Wednesday, February 4, 2009

AKU ADALAH TUHAN -NYA TUHAN

Lepas dari keramaian yang membuat aku yang merasa kecil saat melihat masa lalu yang buatkan siang hariku menjadi lebih berarti, mungkin hanya sekedar memutihkan kulit ku disaat sinar ulta violet mencoba menghanguskan tubuhku.
Terhentak aku melihat alam nyata dengan kepala sadar diantara bayangan tentang kesadaran tinggi dan ketidak-sadaran yang mutlak ini, aku disajikan peraturan-peraturan yang tak jauh dengan indigonya orang-orang tolol dan bodoh, dan juga tentu kewajiban yang dimana aku menjalankannya seperti sudah mendapatkan hak ku.

Tiga bulan kemudian aku mengingat kejadian-kejadian, yang dimana aku merasa terbuang dari perpecahan bola-bola kristal. Aku yang ketakutan setengah mati oleh setan, sehingga menyebabkan diriku tidak takut masuk neraka dan aku yang berada di dapur dengan memegang pisau mempunyai maksud matikan diri, aku benci keadaan yang seperti ini namun sering aku alami.

Terlelap aku dalam tidur bersama burung merpati
Terkurai ada diselimuti mimpi-mimpi diantara benang-benang tipis

Tanpa maksud mengurangi dan menambah, aku berlari kencang diantara gelapnya siang hanya untuk sebuah mengenal lebih jauh tentang eksistensi diri, sepi didalam suasana ramai dan aku terjebak karena permen murahan. Kakek ku aku cari dan aku menemukan sehelai rambut dengan warna merah, pirang, hitam lalu putih yang hanya disatu helainya.
Tuhan, kakek ku tak menemukan apa-apa dan keramaian itu mendadak sepi, entah kemana. Uh.. mungkin aku terlihat aneh dan sedikit paranoid, mungkin inilah aku.

Sepasang mata menatapiku
Sepasang kaki menendangku
Dan satu jari menyentuh alat kelamin ku

Disini aku, dilapang merah ini, dilapang sebak bola yang menjadi saksi aku pernah melakukan pencurian dan tertawa ditanah usang ini dengan mimpi-mimpi yang tak akan pernah menjadi kenyataan, tapi setidaknya meskipun aku sadar aku sedang bermimpi dan aku yakin mimpi ini tidak akan pernah berakhir.

Mencari tempat, berpindah tempat dan tak akan pernah menetap

Aku mencari kawan, meskipun perkelahian ada didepan mata, aku hanya mendapat peran karena tiket telah aku dapatkan. Aku dimaki setengah mati dengan jari tengahnya yang diacungkan tepat dimuka ku yang merah, hanya karena air minum, hanya karena kecapaian dan aku makin benci tempat ini. Ditengarai aku sebagai biang masalah, diantara semua bidang yang ada mungkin semua bidang mengarahkan keruncingannya melalui arah kompas yang ada digemgamannya, aku adalah medan magnet.

Lepas lelah, lepas marah

Ditanah ini, tanah para nenek moyang, aku menyembah meskipun bertanya, “Apa gunanya?”, dan aku mendapat usiran dari sebuah tempat dimana ibuku menyuruhku untuk seperti dia dan temanku berkata agar aku menjadi orang yang beragama. Aku mengerti aku harus mencari dan disini segalanya mulai berangka tak terhingga. “Hey, Tuhan yang selamanya hidup, yang selamanya tidak mengenal kata mati, mengapa tak mencariku?, apa aku yang harus mencari-Mu, guna apa?, aku lelah dengar bantingan pintu”, aku teriakan isi hati, hanya dihati.

Sebuah lubang mimpi bangunkanku, mengajariku untuk membedakan tentang apa itu yang namanya air dan namanya api

Aku tersungkur, lalu kenapa, beragama ini adalah urusanku. Mereka paksa diriku dan menahan amarahku terhadap tempat suci dengan pembicaran yang serentak akan mengundang permasalahan. Ini tidak jauh dengan metafora-metafora keinginan yang harus aku selesaikan, karena mereka sepertinya tak mampu berbuat apa-apa lagi, “Apakah mereka Terlanjur tua?”. Mereka menyuruh orang lain mengajariku, dikarenakan mereka tidak bisa, aneh, aku seperti ditengelamkan di Samudera Hindia dengan begitu saja, lalu mereka pergi menuju Benua Austaralia.
Aku bisa, dan mereka datang dengan mengucap, “Selamat”. Tampak jelas rasa bangga di wajah mereka, mereka adakan perayaan hanya untuk ku dan mungkin yang terakhir kali perayaan yang dibuatkannya untuk diriku, apakah ini sebuah khayalan yang diajarkan nenek moyang kita, tentang apa yang harus dilakukan dan yang akan dilakukan harus didasari oleh rasa syukur, “Kepada apa?, kepada siapa?”, sayang mulutku hanya diciptakan sebatas bicara namun aku dilarang bicara. Aku jadi ingat beberapa hal, diantaranya, aku yang menangis saat akan membeli mainan dikala malam mulai kelam dan aku ingat akan kejadian besar saat tertawa dengan bayangan dikamar.
Aku yang dibanggakan, aku yang sombong, aku yang nomor satu dan aku seorang penjilat. Lepas dari semua beban aku mencoba berharap pada apa yang mereka katakan ada, Ia tak berbentuk, dan aku disuruh mereka untuk yakin. Tentu saja aku menyakini-Nya dengan begitu saja, aku menahan makan dan menahan haus hanya untuk berharap bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan alasan semua ini hanya untuk kebaikan ku. Realita ini aku makan mentah-mentah dan kadang setengah matang.

Aku sakit dan mereka pun sakit

Setelah waktu bergulir sekian tahun, aku didorong oleh keinginan yang pada awalnya bukanlah keinginan yang sesungguhnya, diantara ruangan maya dan kebebasan yang dicekal, aku dobrak pintu hati melalui ketidak-sadaran meskipun aku tahu efek-efek apa yang akan aku terima, setidaknya aku memberi warna. Semuanya kembali mencari, aku teringat salju yang lembut. Tatkala aku mengingat canda dan riangnya kekasihku, aku yang terkapar terkena busur cinta monyet, ya semua orang menjadi orang gila sejak hari itu.
Sebenarnya gaya bahasa macam apa yang aku gunakan ini, menjadi tolak ukur kemajuan. Di kala condongnya aku berontak dan cenderung sering menghabiskan waktu didalam kamar dengan terkaparnya jasadku di kasur ataupun bercermin dicermin yang menempel dilemari jati, mungkin aku terlalu lama saat akan mandi dengan air panas sehingga aku menghabiskan mulutku sehingga berbusa. Ini seperti penderitaan tanpa pendidikan.

Setidaknya aku berusaha membongkar 52 kartu yang ada

Akupun berjalan dengan menatap kedua bola mata yang putih dengan seraut warna kebiru-biruan, aku hembus angin malam dengan kegalauan demi memecahkan rasa yang seharusnya tidak ada. Rasa ini telah sekarat tak kala kesalah-pahaman komunikasi dalam gerak-gerik bahasa tubuh mencerminkan kalimat-kalimat, aku yang peka terkapar hingga pingsan tak berdaya. Pada akhirnya aku memang sadar dan bangun kembali namun setelah aku bangun aku harus membangun dari nol lagi, karena apa yang aku bangun selama ini telah luluh lantak dan badanku pun terrasa lumpuh layu.
Ada beberapa teman tawarkan kesenangan, ada beberapa hiburan tawarkan gelak tawa, ada beberapa barang tawarkan kedamaian dan ada beberapa sentuhan yang hitam pekat. Namun kedamaian yang dibawa menimbulkan rasa panik dan was-was karena takut ketahuan dan takut kehilangan, sebenarnya aku mencoba menonjolkan siapa aku sebenarnya.

Ini semua tidak masuk diakal, sekarang, nenek ku beranjak mati, meninggalkan dunia yang sudah ada
Lihat, aku makin keterlaluan saja
Sambil berjalan aku menata sistem yang terancang dan dibebankan secara moral yang tidak penuh namun menuntut pertanggung-jawaban yang memalukan

Waktu ajal datang, apalah gunanya aku, ada tidaknya aku, Tuhan tidak menggubris perintah-Nya kepada Sang Malaikat Pencabutnya. Oh, kematian yang kejam, oh kematian yang penuh kelembutan, aku rindukan surga seperti rasa takut mereka masuk neraka.
Kematian ini, kakek ku, aku rindu amarahmu yang labil, aku rindu semua tentangmu.
Aku tidak hadiri pemakaman, aku hanya berdiam diri dikamar beserta rasa-rasa yang aku dapatkan dihari belakangan ini, aku mabuk dan memabukkan orang disekitarku.
Wahai Tuhan, andaikata kita bisa bekerjasama mungkin aku akan ajukan proposal waktu usia hidup di dunia atau kita bisa saling bertukar barang.
Aku mungkin terlalu naif atau aku terlalu takut menghadapi kenyataan, aku akan cari jawaban dan aku cari sampai aku mati nanti. Ya, tanya dan jawab.

Kakek dan seribu rahasia
Aku dan dia menyatu seperti tanah dan air
Seribu tanya dalam dada, “Kenapa, kenapa dan kenapa”
Dunia, ada apa, apa yang sebenarnya sedang terjadi
Tuhan, terangkanlah

Kini, apa lagi, kini, dan nanti apa. Para penghujat agungkan nama-nama Tuhan-nya, sembari terpaku, termenung menatap sebelah mata dengan harapkan kemalaikatan ataupun kebinatangan, ini sifat; ayat-ayat-Nya memvonisku. Aku tertekan dan kegalauan ini seperti bangau rindukan sarang dan kasih sayang.
Pada waktunya nanti ada sekuntung bunga mawar, seekor boneka beruang, pria malu-malu dan tingkah yang garang dari seorang gadis serta teman yang keterlaluan tak tahu malu.

Aku berdebat dengan kenyataan yang pahit
Langkah seekor gajah bagaikan gempa diiringi deru ombak
Tatapan usang sang nenek moyang, mengumbar kata mitos yang tak masuk diakal

Tiga tahun berlalu, aku yang dihina dan berasa berada diatas angin karena dosa-dosa yang aku banggakan, tak jauh beda dengan perahu yang mencari dermaga untuk sekedar berlabuh. Tiba-tiba datanglah manusia berbeda dengan tubuh yang lain, ia tawarkan rasa dengan sejuta kata, aku hanya manusia biasa yang tak bisa menolak. Sebatas hinaan yang ada, sebatas aku mendengar bisikan setelah kau selesai berbicara, aku menerawang makin jauh, makin jauh hingga bentukku terlihat seperti debu.

Tiba diperbincangan, rambut ku cukur habis
Tak kaget ingin mati, tapi tetap tatapan matanya mencintai

Sehina inikah manusia, ya Tuhan, kenapa aku menyebut nama-Mu disaat aku bingung dan mengapa aku melupakan-Mu disaat kepastian aku peroleh, mungkinkah aku hanya sepertiga dari orang-orang yang akan masuk neraka.
Desah kagum aku mengumbar, teman hanyalah teman, dia menganggap saudara tapi yang terjadi, kenyataannya dia tidak sedarah. Aku mencari jawab disela kesadaranku meninggi pula. Aku tinggalkan rasa cinta dan aku memandu kasih ditempat yang salah. Pada akhirnya aku terkapar juga disisi dermaga yang ada dan tersisa.
Mencuri dan mencuri, bukan karena lapar melainkan nafsu yang dibawa dari perkumpulan dan rumah-rumah kecil dengan keinginan besar tanpa rasa sabar, aku lakukan, dan tak akan pernah menyesal oleh proses yang menjadikan ku setengah iblis. Obat-obatan menyediakan kebutuhan yang tersendiri, jelas bukan kesehatan yang lebih baik tapi kemunduran berpikir.
Disini, dinegeri ini aku menjadi binatang, kebinatangan-ku menjadi sosok yang mereka anggap sebagai suri teladan, oh teman-teman mengapa kau biarkan aku masuk jurang padahal kalian tahu ini terlalu curam. Satu per satu dari mereka meninggalkanku, dengan cara yang curang, itu adalah satu hal yang aku rasa disaat tidurku dan minumanku hilang.
Cinta pun aku lupakan, kasih sayang hanya aku pegang dan sering aku lepaskan, waktu berlalu cepat mengejar dan aku makin menggeluti rasa ketidak-percayaan dengan penuh ketidak-sadaran total.

Aku ingat kakek, aku ingat mati dan aku adalah cucunya

Sesampai dirumah, kamarku tak jauh dengan gubuk-gubuk liar dipinggiran jalan raya. Aku ingat teman sebayaku yang selalu berbicara dan bertukar mimpi di kedai tuak. Ayahku membuangku, menyeret ku, membentak ku dan menghinai, aku jadi ingat Tuhan dan ceritanya.

Aku bermukim dikamar nenek, aku diberikan ajaran sejarah-sejarah
Tuhan, ia akan mati atau aku yang lebih dulu mati

Mengapa mereka menciptakanku, mengapa harus aku yang mereka ciptakan, apakah mereka tak bisa menciptakan anak selain aku, atau aku ini adalah salah satu karya mereka yang gagal.
Aku menuju pertemuan keluarga, ini mencengangkan dan aku memasuki alam ketidak-sadaran dengan sadar, tempat bersandarku adalah laut yang biru dengan warna permukaannya berwarna hijau, oh dayang-dayang kalian tak jauh beda dengan babi.
Aku anak ajaib, begitu ujar mata-mata melihat. Disini aku dimamfaatkan dan disini pula manusia mengalahkan manusia. Aku diberi makan yang katanya bila ditolak itu dosa, aduh aku terjatuh lagi dinegeri yang belagak pintar, muka-muka vertigo menampakan diri lewat permintaan-permintaan yang sebenarnya mereka bisa membuatnya sendiri.
Aku diundang, ini undangan pemaksaan, lebih baik aku mabuk sampai muntah darah saja. Ia menanyaiku tentang apa dan mengapa, aku ini bukan Tuhan, kawan. Ia tercengang dengan maksud menanyakan uang, apa dayaku, aku ini anak kecil sedangkan usia mereka 4 kali dariku, Tuhan mengapa Kau berikan ilmu ini padaku, masih banyak orang-orang yang lebih dariku yang bisa mengemban semua ini. Ada wanita menatap muka dengan tanda tanya, mungkin ia benar-benar wanita baik sehingga pada saat aku berkata ia langsung pergi, mungkin aku terlalu pintar dan aneh.
Aku sungguh menyesal, tapi aku akan coba bertahan. Aku diundang lagi, lagi dan lagi. Pada suatu saat teman lamaku kehilangan barang dan ia meminta pertolongan, aku hanya jasad yang disombongkan dan diandalkan, ini semua sungguh tidak masuk akal, ia menemukan kembali barangnya sehingga orang-orang tolol menatap ku penuh tanya. Ya, tanya dan tanya, sebenarnya aku sendiri pun demikian.

Aku akan kembali lagi menjadi tanah
Dan sudahlah

Aku lari menuju tempat peristirahatan, menuju tempat yang patutku pertanyakan. Disini aku membuka hati, sebenarnya aku ini apa?.

Aku menemukan lubang mimpi, aku masuk menuju sana

Aku lari dan lari dari ilmu yang aku dapatkan, aku tak tahu apa aku dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar, yang aku butuhkan adalah kepastian tentang siapa aku sebenarnya, aku melawan bagaikan menahan nafsu birahi, lalu melakukan masturbasi.

Aku dalam lubang mimpi, kemarin, hari ini dan esok hari

Aku semakin jahat dan garang saja, aku sembuhkan orang berpenyakit tapi sebenarnya aku ini manusia sakit.

Aku sadar dan menyandar
Aku bangun dan membangun
Mimpi sumur putih seperti susu
Aku ingin normal, Tuhan

Hari ini lebih baik tanpa tekanan, aku bebas dan aku melihat cahaya-cahaya terang yang berpusat pada satu titik, ini menyiaukan mata bathinku.
Beberapa tahun berlalu dan berhasil aku lalui, kemarin hari adalah suatu kejadian yang luar biasa tapi hari ini lebih luar biasa.
Selangkah demi selangkah masalah selesai, selangkah demi selangkah masalah datang. Mungkin akan menjadi lebih baik jika besok hari aku pesimis terhadap kehidupan atau aku menjadi egois.
Aku dibangkitkan dari senyawa-senyawa ketiadaan, sehingga lengkaplah aku sebagai manusia yang mulia, dimana aku menyempurnakan kekurangan dan kelemahanku dan aku rangkai kebanggaan diantara intuisi dan persepsi. Tatkala aku melambaikan tangan kearah teman, disaat kami akan berpisah, yang mereka harapkan adalah imbalan dan kenang-kenangan yang berupa barang (Sisi kemanusiaan), aku melangkah bagaikan keledai dipadang pasir. Diantara kekagumanku akan hal-hal kecil dan kebiasaanku yang mengutarakan perdebatan yang mereka anggap kecil.
Disisi kemanusiaan ku yang mereka anggap rendah, aku merangkai kata guna mereka.
Aku mendengar suara tembakan, akui mendengar surat-surat berisi ayat-ayat dan aku melihat muka yang hancur karena pukulan. Ini sebuah derita, ini pendekatan dunia terhadap mata uang, Sang Pembela Kebenaran dan Sang Penegak Keadilan, kalian mengumpan dibalik semua makanan dan jebakan ini tetaplah bermatakan mata uang.
Teman, kau pergi tinggalkan kota, kau pergi mengurung diri dan kau pergi menyesali.

Satu nyawa santun bahasa
Gelap ketiadaan mengumbar sejuta makna
Aku sendiri, di langit yang biru mencari bintang yang kau tunjuk
Aku berdiri, mengukir langit yang kau gambar di dinding hati

Aku mengisi hari dengan rasa bersalah dan mengalah, ini warna dan ini kata sedangkan mereka seringkali berkata bahwa mereka belajar membaca dan menulis secara bersamaan. Diantara gedung-gedung tinggi aku bernyanyi mencari makan, mencari teman. Sejuknya angin mengurai makna bahwa aku bisa menghitung dan memperhitungkan bahwa ini bukan hanya sekedar membaca dan menulis saja, tapi dimana letak bacaan dan tulisan.

Selepas aku lapar, lelah aku lepaskan

Tuhan dengan ukuran-Nya yang besar bagiku, menggapai angan menuju puncak kerinduan, Ia mengada-ngada dengan keadaannya yang dimana-mana, karena aku yakin bila Ia ada dihatiku Ia akan aman. Aku makan makanan sisa-sisa, waktu itu aku merasa manusia yang tersisa dari bahan sisa-sisa yang hidupnya sia-sia. Bilamana engkau ada disisiku kau tidak akan banyak bertanya tentang hal yang aku ceritakan kini.

Aku rindu rumah, aku rindu air kopi susu hangat di pagi hari

Kala rencana ku berhasil aku pulang, kala rencana ku gagal aku pun pulang. Namun yang menjadi masalah bukanlah apakah aku pulang atau tidak, tapi mengapa aku harus pulang?. Aku bertanya kepada orang, seperti melihat awan putih di siang hari, uh, makin hari makin aku mencari.

Teman dari teman mengucap, “Aku bermimpi”

Suatu pagi dimana sebelumnya malam itu aku merasa hina, bingung, resah, marah, tertekan dan semua rasa telah aku rasakan hadir dimalam itu, sampai-sampai aku berkata penuh dengan hujatan, makian, kritikan pedas dan kutukan. Bisikan hati mengumbat, “Bila aku mati pagi hari nanti, aku akan masuk neraka”, ya, pada saat itu aku masih percaya akan adanya neraka, adanya surga dan tempat-tempat yang kaum manusia belum datangi.
Mimpiku, aku melihat lubang tanpa warna, seperti tembok tapi tak berwarna, namun tranparan juga tidak, aku mengucap, aku melangkah, aku penasaran. Sebuah sumur tanpa tali timba, airnya ‘Putih’, putih sekali, sumur itu tidak terlalu dalam aku coba mengingat akan lubang ketidak-sadaran, ini hampir sama namun ini agak sedikit aneh, aku bimbang untuk melangkah, namun ini sumur airnya tidak bening namun putih. Tersentak, aku terjatuh tanpa tanpa bisa berteriak, aku pasrah akan apa yang menimpaku, sadarku akan semua ini aku terlilit oleh air yang lilitannya seperti kain, lembut sekali sampai-sampai aku tidak bisa bernafas. Aku pun terbangun dari mimpi itu.
Aku mengucap, apa dayaku akan mimpi, aku hanyalah orang awan akan dunia ini, lepaskan cengkram-Mu dari diriku dan silahkan Kau makan tubuhku bila itu akan melepaskanku dari kenistaan ini. Meskipun mereka berkata bahwa yang ku dapatkan ini adalah mukjizat, tetapi aku tetap tidak ingin mendapatkannya, aku ingin melepaskannya, lalu aku memilih manusia-manusia yang pantas mengemban semua ini dan itu semua terjadi.

Aku bebas dan tak akan pernah menyesal
Seperti merpati putih
Bayangan mengikuti ku, namun ini bukan setan karena aku yakin setan telah mati

Pada akhirnya aku berhasil membunuh karakterku sendiri dan mencari jari diri yang lebih baik, diupuk barat aku menemukan kegilaan yang rasional tidak condong menimbulkan seberapa besar tanya yang menafikan pemikiran-pemikiran nyata tentang keberadaan ku yang sebelumnya dan sesudahnya. Ini adalah masa depan dan masa depan ada ditelapak tangan ku.

Aku percaya akan adanya Tuhan, maka setan pun tak pernah jauh dari ku

Dengan gegap gempita, dengan semangat yang aku punya serta gambaran nyata tentang masa depan yang aku lukiskan dengan tinta hitam disebuah buku sekolah, aku hanya melukisnya dibagian belakang, hampir sama dengan cara seorang muslim membaca Al-Qur’an.
Aku menghisap dedaunan hijau, menghitami dunia dengan warna cat putih kotak-kotak, aku memakan obat-obatan yang warnanya warna-warni, aku menekan tombol untuk menghancurkan tembok pembatas antara budaya dan kemajuan masyarakat dunia dewasa ini, aku menghisap asap dalam tabung gas yang akan memicu kebakaran nasional, aku mendengarkan falsafah-falsafah para diktator, aku menutup mata tak kala hubungan badan menjadi bahan ekploitasi masal, aku menyuntikan macam-macam zat hanya untuk mencoba sejauh mana tubuhku bertahan akan rasa kecanduan, aku mengiris kulit dengan silet, aku menumpahkan darah untuk dijadikan makanan dan aku sendirian menuju pemusnahan yang diajarkan pada masa sebelum aku.

Sekaratku aku nikmati
Candu pun aku nikmati

Saling menyalahkan adalah hal yang biasa dan bertarung fisik menjadi semacam hiburan diruangan tengah didalam rumah, dikala dunia menunggu tenggelamnya Sang Surya, dikala tumbuhan menghirup oksigen dan dikala adzan magrib dinyanyikan.

Gema ini memudarkan tekad

Ada surga yang ternyata neraka, ada kawan yang ternyata lawan, ada anggapan bahwa aku pecundang, ada tendangan diantara rasa dendam masa depan, ada tawa penuh cinta, ada senang disegenap jantung kota, ada kentut didalam ruang, ada rasa kecewa yang tak pernah mati, ada pengharapan yang melelai kematian, ada aku dibalik lemari pakaian dan aku diam mencermati.
Teman, kau ingatkan akan aku, keberadaanku dan sekaligus terangkan siapa dirimu. Lambaian tangan, terlihat jelas, tentu aku rangkul dengan erat, seperti jalannya kereta api antar kota, aku berada diantara gerbong-gerbong yang usang dan sepi, aku berteriak dan aku kencingi kursi-kursi. Ya, temanku tertawa sambil berkata, “Hati-hati kau jatuh, nanti kau mati”, kami hanya bercanda menantang mati dengan tangan memegang sebatang ganja dan tertawa.

Aku ngantuk, aku tidur, aku bermimpi dan aku tak pernah bangun lagi
Sendiri aku menantang mati, sendirian
Menatap orang makan, mencari makanan sisa, mengendus seperti anjing
Pencarian dan dicari orang

Banyak teman banyak cerita, lalu mengapa aku lewatkan beberapa kalimat yang aku dapatkan dari lawak. Aku mengusik malam yang tak bertepi, aku menikmati, aku tak pernah sendiri, aku bermimpi dan ini mimpi. Pernah terlintas bagaimana nanti aku mati, aku ingin cara yang terhormat, maka aku mulai menghormati hidup ini tanpa pamrih tanpa ingin dihormati.

Banyak mulut banyak yang perbincangkan, aku dibincang
Secara tidak langsung aku dihakimi dan divonis, aku adalah pengacara juga jaksa, dan para penonton mendapat bagian menjadi penertawa
Apa daya, aku hanya kucing yang lewat pasar tradisional

Melukis lewat air hujan, melukis lewat media langit-langit kamar, aku terkurung disini dan berharap kembali sehat, aku meratapi kejadian yang sudah-sudah, aku disediakan untuk menghisap asap-asap, aku termakan obat-obatan, aku menyaksikan peristiwa-peristiwa yang runcing kontroversi-nya yang penuh dengan kontradiksi, bersama angin dan anak kecil aku menghiasi dinding jalanan, usai aku reda usai aku tua, gemulai penari balet, teorikal para pemain teater dan aku menutupi diri dari imajinasi yang tak terhingga. Sampai sekarang aku mengarungi lautan yang tak bernama dan aku tak bisa menyelam.
Bagaimana mungkin aku akan menepi dalam tirai-tirai tirani, bagaimana ada motivasi bila paksaan ini tidak datang dari dalam hati, bagaimana aku akan mengejar mimpi bila tidurku pun dilarangnya, bagaimana mungkin aku terbang saat melihat langit dimalam hari, bagaimana aku bisa sembuh bila aku mencintai penyakit.
Aku adalah harapan yang akan sirna, diatas fajar datang kala embun berjatuhan dan habis terserap sinar, aku gemulai seorang biduan yang terkurung menuai kidung-kidung dunia, matamorfosa yang tak terungkap entah sampai kapan. Sejuknya alam membuat aku larut dalam kekaguman pada ilahi Sang Pencipta bukan pada orang yang melahirkanku namun lebih kepada aku tersusun, tertata, tercipta, terbentuk dan terangkai dalam imajiner-imajiner kekuasaan dan kekuatan yang tidak dapat aku ungkapkan namun dapat aku kenali.
Dibatas bumi dibatas senja alam ini, merah merona menuai kata-kata, aku dan semua yang ada bersamaku, mengukir halaman-halaman harapan yang belum aku lakukan didunia hanya aku lakukan dalam kawasan tak terbaca dan tak terlaksana hanya sebatas rencana-rencana. Mendung hari ini, gelap dunia ini. Hujan rintik-rintik, begitu pula aku yang merenung diantara kawasan alam yang belum terjamah seutuhnya oleh akal pikiran dasar manusia.
Suara seluring dan petikan senar-senar yang dipetik seperti memetik buah dari pohon dan bunga dari tumbuhan, aku menggapai angan menuju malam tak tergoyahkan noda-noda pekat yang terkotak-kotak, yang tak bisa seutuhnya suci kembali. Diantara sejuta cahaya yang tercipta aku melihat rangkaian akan kilasan bintang-bintang, bintang berjatuhan, manusia menjadikannya sebagai daya nalar yang luar biasa, hingga pada suatu waktu mereka merangkai ruang dan waktu melalui media yang ada, mereka membentuk kumpulan senyawa-senyawa yang tak dapat dipisahkan dalam otak yang berkecimpung dengan hati. Ini merupakan anugerah luar biasa dari kelebihan yang didapatkan manusia-manusia yang mulia, dengan memulai peradaban yang baru, yang lebih beradab dari sebelumnya, memperbaiki sesuatu yang telah ada, menciptakan sesuatu yang belum ada, menghiasi dunia dengan keindahan dan ketololan, dan menamakan sesuatu yang baru dengan kata-kata.
Indah bukan?, ini yang mereka ingin dengarkan dan mereka mengungkapkannya dengan suatu penemuan-penemuan yang mendasar atas apa yang mereka dapatkan dari logika serta kerasionalan, karena yang rasional itu harus aktual dan sebaliknya, sehingga dasarnya pun menjadi penutup yang terhingga. Kita bicarakan lalu kita pikirkan, itu semua secara spontanitas dari apa yang menjadi leburan-leburan kecil yang tak terhingga, hingga peleburan yang terkecil dari hati, otak dan jiwa.

Terkurung pada bentuk dan senyawa
Aku mengutarakan benrtuk-bentuk molekul keinginan dari rencana sanubari
Mengembara seperti manusia dan membara seperti logam
Aku dan keinginan tanpa batasan

Sebatas mata melihat, aku mendengarkan apa yaang telah mereka lihat, meskipun terkadang aku bicara pada sesuatu yang belum aku lihat tapi aku yakini pada keseluruhaan yang aku ucap. Sebungkus rokok pun akan habis dalam sehari, bukankah itu sama dengan kata-kata orang yang baru merokok dan yang telah lama menjadi perokok.
Dunia penuh dengan isarat yang menggabungkan gerakan-gerakan kesehatan, mungkin kita berbicara dengan gerakan-gerakan yang seutuhnya tercipta atas dasar jasad ingin bergerak, mungkin kita bertindak dengan ucapan-ucapan, itu adalah suatu pekerjaan besar dan penuh tanggung-jawab, karena itu aku sempat menjadi bualan-bualan pencari isu dan isu itu membuat aku dicari pembunuh karakter.

Mendengarnya pun aku seperti merasakan
Melihatnya pun aku sudah mencicipi
Bertatapan mata, aku sudah dihakimi

Orang beragama melihat orang yang pertama yang menyebarkan agama, lalu orang pertama yang beragamanya, lalu kata-katanya yang menjadikan Ia begitu sering dido’akan mereka, Malaikat-kah itu?, yang pasti kesempurnaan yang dicarinya, karena manusia adalah mahluk mulia maka ia mencari kesempunaan seperti cerita-cerita dalam Alkitab.
Wajar jika para manusia itu memanjakan orang lain dengan harta, tahta dan kata-kata, karena itu yang akan membuat mereka terlena, apalagi kaum pria yang akan merelakan dirinya melakukan dosa (Masuk neraka, ujar kaum-kaum ortodok), karena melihat sebagian kenistaan yang indah dari gerakan badan wanita. Wajar jika kita terangsang, karena kita manusia, tapi karena kita manusia maka tolak ukur dari mulia itu adalah pencarian kesempurnaannya, karena bila manusia itu memikirkan tentang kesudahan dan kesusahan setelah mati, maka tidak lain mereka adalah kaum-kaum pengandai-andai.
Bila kita lepas dari ketegangan, bila kita relakan ketegangan dan bila kita tegang, apa yang akan kau pilih, menjadi dasar kau mulia atau tidak mulia sebagai manusia dimata dunia dan dimata bukan dunia.

Banyak karangan tentang kedamaian setelah dan sebelum perangan
Banyak karangan tentang indah dan pahitnya cinta
Beberapa manusia hina mulai mengutak-atik sistem keluarga dengan menambahkan ibu tiri, dan keantianya
Dan beberapa dari mereka mereka-reka kejadian dunia dan menciptakan dunia setelah mati; seperti renkarnasi dari tempat yang satu ketempat yang lain, namun dengan manusia yang sama yang akan dibawanya tetaplah dosa dan amal

Langkah usang iringi kepergianku disiang hari, marah yang aku rasa melebihi panasnya sinar matahari, benci yang ada dihati lebih dari bencinya seorang waria yang dihinai, sedih yang aku tahan seperti awan hitam yang tak jadi turunkan badai. Aku mencari teman lama, aku mencari sahabat setia yang tak usah aku ceritakan tentang kepedihan namun dia mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Seperti lari pada arah yang berlawanan, lari dari malaikat, sembunyi dari setan-setan.
Tanganku saling memegang jari-jari, jari tangan kiri takut pada kebaikan dan jari tangan kanan takut pada kejahatan. Apa salahku, sehingga aku merasakan serba salah yang luar biasa tak bisa terbayangkan dan tak biasa aku bayangkan. Aku melihat langit, dengan tangan saling menyentuh satu-sama lain, teduh yang aku rasa lebih dari surga yang aku bayangkan, aku berdo’a pada aku, aku berharap pada aku, aku menjadi aku dan aku tak percaya pada keakuan.
Dinegeri ini, dikota ini, dijalan ini, dilapang ini, ditanah ini, digang ini, dirumah ini, dikamar ini, diruang gelap yang tak terbatas, yang batasannya dapat menyinari mereka yang gelap dan kegelapan dapat mereka hilangkan seiring langkah kelembutan dan keyakinan akan cahaya hati. Mungkin, aku tergolong manusia yang menjadikan Tuhan dalam hati, mendirikan Tuhan sebagai apa adanya Tuhan, aku meyakini Tuhan dalam diri dan aku tumbuhkan Tuhan dalam hati. Seiring hari berlalu, aku isi dengan tawa canda, meski dalam hati sering bertanya, “Bagaimana dengan keadaan rumah dan isinya?”, meskipun aku sering membuat pernyataan bahwa dunia baik-baik saja.

Andai kata Tuhan berkeluarga, mungkin aku akan konsultasi kepada-Nya
Apa yang akan Kau lakukan bila Engkau menjadi aku
Tuhan, kenapa aku tak diciptakan dari lumpur atau batu saja?

Apa jadinya jika hidupku tanpa harapan, tidurku tanpa mimpi, hariku tanpa diri dan semuanya yang nyata aku percaya ada adalah halusinasi. Tipu daya tanpa akhir dan aku tak mau akhir dari semua ini adalah kerumunan orang-orang pencela yang wajarnya mereka adalah sekelompok orang-orangan media.

Lihat bintang diatas sana, perhatikan salah satunya, jadikan itu sebagai patokan, jadikan bintang itu bintang yang kau sukai
Lihat, kelap-kelip, seakan-akan ia mengerti apa yang kau rasa
Bintang, sebenarnya apa yang sedang terjadi
Warna emas kekuningan diantara biru, aku tumpahkan segelas rasa, seperti kegelapan yang tak akan lama ini
Langit, urungkanlah niatku malam ini

Dikaki langit aku menggambar, membayang angan-angan, mengukir sejarah, menancapkan tiang-tiang perdamaian. Apa jadinya aku yang terpana oleh rona bayangan fatamorgana api, sesaat aku renungi apa yang telah menjadi bayang dalam kehidupan hari kemarin, oh itu tiupan angin kekesalan.
Ingin aku dapatkan kamar dalam pelarianku ini sekedar merenungi, lari dari sesuatu yang sebenarnya orang lain bilang, “Aku tak perlu lari dan sembunyi”. Oh, Tuhan yang selalu aku minta petunjuk dan pertolongan, akankah aku pulang dengan gemgaman harapan yang lebih.
Akan lebih baik dari sebelumya jika aku sendirian dialam ini dan benda mati ataupun benda hidup hanya sebuah halusinasi berkepanjangan, aku cerca kehidupan diluar kehidupan yang aku jalani, berisi keyakinan akan kritikan yang aku terima begitu saja.
Aku tidak tahu apakah kehidupanku lebih baik dengan jalan yang aku tempuh, atau aku menempuhnya dengan kecepatan yang tidak stabil. Emosi diri mengoyak habis perkara-perkara mental spiritual ku.

Ketika imanku goyang, apa yang akan diri tanyakan
Ketika imanku mapan, apa yang akan menjadikan diri
Ketika imanku bulat, apa yang akan aku jawab
Ketika itu, imanku mempertanyakan pertanggung-jawaban diri

Nyanyian untuk anak kecil tentang bintang kecil aku ubah dalam bentuk terkucil penuh impian:

Bintang kecil dilangit yang kecil.
Amat kecil menghias si kecil.
Aku kecil dan semakin kecil.
Jauh kecil ditempat yang terpencil.

Bukankah kita sebagai manusia yang sudah tahu apa itu dosa dan apa itu amal, kita manusia yang terbiasa membaca bukan menulis dalam buku-buku karangan moral dan akhlak.
Kita menuntun dan dituntun, kita menghormati dan dihormati, kita menolong dan ditolong, dan lain sebagainya, dua sisi yang berbeda menggarap dan menggapai asa tanpa batas dalam daya nalar Sang Manusia-Manusia Normal.

Cinta yang terbagi dua dan cinta yang diduakan
Alangkah indahmu didunia yang fana
Mencintai dan dicintai
Alangkah indahmu dilangit yang biru

Satu hal yang tak bisa aku lupakan pada saat pembicaraan dimulai antara aku dan yang merasa benar, bahwa mungkin saja mereka beragama namun tak ber-Tuhan dan aku tak beragama namun ber-Tuhan, seandainya saja manusia sempurna pasti mereka tak akan menyembah, sebagaimana bahwa manusia menuntut kesempurnaan dan manusia menyadari bahwa ia tidak sempurna.
Untuk semua yang hidup, mati, setengah hidup dan setengah mati. Aku merangkai senyawa yang marginal untuk kaum marginal, diantara jutaan bebatuan dan bintang yang elok nan sempurna dalam tatanan tak terhingga sempurna, aku bagaikan buah yang dilarang Tuhan untuk dimakan kaum-kaum imperialis modern masa kini.
Seandainya ada warna yang bisa dipakai untuk merangkai rangkaian-rangkaian untuk membuat rumusan hidup, yang bukan berdasarkan pada angka-angka dan juga tulisan. Secara tulisan manusia mengetahui tentang apa yang harus dibuatnya dan secara lisan manusia bimbang untuk melakukan, apa yang seharusnya ia lakukan padahal ia tahu apa yang ia harus lakukan.
Manusia tidak hidup berdasarkan tulisan-tulisan karena itu semua akan membentuk keragu-raguan yang mendalam pada dasar kehancuran yang mengambang dalam, namun akan berbeda bila sebuah angka menunjukan hal yang pasti karena mereka meyakini hal-hal yang pasti, padahal tulisan lebih pasti daripada angka-angka.
Eksentrik yang menunjukan jahat hanyalah bayangan manusia-manusia tentang kejahatan, kejahatan yang ada ditimbulkan dari buah nafsu yang membayang dan mematang dalam rumpun-rumpun kemanusiaan. Pada dasarnya kejahatan hanyalah kejahatan dan kebaikan tetap kebaikan, tetapi lalu mereka mulai kebingungan bila dalam kejahatan ada kebaikan dan sebaliknya.
Diantara seantero alam ini aku membuat proposal tentang siapa aku dan mereka, karena dimereka ada kau, mereka adalah salah satu bentuk lain dari kami dan dikami ada aku dan kau.
Bagaimana mungkin bila mukjizat dan keajaiban timbul karena manusia-manusia tersebut melakukan hal yang tepat dan benar dalam ruang dan waktu yang benar dan tepat pula, lalu apa gunanya do’a-do’a, apakah itu hanya sebuah penyejuk iman saja, karena di iman ini ada dihati, lalu dihati ini ada apa?.

Bisikanku terlalu jauh, menembus langit dan menyentuh benda yang bukan tanah
Seiring angan dan pikiranku membentuk aku, aku terakui oleh aku
Keadaan sosial yang tak seimbang membentuk permasahan-permasalahan
Ini, sebuah proposal dan kini tetap saja proposal
Oh, jagat raya yang dikatakan Al-kitab~Al-kitab akan hancur, haruskan itu?
Bisikan hatiku dan ruang yang aku tunggu dalam waktu yang aku cermati, semuanya berakhir sepi, tenang, damai dan aku nikmati

Kini aku pun merasa mati tetapi hidup, aku ingin segera mati dan menginginkan kematian bukan dikarenakan aku ingin segera mengetahui bagaimana mati tetapi aku telah bosan dengan keadaan hidup ini. Seiring bumi berputar dan pikiran melayang serta hati tertekan, aku dipenuhi luka-luka yang terrasa pedih dan perih. Bila memang bumi ini adalah planet yang damai, mengapa aku merasakan sebaliknya, bahkan kebahagiaan yang aku lihat, aku dapatkan dan aku rasakan adalah sumber dari sumur keinginan dengar air kedinginan.

Sesaat aku menyentuh tanah dan sesaat aku tersentuh angin

Aku dibangunkan dan aku terbangun hanya sebentar, aku dan mataku yang busuk disertai mimpi-mimpi yang berbekas, seperti berkas-berkas yang tak terpakai namun tak bisa dibuang. Mereka seperti sedang membicarakan dan berbicara dalam diamnya, dan aku sadar aku mendengar bisikan hati mereka, aku seakan-akan bermasalah. Masalah-masalah yang aku dapatkan dari bisikan, aku tumpahkan pada ruang dan waktu yang sama kedalam angan hingga tak berbentuk hanya membuat lubang-lubang, masalah lagi maka lubang lagi.
Bila sebagian dari mereka berkata bahwa ini adalah sebuah karya yang kaya atapun anugerah dari Yang Maha Esa, seakan-akan semua argumen yang didalamnya terdapat fragmen-fragmen bahasa yang tunggal dibuatkan dalam bentuk konsep-konsep ketuhanan yang masuk akal bagiku terkadang itu semua tidak semudah prakarsa kata-kata namun lebih dari kebohongan besar tentang siapa aku yang menentang kepekaan jiwa dalam lubuk hati yang ingin berteriak mati.
Aku yang meninggalkan beban-beban dengan tekad aku ingin penuhi tanggung jawab yang mereka limpahkan kepadaku, seperti rasa pamrih Sang Dermawan perusahaan besar.

Aku rindu akan rasa rindu
Aku dirindukan dan merindukan
Aku bagian yang cacat dari kebenaran dan ketiadaan
Hey, lubang-lubang dan bisikan-bisikan, apa kalian dengar bisikan yang keluar dari lubang sanubari yang kental dan kekal ini

Pernah berpikir, apa mungkin aku gila. Beberapa dari mereka menyarankan kejiwaan seperti menyeretku yang lemah dalam daya nalar yang ekstrim serta meniadakan kesedihan dalam tangisan air mata-air mata, jika memang engkau tahu apa yang sesungguhnya yang ada dalam penilaian maka lindungilah aku seperti aku melindungi kalian dari bisikan-bisikan yang membuatkan lubang-lubang keprihatinan. Apa aku harus senaif ini, meskipun aku tak berdaya, meskipun aku jahat, aku tak akan pernah meminta apapun dan dalam bentuk apapun itu. Oh, Tuhan aku menunggu waktu dan tempat yang telah Engkau tetapkan dalam tulisan tak berbayang dalam penampakan yang tak terlihat, namun aku percaya jelas bahwa terkadang Engkau bertindak egois lebih dari keegoisan manusia.
Aku berkata terlalu jauh sampai-sampai aku ditinggalkan dan meninggalkan, ini apa dan ini siapa, oh kasih sayang yang aku agungkan seperti angan bercerita tentang cinta dan cinta. Kita yang selalu bersama mencurahkan kata-kata bahwa sampai kapanpun kita akan selalu bersama, meskipun ketidak-sadaran mencapai puncaknya. Oh, kesadaran yang agung, aku mencari jawab pada ketenangan jiwa yang merebah dalam semaraknya pesta, serak suara dan sejenak hati berkata, “Mengapa”.

Aku jadi ingat kasur butut, terkapar dan bersandar jasad ku
Yang selalu menanggapi ku yang terkubur dalam ketidak-hadiran hari
Aku tak percaya, mereka berkata, “Aku sakit jiwa”

Keabsuran yang tak terhingga membuat kepercayaanku berkurang, tak pernah aku bayangkan bahwa aku hanya seorang budak yang kecil dalam pandangan mata, yang seperti debu. Letih dalam diri mengorbankan titian jiwa yang laksana cakrawala nusa dan bangsa.
Aku akan mencoba perdalam hal-hal yang bertentangan dengan jiwa dan bertolak belakangan dengan pemikiran yang mendasar.
Semuanya akan mundur cepat ataupun perlahan, semuanya akan kembali ke awal. Semuanya akan seperti titik nol yang pernah aku lalui bersama mimpi-mimpi.
Saat rahasia tidak dapat aku pertahankan, saat kepercayaan tidak dapat aku dikembalikan, saat semuanya seperti sampah yang tak dapat didaur ulang. Oh, Tuhan aku ini manusia apa, yang mengkhianati diri sendiri dengan janji diri, kemana jati diriku selama ini?.

Angin berhembus menerpa rambutku yang kusut
Sibakkan wajahku untuk melihat rasa sakit dijalan beraspal ini
Dalam kepanasan langit yang biru serta teriknya matahari, aku berharap dan berjanji
Pada apa, aku sendiri tak tahu dan tak mengerti
Tuhan yang aku percaya sebagai satu-satunya Tuhan yang ada dialam ini, mengapa aku berjanji untuk merahasiakannya
Ingkari hari dengan rasa cinta dan kerinduanku yang terdalam
Laksana kuda kencana yang kehilangan roda-rodanya
Aku makin tertekan dan terluka saja
Bila sanubari ini bisa berkata, mungkin akan mengucap kata mengapa dan dimana rumah sakit itu

Bila manusia menggunakan tubuhnya untuk menempelkan iklan-iklan, mana mungkin ia dapat bebas tanpa borgol besi. Aku hanya ingin mandiri, mandiri akan membuat lahirnya kebebasan untuk meraih yang terbaik, yang benar-benar terbaik.
Ada pertanda, tapi aku acuhkan. Untuk hari ini aku ingin berdiam diri dan tak berkomentar, aku takut kritikanku dikritik dan tak ada akhir dari kritik ini. Oh, hari yang agung dan detik yang mulia, kapan ada kabar gembira datang. Aku terlalu berharap, sehingga hal ekstrim mengedari saraf-saraf peredaran darahku dari kepala menuju jantung lalu memutari seluruh sistem tubuhku ini.
Jika aku tampan dan mendapatkan wanita cantik, apa itu namanya?. Sampai mati aku seperti berbakti tanpa arti, dimana arti yang menyatakan bahwa hari ini sangat indah sekali.

Awan terbitkan merpati-merpati untuk mengelilingi bumi
Sekedar melihat, sekedar terbang untuk melihat-lihat dan kerkata. “Hallo”
Aku melihat ada yang mati dan yang hidup dibelakang ku dan aku pun dibelakangi
Aku berusaha dingin saja, tapi ini membakar hati
Aku jadi tambah hati-hati

Aku tak terbiayai, aku sebatangkara, aku balita yang terkena busung lapar, aku anak yang terkena virus polio, aku terintimitasi dan aku menjadi bagian darinya yang selalu penuh harapan akan angan-angan kemasyuran.
Mereka mengajak diriku beradu argumen, mereka membawa ayat-ayat dalam Al-kitab, dalam hembusan nafasku aku tak bisa berbuat apa-apa dan aku secara tak langsung telah mereka kutuk sebagai manusia yang akan menderita seperti cerita-cerita agama, orang tua tempo dulu dan karma. Lalu aku berkata dalam kekesalan dan penuh kata untuk menekankan tentang siapa aku sebenarnya, “Jangan bawa-bawa agama, jangan bawa ayat itu untuk menghukumku karena orang yang beriman pun belum tentu masuk surga dan kau bukan Tuhan”, lalu mereka pun membalasnya dengan kalimat, “Jadi kau tidak mau termasuk dalam golongan manusia beragama, jadi kau ini bertindak sesuka hati dan kau ini termasuk manusia yang akan menderita, yang akan merasakan akibatnya nanti”.
Dunia, kau saat ini tak ada disampingku bahkan Tuhan sekalipun tidak membantuku, rasanya Tuhan memihak mereka karena mereka mengambil sebagian ayat-ayat dalam Al-kitab yang Engkau buat.
Bila mereka mengutuk karena kecewa akan apa yang aku lakukan, lalu apa jadinya mereka jika tanpa aku, kehidupannya yang sama dengan cermin penuh debu. Berapa pun jauhnya, berapa pun jumlah para pengagung harapan itu, berapa pun makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang mereka sebutkan, berapa pun makian yang mengintimidasikan aku dan aku adalah bagian dari tempat sampah kekecewaan jiwa Sang Harapan yang tak terkabulkan Sang Waktu, dan sebenarnya tempat itu hanya kefanan mereka saja saat mereka ingin pergi ke lain dunia yang berbeda.
Omong kosong, bila semua itu benar, karena kebenaran didunia ini tidak ada kekal, yang namanya kebenaran tetap bernilai relatif, mungkin hari ini kalian benar namun belum tentu besok hari akan benar pula, karena aku yakin itu bukan kebenaran yang abadi. Jadi aku tak akan mendo’akan kalian masuk neraka, jadi aku tidak akan mencela kalian karena hari ini perjuanganku tandas lewat ayat-ayat yang Tuhan buat, aku tak akan mengharapkan kalian mengerti dan memahami namun aku harap kalian sadar apa yang telah kalian katakan pada diriku ini.
Dan aku ini bukan milik mu dan aku pun sadar bahwa diriku ini tidak seutuhnya milik ku.

Apa artinya benar jika kebenaran itu memaksa
Apa artinya paksaan jika paksaan itu tidak efektif
Aku berubah tidak seperti bentuk awan yang terhempas angin
Aku akan menyerah hanya untuk kemenangan
Aku tersenyum, ya tersenyum, tidak menangis hanya tersenyum
Ketetapan Tuhan adalah ketetapan yang tak akan bisa berubah, namun yang terjadi disini bahwa kalian seperti merangkai ayat-ayat yang cenderung rancu
Ini seperti ketetapan Tuhan yang dibuat untuk kalian, lalu kalian membuat ketetapan untuk diri sendiri dan secara tersendiri

Sumpah, aku mencintai alam semesta dan seluruh isinya, yang aku ketahui dan yang belum aku ketahui, maka semestinya semua ini abadi. Mungkin seperti rasa cintaku akan alam ini akan ku buat bayangan tentang surga yang damai dan nyaman seperti sebuah karya cipta yang akan selalu dikenang.
Dalam ketenangan aku berpikir, dalam gundah aku berpikir, dalam kesal aku berpikir, semuanya atas nama saja, semuanya hanya untuk kepentingan sendiri maka semuanya seharusnya tiada dalam bayangan tentang apa itu efektif dan efesien terhadap paksaan untuk mengubah diri seseorang, contohnya aku, maka ini merupakan bara api neraka.

Tuhan, jika benar Engkau ada dan berada, maka tuntuan aku dalam titian surga yang kau janjikan, tanpa harus memaksa aku untuk memaksa orang lain lagi, karena aku mengendus dan menghembus nafas ini seperti sebuah penyakit
Aku ingin memecahkan barang pecah belah
Aku ingin terbang namun aku tak bersayap
Aku ingin mati, mati yang lebih baik dari mati

Prilaku manusia tidak sama, maka cara memperlakukannya pun berbeda, bermacam-macam cara aku tuangkan sebagai ramuan untuk memahami prilaku masing-masing

Ini sebuah angka tak terhingga, ini keaneka ragaman jiwa dan ini merupakan keistimewaan
Tak ada rumusan untuk menghitungnya
Panggil sejuta ilmuwan yang ada didunia ini, maka mereka pun tak akan bisa mengambil alih kendali keistimewaan ini

Aku lebih peka dari orang yang ada diselilingku, maka aku akan mempunyai pengaruh dan aku manusia yang berpengaruh. Pada saat kepekaanku menyentuh mereka yang tak tahu apa-apa tapi secara tidak sadar mereka sadar, mereka heran dan aneh, akibatnya banyak pernyataan, “Aduh, aku pusing”.
Bila memang benar sukma dan kalbuku seperti ini, maka akan ku dapatkan alasannya tanpa menunggu waktu kematian, tapi akankah aku mati setelah aku dapatkan alasannya, aku tak peduli.
Gendang telingaku merambat pada sesuatu yang diluar jangkauanku, lalu kontak mataku secara spontan melihat melalui hati terekam namun hanya sesaat saja, jadi mengapa aku jadi begini?.

Yang terdalam, yang tak aku mengerti
Untuk sesuatu diluar jangkauanku
Apapun itu, berilah aku jawaban atas pertanyaanku?

Kerinduanku makin tak terbendung, menanti kejujuran dan kesempurnaan yang tak terbatas langit nan biru, bintang-bintang berbisik tentang suara hati yng makin tak rasional, batu pualan menjadi batu yang menghembuskan cerita-cerita mitos kejadian sebelum aku dilahirkan, es membeku sukma dan menabur tawa aura jiwa, rangkaian senyawa menjadi imajiner yang tak terlepaskan hati untuk mengikat janji, rasa sakit dan pengobatan hanya sebuah kerinduan yang terlupakan dan aku ini adalah senyawa rekayasa.
Jika manusia itu hanya sebagian yang putih, hitam dan belangnya warna (Sketsa tanpa warna, sebuah rupa manusia), ingatlah namaku disetiap hembusan nafasku yang hanya menjadi petuah-petuah sang saka yang tergolong miskin dan menafikan semua kondisi yang sikis dengan menyebut nama-Mu.
Penyembahanku adalah persembahanku, hanya pada satu Tuhan, pada satu Manusia, pada satu Ibu, pada satu Bapak dan pada satu Teman, selamanya aku akan melakukan pencarian yang kematian akal, yang memperkecil nilai-nilai dengan maksud ingin mengingat hal apa-apa yang terkandung dalam alam ini

Lalu, apa aku tidak berdaya?
Sehingga aku terkapar
Meskipun aku sekarat
Tak bernyawa, tak berarwah dan tak mampu berpikir secara adil

Oh, manusia-manusia yang Tuhan ciptakan dengan rasa cinta, yang ingin sempurna dengan menuntut pada karya cipta dan penyempurnaan rasa.
Aku ingat suara-suara serak itu, tidak seperti manusia yang baru sembuh dari penyakit sesak nafas, asma dan batuk berdahak.
Aku buta, aku tilu dan aku bisu, tapi seingatku aku masih bisa merasakan mengapa aku begini, mengapa dengan sedemikian rasa tanya yang besar aku mengucap syukur pada kebesaran Yang Maha Besar itu aku adakan dalam hati yang mengepal. Aku menyandar pada benda yang bisa menumpu badanku dengan baik, aku mengingatkan kesadaranku pada apa yang menjadi dasar aku diciptakan maka aku kembalikan semuanya pada-Nya.

Seiring aku ada dan Dia tiada
Aku ciptakan ketiadaan itu dengan separuh mengada-ada
Aku harus yakin bahwa Ia ada kala aku tiada, karena aku sendiri yang menciptakan-Nya dalam tingkatan yang abadi dan mengabdi
Ingat jiwa yang terkurung sangkar, sampai aku menyumpahi Dia akan mati dengan begitu saja
Oh, jiwa ini makin tak berdaya, tapi pikirku Ia akan terus ada dan makin kuat saja
Separuh nafasku berhembus mencari jalan keluar dan jalan keseimbangan yang benar dan baik
Tenang-tenang, sabar pun aku nikmati

Ada beberapa catatan yang tertunda ataupun ketinggalan dikereta yang aku pakai sebagai alat transportasi, beberapa kali aku tidak stabil, mungkin ini hanya perasaanku saja, ya mungkin saja dan hanya mungkin. Beberapa wanita cantik serentak mengelilingiku dengan maksud yang tak aku mengerti, apapun maksudnya yang pasti aku tak bisa mengacuhkannya dengan begitu saja. Ini sebuah pencerahan bagiku yang akan aku umbarkan kepada mahluk hidup dibumi ini dan benda-benda mati dengan begitu ia akan terrasa hidup.
Wanita cantik adalah manusia bodoh, begitu kata yang terlontar dari pikiranku tapi tidak perasanku, mungkin aku ini manusia tolol. Aku melihatnya sebagai pajangan, mungkin terlalu kasar tapi begitulah jika aku merasa dihinakan oleh mereka-mereka yang sombong dengan alas muka.
Mereka menjerat dan memaksa. Teringat akan hati yang mengikat janji dan sumpah, atas nama Tuhan aku bersumpah, aku bersyukur tidak atas nama agama aku berkata, tanpa dasar apapun juga aku dikelabuhi.
Begitulah aku dan banyak cerita yang tidak masuk diakal oleh cerita-cerita karangan-karangan yang spontan oleh keluargaku, mereka tidak mengakui keberadaanku dan kadang mereka mengakuinya, itu seperti paradigma yang menghantuiku saat suara deringan telepone terdengar diluar kamarku berada.

Hinai ku dengan cerita-cerita karangan
Bodohi aku dengan karanganan bertujuan
Takuti aku dengan mitos-mitos tak beralasan
Dan bunuhlah aku jika aku dianggap tidak ada ataupun tidak sama dengan kalian

Diluar akal sehatku aku jadi berandai-andai, aku berprasangka dan menambah curigaku jika kata-kata pesan itu tidak mereka sampaikan.

Baik atau buruk, yang namanya amanat harus disampaikan

Aku seperti terbakar, kepulan asap hitam menjadi penghalang pemandangan indah mata-mata orang lain, aku sungguh hina, demi Tuhan aku sangat hina.
Aku seperti membeku, aku mencair tak lama sinar matahari menembus kulitku, ini sungguh mengerikan. Aku menjadi histeris bukan karena mimpi-mimpi tapi cerita yang diberikan orang-orang saat mimpinya menjadi beban ku, kini aku seperti tak berdaya, alkohol dan belaian kekasih pun tidak mampu menghangatkan tubuhku ini.
Aku seperti media seni dan sekelilingku menjadi bagian imajinasi-imajinasi yang tak tertampung diantara buku-buku, aku hanya dapat merangkum dengan bahasa kalbu, ya bahasa kalbu yang dapat mengerti sesungguhnya apa yang sedang terjadi,. Mungkin kini aku hanya sesuatu yang indah, tiada hal yang lainnya, hanya indah saja.
Aku dan beragam rasa yang membentuk aku adalah sebagian yang sebagiannya adalah hal-hal yang mereka hina.semua yang aku puja mungkin sebaliknya bagi mereka, aku tak mau memaksakan hal-hal yang relatif, tapi akan berbeda jika membicaraan hukum agama yang kekal dan abadi sampai hari akhir.

Aku yang tidak kekal dan tidak abadi ini, hanya sebongkah kayu

Aku bukan hal yang penting untuk kalian perhatikan, agar aku bahagia. Toh, dengan kalian tidak memperhatikanku, sebagian dari dasar hatiku mengucap, “Dengan begini aku bahagia, bisa membahagiakan diri dan orang lain”. Pada dasarnya kalian semua ingin bahagia tapi tak bisa memberikan terjemahan dan arti dari kebahagian itu sendiri.
Kebiasaan lamanya adalah menggerutu, memberikan penilaian yang tidak perlu, memaksa argumentasi yang tak bisa masuk diakal, dan aku adalah objek penderitaan yang sesuai dengan kata hatinya.

Kalau nenekku bercerita, aku pasti percaya, sepenuhnya, aku percaya
Katanya adalah kebijakan dan apa yang dilakukannya adalah kebaikan
Aku ingin seperti nenekku, yang aku hormati dan ia selalu menghormatiku sebagai manusia yang apa adanya
Jika memang nenekku harus mati maka itu adalah kenyataan dan bila ia lelah menghirup udara dunia yang fana maka itu adalah kebenaraan

Daya nalarku mulai mati seperti sketsa dalam buku-buku tebal yang tak pernah dibaca selama ratusan tahun, aku kini dipenuhi debu, mungkin aku hanya dapat menoleh kebelakang tentang diriku sendiri, membaca kedepan tentang segala macam yang bertentangan dengan pemikiran-pemikiran, melalui intuisi-intuisi yang khilaf dikarenakan mati selingi mimpi, lalu renungan adalah harga mati yang tak berarti banyak dalam menghadapi masalah-masalah dan kemelut yang semrautan serta ngawur.
Aktivitasku kini tidak jauh seperti orang awam yang baru mengenal cinta kasih, oh Tuhan manakala Kau ciptakan diriku dengan penuh kasih sayang, lalu mengapa saat aku dilahirkan melalui benih yang orangtuaku tanam ditaman harapan masa depan, dengan sarana yang belum ada, aku menjerit dan menangis saat keluar dari rahim ibuku, aku seperti sudah tahu bahwa dikehidupan yang akan aku lalui ini dengan cepat dan lambat akan penuh penderitaan.
Aku sudah siap-siap mengenal kematian sejak aku diberikan kehidupan, namun proses ini terlalu panjang untuk dibayangkan dan terlalu singat untuk diingat.
Oh, cahaya-cahaya keagungan yang melebihi daya nalarku tentang kesadaran secara luar biasa bahwasannya ia bertentangan dengan objek dan subjek yang ada dihadapan mata, bahwa keagungan tingkat tinggi adalah kesadaran yang tak pernah lepas dari daya nalar ini.
Aku pun mencoba mendengarkan dan memperhatikan, dari semula aku tak pernah berpihak pada sisi apapun, hitam ataupun putih. Aku hanya bagian dari ketidak pastian yang tak terhingga sehingga para ahli menciptakan ukuran-ukuran kepastian dalam dunia. Mungkin aku ini manusia yang bukan manusia, saat daya nalar mengukur bahwa kehancuran menciptakan kesempatan, maka peperangan bukanlah salah satu kendaraan untuk melihat kesedihan dari janda-janda dan anak yatim piatu yang terpojok disudut kota yang bergelimpangan darah dengan lukisan kehancuran ditembok-tembok bangunan yang tinggal tersisa sebagian.
Aku mencintai dunia ini, sudah seharusnya aku menunggu kepastian, lalu aku pun menjadi hitam diantara putih dan sebaliknya, namun hidup ini masih panjang, proses ini seperti sebuah siklus kehidupan yang relatif diantara semua kehidupan, kalaupun ada planet dan kehidupan yang berbeda pasti semuanya akan sama, aku yakin, sepenuhnya, aku yakin.

Aku bertanya pada semua yang ada dan tiada dimuka
Dari penampakan yang tak terhingga menciptakan kata sambutan
Tolong”, aku mendengar, ya aku mendengar
Disini mereka mencoba membuka probabilitas peluang kedamaian
Dan disini kehancuranlah yang pertama diciptakan

Bohong bila dunia ini telah bobrok, dari dulu dunia tetap saja sama. Alam hanya mengikuti manusia bukan sebaliknya, jadi tetaplah memberikan apa yang dibutuhkan alam, maka alam akan memberi apa yang dibutuhkan oleh manusia.

Maka muncullah spiritual dari adat istiadat dan kepercayaan
Karena sesungguhnya manusia membutuhkannya untuk bertahan hidup
Karena ada keyakinan yang timbul secara alami bahwa Tuhan menciptakan alam dan seluruh isinya
Maka manusia ber-Tuhan untuk alam dan seluruh isinya

Jika pembenar tentang apa itu fanatik, dan apa itu tindakan pemuja kata-kata ataupun kalimat, tak jauh beda dengan dengan istilah-istilah sinonim masa depan. Aku berandai-andai dengan janji-janji, dan mitos-mitsos nenek moyang.
Tersungkur aku dalam lubang sumur yang menganga dalam ketiadaan tanpa batas alamiah dari hukum rumus fisika dan matematika.
Andainya aku Tuhan, yang menciptakan mu.

Terbungkamnnya kau mengandung makna, bukan kebenaran
Kebenaran tidak mengandung makna, namun makna mengandung kebenaran
Aku yang tersingkir dan tersingkir dalam bayangan khatulistiwa yang hakiki
Aduh, aku Tuhan tanpa nama
Jika aku ini Tuhan, aku tak akan menciptakan mu

Sejenak aku bertanya pada nafsu yang membuat manusia menjadi marah, berpegangan ada apa yang menjadi awal pertemanan, ia bertanya, “Kapan kau akan berhenti mengkonsumsi narkoba?”, lalu aku menjawabnya dengan kata-kata, “Itu sama saja dengan bertanya, kapan harga narkoba murah”, lalu aku pun bertanya pada dia, “Kapan kau akan menikah?”, lalu ia berkata, “Itu sama saja dengan bertanya, ‘Kapan aku hamil’, ada-ada saja!”.
Cerita derita yang mengharapkan kebahagiaan dan diantar kebahagian itu akan selalu ada derita yang menyedihkan para pemeran kebahagiaan. Bagaikan sebuah pameran kehidupan yang dimana terbagi atas dua sisi, ada kaya dan miskin, dan ditengah-tengahnya terdapat tembok pembatas yang transparan, yang sewaktu-waktu bisa didobrak

Aku tak peduli, akan dijadikan apa aku ini
Hanya jika itu berdasarkan rasa seni (Musik untuk menunjukkan diri, panggung teater hanya untuk merasakan peran dan mengarungi diri lewat perbuatan lalu perkataan)
Hanya jika itu berdasarkan ilmu penngetahuan yang berguna dan jika pengetahuan itu tidak gagal
Hanya untuk dirimu, tentu saja untuk memperkaya rasa lewat kalimat, “Bunuh diri itu tindakan yang bodoh tapi keren, dan sebaliknya”

Aku berkata sambil menutup mata dan telinga, aku melihat saat mulutku ditutup dan telingaku tertutup, dan aku mendengar saat mataku ditutupi dan mulutku menutupi. Ini semua adalah tindakan melawan maut yang sia-sia, lalu aku pun mulai memperdalam perasaan, hanya untuk ketenangan, ya tiada lain untuk ketenangan.
Aku besar dan aku dengan segala ego dan kualitas kemanusiaan yang ku milliki serta kuantitas mimpi dan harapan ku.
Bayangkan jika aku ini adalah bangkai berjalan, bayangkanlah.
Malam ini aku hanya ingin tidur, dan siang ini tak jauh beda dengan malam. Dalam usiaku aku mencari tempat perlindungan.
Apa gunanya aku jika bicaraku tak didengar dan tak pernah mereka mau mendengar, ini adalah makanan makna sosial dari struktur berjenjang dan piramida besar para pengagung bahasa.
Aku adalah arsitektur, aku rancang bangunan dari debu-debu yang mereka buang dilantai-lantai marmer gedung-gedung besar yang megah, dengan bahasa kalbu seakan-akan mencaciku yang tak berguna. Aku adalah rekayasa biologi politik.

Ingat aku, ingat ledakan besar abad ini
Ingat aku, ingat akan letupan minuman soda ditenggorokanmu yang bisa membuatmu melakukan sendawa
Ingat aku, yang terluka tanpa perban
Ingatlah aku, karena aku akan mengingat sebisaku
Dengan ingatanku, aku bisa ingat dirimu

Bunga melati kecil yang menggemaskan dikerajaan, bunga jalanan yang mungil mengenaskan. Akan aku kenang dirimu teman.
Lemas, lemah tak berdaya, aku nista dan penuh dosa terkubur disisi ruang bahasa. Oh, suster yang melayaniku, kapan kau akan berkata, “Aku akan selalu disisimu tuan”.
Jika memang benar rasa cinta itu ada, maka pertahankanlah.

Aku rindu, wanita-wanita yang aku cintai, yang pernah mengisi hari-hari
Bersama dia, hari aku lewati
Dan hari ini dia pergi entah kemana

Aku merangkum diri dengan kejujuran, karena aku akan merasa terbebani oleh karenanya, sederhananya aku mulai terbuka dengan keapa-adanya aku dan siapa aku sebenarnya. Namun yang terjadi malah sebaliknya, mereka-mereka malah menjauhi ku, takut oleh karena ku dan aku menjadi korban dari kejujuran yang mereka harapkan tidaklah seperti apa yang aku lakukan dan aku katakan ataupun tidak seperti harapan mereka, yang mereka kira tentang siapa aku, yang ada adalah bertentangan dengan aku yang telanjang ini.
Aku bertanya, “Apa kamu sakit?”, ia menjawab sambil batuk-batuk dan terdengar suara ludah seakan akan ia sedang mabuk parah, “Tidak”.
Lalu dengan rasa penasaran yang tak dapat kutahan, aku tanyakan, “Apakah kamu sedang mabuk?”, lalu ia menjawab, “Tidak, ..... ya... terserah kamu lah!”.
Definisi ku muncul: ia menjadi sakit karena mabuk dan, atau ia mabuk lalu kesakitan, atau bahkan dari pandangan yang kasarku, ia benci aku, rasa bencinya seperti ia membenci waria-waria ditaman kota.

Jangan salahkan aku, karena benar dan salah itu hanya sebuah pandangan saja
Kebenaran yang sederhana ialah yang mengandung makna rasional
Mungkin saat ini aku salah dan kau benar, tapi semua itu hanya berharga relatif saja
Aku tak ingin mempunyai kesan hina, setelah aku dihinai dengan ludah kentalmu itu
Sengaja ataupun tidak, aku ucapkan selamat tinggal didunia, dan sampai jumpa di alam kefanaan yang berbeda

Secara singkat, aku melihat kefanaan yang objektif namun dalam sisi-sisi yang berbeda aku merasa tidak ada sama sekali ataupun secara riset para ahli, aku ini bukan manusia yang akan diperhitungkan.
Aku ingin mati, kalaupun kematian iu tidak kunjung datang, mungkin lama-lama aku akan melakukan bunuh diri. Karena aku tidak peduli dengan kewajaran dan ketidak-wajaran.
Inilah aku dengan dasar persepsi yang berbeda, mungkin aku terlalu naif, terlalu memaksa dan terlalu cepat mengambil kesimpulan yang ada dari sebuah objektivitas yang sesungguhnya tidak nyata adanya.
Aku melakukan mansturbasi dengan jari jemariku sendiri
Kalaupun itu karena kamu, aku harap perhitungan dosa itu tidak memperhitungkan dan membawa dirimu

Terletak dari kedalaman, aku yang melihat siklus dunia, perputaran sosial dan tingkatan yang saling memutari. Aku percaya bila dunia ini terbagi atas hitam dan putih dan sebagainya. Dan bila salah satunya tidak ada, misalnya dunia ini tinggal putih saja atapun dunia ini tinggal hitam saja, maka terjadilah kiamat, ataupun dengan kata lain alam ini hanya tinggal cerita dan yang tersisa hanyalah pemusnahan.
Lalu perananku akan kepercayaan ini, aku tindak lanjuti lewat ketidak-sadaran yang tak terhingga dan tak berbidang juga. Kapanpun itu waktunya, aku siap mati, jadi kini aku telah siap masuk neraka itu pun jika memang benar neraka itu ada dan aku siap masuk surga dan itu pun jika benar surga itu ada.
Sebenarnya aku adalah deretan orang-orang yang tak peduli dengan dogma-dogma manusia yang lainnya.

Ini aku dan itu kamu
Itu kamu dan ini aku
Maka kamu dan aku saling mengisi satu sama lain
Jika aku tiada maka kamu akan kiamat,
Dan jika kamu tiada maka aku akan kiamat
Maka bersyukurlah

Setelah beban-bebanku terrasa berat maka aku buang semua itu dengan dipikirkan secara mendalam. Aku lari kepantai dan naik ke bukit-bukit hanya untuk menepi dan menyepikan diri dari semua keramaian yang tidak ada artinya lagi untuk menghibur diri.
Kejujuran yang nyata dalam pelarian sedemikian rupa membuat aku secara tidak langsung membenci diri dan mencintai orang lain.
Betapa lemahnya aku dan betapa tak berartinya diriku dalam lilitan penderitaan dan penyakit ini.
Makin hari niat matiku makin meninggi, aku urungkan masalah bahwa dikarenakan aku merasa bersalah, aku merasa berdosa dan aku hanya ingin mempertanggung-jawakan bahwa aku bisa.

Sejenak aku diam, hanya diam
Sejenak aku tak berbuat dan berkata
Sejenak aku diam, dalam kepalaku aku pusing, dalam hatiku aku tak mau tidur
Aku diam dan mendiami sesuatu yang mempunyai arti secara tersembunyi
Aku diam sejenak

Diantara mereka, ada jiwa yang terluka dan ada lubang yang menganga. Sehingga mereka menyebut nama Tuhan atas dasar penderitaan dan hanya kepada-Nya mereka menginginkan kesembuhan.

Jika aku Tuhan, maka hanya ada satu rasa yang akan aku ciptakan, yaitu cinta
Dan jika aku berpikir Tuhan itu Ada, maka Ada itu merupakan benci dan cinta

Ingatlah hari dimana aku bicara sendiri, seperti sedang melakukan rutinitas dalam melankoli yang berarti sikisku semakin melemah, maka aku merangkai vertigoku bersamaan dengan insomia yang tak pernah teruji.
Bila ada akan tidak ada, bila akal ini tidak pernah mati dan bila semua ini hanya rekayasa. Mungkin kalian benar, namun apakah kebenaran itu akan selamanya benar.
Lihat fenomena yang disebabkan oleh ketidak-tahuan dan kesesatan yang ditimbulkan oleh intuisi dan persepsi yang tak pernah bertanya lebih mendalam, maka percaya diri itu terkadang harus dipikirkan lebih mendalam. Maka aku sering tertawa dan merenung tersendu, karena semua ini hanya sebuah gambaran, bahwa lukisan-lukisan zaman dahulu itu mempunyai nilai penggambaran yang rasional tentang masa depan, maka aku adalah rangkaian warna-warna Sang Pelukis, dan objeknya adalah semua yang tertata dalam himpunan bilangan yang tak terhingga.
Aku mengambil jalan tengah, hanya untuk menyederhanakan yang rumit dan sulit, maka lihatlah matahari dengan sinarnya yang terik, ia tak kenal lelah meyinari tata surya, sebagai orbit dari bumi dan bumi adalah pusat dari rotasinya alam jagat raya ini. Semuanya akan musnah, bukan karena alam sudah tua, tapi karena manusia-manusia yang mempunyai pandangan bahwa alam sudah tua dan pantas musnah. Jangan biarkan manusia-manusia seperti itu menjadi penghalang kemajuan dirimu.
Dan ingat bahwa sebuah kontroversi adalah sebuah pro dan kontra, maka kiamat masih jauh.
Anggaplah hari ini kita hidup dibumi yang berbeda, dengan mimpi yang berbeda pula, maka sebenarnya alam ini baru bernafas segar dengan pemikiran yang tak pernah mati, pemikiran yang tak pernah merasakan tua dan tidak membedakan muda pula.

Aku adalah bahasa
Bahasa adalah sebuah cermin dari prilaku dan perbuatan
Aku adalah kehampaan, dan kehampaan itu adalah bukan kamu
Maka bahasa yang kita pergunakan akan berbeda
Alam ini menyukai perbedaan, senang diperhatikan dan tak mau dibedakan cara memperlakukannya
Aku menari bersamamu, dalam alunan lagu; aku senantiasa damai dan kamu tertidur dalam pelukkan ku; saksi bisu adalah alam, meskipun alam merasakan hampa bahasa saat melihat damai

Animo masyarakat dewasa ini, dengan mudah terpancing oleh segala hal, dikarenakan mereka ingin mengetahui sesuatu dengan cepat tanpa dasar ketahuan (Pembodohan dan bembobolan otak abad 43). Maka keterlambatan terkadang merupakan sesuatu yang harus mendapatkan nilai lebih dari estetika kehidupan, yang mendalam dan tidak ada aroganisme.
Kehidupan yang aku jalani, seringkali merupakan batu kerikil bagi orang lain, dan aku adalah sebagian dari pasir putih dipinggir pantai, maka aku adalah lubang penuh kebusukan yang menari dihati-hati manusia yang memandangku lain.

Dalam diriku ada kehampaan
Dalam kehampaan ada ketiadaan
Maka anggaplah aku sebagian dari yang sadar dan sebagian lagi bagi mereka yang tidak sadar dan bukan seorang penyabar
Dalam hatiku berkata, “Menyesal, mungkin untuk hari ini, mungkin tidak juga untuk hari ini”

Sedikit diantara mereka menggunakan muara perasaan yang dalam sehingga mengabaikan pemikiran, apapun itu mereka tolak dengan alasan yang tidak masuk akal. Aku, logika dan algoritma yang mengejar mundur urutan binary otak seakan-akan berkata, “Akankah ini menjadi kebohongan yang abadi, akankah mereka sadar, menyesal dan merasa bersalah?. Hingga yang terdalam aku hanya diam dan tersenyum saja”. Ini bukan ilmu kejiwaan melainkan penyakit jiwa, maka bandingkanlah dengan ilmu pemikiran agar kau sadar, agar kau bisa membedakan mana penyakit dan mana ilmu.

Sekiranya aku berkata dan kau mendengar, mana yang rasional

Ingatlah cinta, ingatlah.
Aku kembalikan semuanya pada dasar Tuhan menciptakan manusia, alam dan seluruh isinya yang tak terhingga keaneka-ragamannya, karena kata ahli-ahli agama, mereka berkata, “Atas dasar cinta, Tuhan menciptakan manusia dan seluruh isinya”.
Aku ingat belai lembut ibu, aku ingat ayahku yang sedang tertidur.
Manakala ada makalah, maka aku akan salah dan tidak bermakna, karena dengan dasar yang kurang maka orang-orang akan meragukan diriku dan perkataanku. Agak aneh, itulah kata-kata yang mereka buat untuk diriku.
Ini rindu terkurung nafsu, ini sejuta cinta, ini adalah kehampaan yang meniadakan rasa apapun.
Aku hanya ingin sendiri, tanpa rasa. Hanya ingin sendiri, saat ini.

Berilah aku waktu, karena proses ini masih panjang
Meski tiba-tiba terrasa cepat
Walaupun kadang-kadang aku terlihat terlambat

Sepotong roti dibagi dua, aku dapatkan sepotong itu, namun yang aku dapatkan tidak sepenuhnya milik ku.
Mari belajar lagi, tentang konsep-konsep, agar kau makin pintar karena rasional, agar kau makin peka karena perasaan dan agar kau makin tak terjebak lagi. Tentang konsep manusia, konsep Tuhan, konsep agama, konsep dosa, konsep pahala, konsep neraka, konsep surga, dan lain sebagainnya.

Akan Aku kembalikan semuanya padamu, dan kau akan kembali lagi pada-Ku, sebagaimana mestinya
Nasibmu, jelas itu nasibmu
Takdirmu, itu semua urusan-Ku

Apa yang bermutu, berkualitas dan banyak kuantitasnya, tidak lain dan tidak ada duanya semuanya dibandingkan dengan fenomena, ya fenomena.

Tidur, lalu buatkan mimpi
Jadikan mimpi itu sebagai fenomena ketidak-sadaran

Tabrakan antara dimensi yang berbeda.
Pernahkah kalian?, aku pernah.
Lihat warna putih dan hitam, apa yang tersirat di otak kalian?.

Jadikan hari ini, tidak berarti sama sekali
Jadikan tulisan ini tidak bermakna
Jadikan bahasa ini tidak membudaya
Jadikan ketidak-berdayaanku tanpa mu

Hai, wanita-wanita penyesat kehidupan, ingatlah aku yang akan menyadarkan kalian semua, sehingga kalian marah-marah.

Seberapapun jauhnya rumah, aku tak peduli
Bila surga memang ada, adanya
Sampai jumpa dipintu gerbang, penuh kata

Hai, wanita-wanita pembuat khayalan, dengan bahasa yang menjadikan ramuan, dengan ciuman yang membutakan, dengan cemas yang ingin diperhatikan, dengan lembut kau memotong urat nadi dan dengan kebusukan kasih sayangmu kau menghancurkan seluruh isi bumi.

Seberapapun aku tak peduli, akan rumah
Adanya surga, bukan karena telapak kakimu
Dipintu gerbang kita jumpa, tanpa kata

Lihatlah, sesuatu yang berada diatas kepala kita, saat malam hari tiba. Ini sebuah keindahan, namun aku yakin akan dua sisi kehidupan yang akan selalu ada yaitu dimana ada wanita pasti ada laki-laki, dimana ada putih pasti ada hitam, maka aku putuskan untuk membuat pernyataan bahwa dimana ada keindahan pasti ada ketidak-indahan.
Dimana cahaya itu didapatkan, pasti bersumber pada matahari. Aku bernyanyi dan berpikir, jika bulan diatas kepala ku ini menjadi terang, apa mungkin itu seperti lubang mengangaku yang ini ingin selalu bertanya tentang segala hal yang bertentangan dengan hati,yang membuat pemikiran akan pandangan hidup, yang membuat masa depan namun tak dapat membenamkan masa silam, yang tidak bisa menghilangkan bayangan saat berjalan.
Tapi aku tak peduli karena aku yakin bahwa bulan itu sebuah pusat dari lubang, tapi disana ada langit yang biru, dan yang memberi warna serta ada kelap-kelip bintang yang menambah keyakinan ku bahwa ini sebuah sinergi yang tak terbatas.

Seperti aku saat ini
Aku yakin semuanya harus dikembalikan lagi pada teori alam
Saat kembali, lalu kembalikan semua pada diri dan hati
Maka yang mulia akan sempurna

Bersama angin malam aku menyusup kekuatan, lalu ada beberapa kelompok orang yaang merasa terganggu, maka oleh karena ku mereka mulai membenci dengan menambahi kata-kataku sebagai senjata andalan mereka di muka sidang.
Jika memang benar mimpi itu bunga tidur, lalu apa artinya aku yang mempunyai pemikiran bahwa kehidupan ini penuh misteri dan lalu apa artinya diriku yang menganggap mimpi itu sebagai awal dan akhir. Karena tanpa adanya mimpi saat aku tidur, maka aku tidak akan pernah mau tidur.

Setengah jam setelah sadarku hilang; aku terjaga
Tidak sadar aku memasuki ruang dan waktu yang berbeda; dalam hati bertanya, “Apakah itu?”
Jika memang aku hidup, lalu kenapa aku melihat aku telah mati
Jika memang aku mati, lalu mengapa aku melihat aku masih hidup
Sepertiga hari yang aku lalui; aku menjalani dan merenungi; namun sepertiga lagi aku berusaha acuh, tak peduli

Aku bermimpi, seekor burung gagak terbang dipelataran pandangan mata yang sedang tidak siap menerima kenyataan yang ada dan yang sedang terjadi disekitar diriku. Aku bangun, sadar dan menyandar, ternyata saudaraku meninggal.
Burung camar ditepi genteng rumah, kupu-kupu rama-rama dalam kamar mandi dan sepucuk kertas yang berisikan tulisan tentang kematian.
Malam, aku lihat bayangan tentang cerita kelelawar dan derita kehidupan para pekerja buruh yang melaksanakan kerja lembur atas dasar kebutuhan.
Banyak orang yang teerbunuh dan terbunuh karena prinsip lewat ambisi dan obsesi, dan diantaranya ada kebenaran yang nyata, ada keadilan yang datang tak terrasa dan kunci utamanya adalah kejujuran. Maka aku berkata lewat mimpi itu, “Jika kematian adalah sebuah gerbang, maka tak apalah”.
Selayaknya kita, adalah antara aku dan kamu, dan yang tersisa tinggal para pujangagga dan para petuah maka terhukum-matilah diriku yang kini menjadi abu dalam debu-debu jilid-jilid buku.

Dalam hatiku berkata, “Setidaknya aku masih percaya akan keajaiban”
Bang, bang dan bang
Sebuah cita bercampur impian, maka kuburlah dalam-dalam jasad ini, karena itu tidak akan menghentikan siapa diriku dan apa-apa

Coba perhatikan sebuah bunga, maka ia akan mekar tanpa terrasa dan tanpa disadari terkadang ia layu sebelum berkembang. Maka, aku akan menganalisa dasar dari ketuhan dengan medianya adalah agama itu sendiri, yang dimana akan membandingkan satu hal dengan hal yang lainnya, desainnya akan menjadikan gambaran tentang masa depan dan kehidupan yang akan datang, impelementasinya tentu antara manusia dan Tuhan-nya, namun buaian ceritanya adalah nerka dan surga.
Indah bukan?!, darimana kamu memandang tetap saja sebuah buaian, karena ini seperti sebuah siklus yang akan menuju pada apa yang menjadi dasar pengharapan semata-matanya perasaan, namun tetap saja buih-buih jiwa dalam pemikiran mengalami jalan ketidak-percayaan, seperti harus menerima apa adanya, seperti apa yang sudah tersirat dan tersurat tidaklah mudah, karena manusia terbagi atas dua sisi yang berbeda, maka ada kewajiban dan hak yang harus ia jalankan dan dia dapatkan.
Jika ia menjalankan sesuatu maka ia akan mendapatkan sesuatu dan sebaliknya, manakala keindahaan hanya sebuah pandangan yang dipenuhi perasaan, maka unsur dasarnya adalah dengan mengetahui apa itu indah bagi dirinya sendiri.
Terkadang kenyataan yang diterima sedