adalah Budha dalam bahasa Cina
Hindu adalah Krisna dalam bahasa Sangsekerta
Kristen adalah Yesus dalam bahasa Grik
Yahudi adalah Uzaer dalam bahasa Ibrani

Seperti Trinitas ataupun Dwitungggal

Abdullah percaya akan satu Tuhan:
Untuk Tuhan yang tak beranak dan tak diperanakkan
Islam adalah Allah dalam bahasa Arab

Seperti takut kepada Tuhan ataupun memurnikan keEsaan Tuhan


Aku Flu (Kita sudahi saja sampai disini)
Bentuk gambar norak dan bodoh terlihat dari kejauhan
Sepasang mata dewa sebuah pujaan sang cipta
Ada karya tanpa nama yang menjadi sebuah awan perkasa
Beberapa cerita ditampilkan dengan batasan waktu dan uang
Ada ciptaan tawa dan manja yang meningkat
Sebuah kursi plastik mengikat tubuh dengan penuh ketegangan dengan batasan awan
Sebuah mimpi tentang angkasa menjadi tentangan kenyataan dan ruang pertunjukan
Kehidupan yang penuh bersin yang sementara namun lama
Berusaha tidak peduli pada tindakan dunia kedua
Aku mendengar suara tertawa dan melihat wajah menyeramkan, tidak hanya satu dan sebentar
Satu butir obat pusing bagian dari perpendekan umur bumi


Jantung di Dada Kiri
Ingin Mati
Ada adalah sesuatu yang menjelma dalam kondisi yang bersahaja
Ingin Mati
Tiada adalah malaikat sang pencabut nyawa yang menunda kalimat sang penguasa
Ingin Mati
Melebur adalah sesuatu yang menyembah serta menyudahi sebuah ludah yang kental
Ingin Mati
Kiat adalah sebuah pendidikan yang berlangsung lama dalam sebuah orientasi yang tak bisa mendatangkan sebuah arti
Ingin Mati


Lubang Kunci Kamar 3 X 4
Untuk yang dipuja dengan segala macam cara dan untuk mereka yang berzinah didalam kamar kontrakannya
Beberapa darah meruah dengan sejuta cinta dan pengikat utasan angka sebuah jalan tersingkat menuju neraka
Aku tidak bicara, sedikitpun aku tidak membuka mulut; dalam hitungan bulan dan besarnya perut, cikal bakal noda kotor telah terlahir ke dunia


Kau berNama Yuni
Hinakah aku yang hanya terpana
Benci karena tidak bisa mencegah
Marah karena menjadi bodoh dan dibodohi (Hina)
Sebotor Bir, satu buah Taro dan satu batang Rokok

Trotoar saksi bisu yang ingin segera menambal diri dengan aspal
Beberapa kepulan asap membuka ketika engkau bicara dan berkenalan
Kini mendung menyelimuti diri kami dari kemalaikatan
Sebuah bibir setan menancap di bibirnya yang kemudian tertumpah makna antagonis

Dimana subjek dan objek, aku hanya berharap menjadi patung yang berpredikat
Berharap tidak tumbuh dan berkembang
Ada sebuah virus yang berinfeksi dalam liur yang membuat aku ingin memaki dan berkata, “Pergi”
Banyak yang gratis tapi bukan yang satu ini

Hinakah aku
Bukan menjadi pembandingan siapa yang lebih suci
Aku menjadi binatang didalam sebuah rasi bintang
Ada pergesekan yang bangunkan aku jam 7:58 “Gempa dan Tsunami”


Jo dan Tutu (Mimpi)
Ada sebuah misi dan visi
Terbentang diantara halusinasi dan imajinasi
Ada debat diantara mimpi-mimpi
Beberapa bagian dari hari menjadi sebuah isi

Lalu pertanyakan adanya pernyataan
Teori apa yang dibawa dan mau kemana
Dua orang bersikukuh dalam sebuah wacana yang tak henti kami dengar

Jadi hentikan debat ini sampai disini

Jadi biarkan aku tertawa melihat kalian

Jadi sekarang berhentilah

Jadi biarkan aku berkata, “Mimpi itu T@i @njing”


Heh . . Uh, . . . . Tanpa Kursi
Setiap langkah ada saja hal yang menjijikan
Seperti janji Setan diatas ingkar Tuhan
Sebuah patung menjadi Setan karena korban
Sebuah kata lama menjadi budak dimasa depan
Ada kala sebuah rasa menjadikan sebuah beban yang tak hingga sampai langit sekalipun
Beberapa kali ini menjadi langkah tak bertuan
Janji dan janji menjadi cerita musyrik
Ketika kedatangan menjadi awal sebuah kisah tanpa tema
Ada lelaki usang yang punya harapan tak bertulang
Sebuah awal yang berakhir sebuah tangisan bayi
Diteras depan dua anak kecil bermain tapi tak saling bicara

Hinggap kedua tangan menutup muka pada sesi pemotretan
Ya. . . Tuhan tanpa nama telah banyak diciptakan manusia
Manusia menjadi Tuhan dan Tuhan menjadi apa
Tuhan satu dalam menyatu dalam pikiran tak terbatas, mabuk sekalipun
Ada banyak yang berkata, “Tidak apa-apa”

Kali kata ini kata yang menampar muka dengan sebuah tangan besi yang ringan
Kriminal menjadi acara puncak disiang hari; kemana hari akan dibawa
Sebuah kata Menteri mencela sebuah peribahasa “Korupsi”

Aku ingin mencukur rambutku; hari ini
Sebuah makna dengan arti makan sepuasnya
Tak ada yang gratis sekalipun itu kata dan nyawa ataupun waktu
Disini kaki berjejak dan melangkah dengan usang melangkah melewati sebuah petilasan

Ada telpon dengan nada dering norak yang menandakan kematian dengan kemeja hitam penuh saku

Aku mati


Sela Cela dalam Derai Cerai Berai
Aku dalam situasi perang
Darurat militer diterapkan
Wajib militer menjadi panduan kelayakkan
Ini hanya perasaan

Aku dikeroyok oleh jutaan orang
Mereka saudara dan anak-anakku sendiri

Aku dalam situasi yang mengerikan
Zinah dan mata uang menjadi kondisi yang memuakan

Seperti dewa yang bersayap menuju alam penuh
Disini hanya para hawa
Coba pergi ‘tuk mencari
Coba pergi ‘tuk tak menyadari
Coba pergi ‘tuk menenangkan diri

Aku dalam situasi perang dan kondisi yang krodit

Tiada darah namun luka
Tiada sedih namun air mata
Tiada mimpi namun nyata

Disebuah kursi dan meja yang ada hanya air kopi
Sebatang rokok menyadari sebuah makna rasakan
Ada nafsu dalam darah dan ada dosa dalam kasur
Beradab dalam keadaan yang tak terhingga; penggapaian langit alam semesta

Dalam konflik yang cukup membakar kayu
Aku dan isi tulang menganga

Aku dalam situasi perang
Aku dikeroyok oleh saudara dan anak-anak ku sendiri

Ada senjata hanya menjadi pandangan semata
Ada namun telah lenyap dalam lelap yang tak detil


imanusT yang berPoligami
Aku diam sejenak
Menghening penuh cipta untuk nyawa
Dari awal untuk Sabang
Penuh tanya mengapa Aceh
Beribu arwah bertanya mengapa
Bejuta mata terpaku terpana
“Ini bukan kiamat”, kataku
Berbaris-baris raga tanpa jiwa

Ini kejam
Ini indah
Ini seni
Ini hukum
Ini anugerah
Ini segala hal yang aku lewati didunia
Ini sekejap mata

Berawal dari sekejap mata dan mewahnya air bah itu
Kali ini aku tak akan mencelamu Tuhan segala puji kini dalam suka cita

Aku tahu ini awal dan tanda dari sebuah yang tanda tanya besar

Cepat aku berdiri
Cepat aku berlari menyelamatkan diri
Cepat aku mencari


Refleksi Akhir Desember
Mereka meninggal dengan penuh suka cita karena terselamatkan
Aku yang hidup yang hanya melihat dan tak mengalami; duduk termenung dengan penuh duka cita


Penonton dan Korban Aceh
Mari kita menjadi patung sementara
Tiada objek dan subjek

Aku mendengar nama Tuhan di agungkan
Ada cela dan puji
Saling menghiasi dan mendiskriminasikan

Mulutku mencoba tegar; tapi tidak mataku
Mataku sekarang yang dapat dipercaya

Cukup untuk yang kelima kali
Cukup untuk semua jari di kiri

Aku ingin mati
Aku tak ingin penyakit traumatik
Mereka mati dan belum terkubur layak; menyatu dengan lumpur

Berserakan
Ini awal

Awas


Kalender 2005
Peristiwa baru
Tanggal berwarna merah yang baru

Berharaplah tidak bau


1 Januari 2005
Biar debu menjadi abu
Biar usang menjadi bangkai
Biar terapung hati menyapu

Terdampar karena ragu
Terjangkit karena sakit
Tercengang karena kaget

Aku menangis
Aku sedih
Aku mati dalam hati ingin bunuh diri

Usai sudah
Usai sesudah
Sudah usai


Debu-Debu yang Tanpa Air Mata
Imajinasi
Halusinasi
Mimpi
Dejavu
Impian
Cita
Cinta
Empati
Simpati
Iba

Berharap semua hanya rasa
Berharap
Dan berharaplah

Ini negeri tanpa harapan
Ini negeri penuh air mata
Ini hati yang merintih
Tak akan ada lagi Ibu Pertiwi

Berharaplah semua hilang
Berharaplah karena kita beradab

Manusia gila
Kepuasan gila
Hasil sementara
Tiada asa

No comments: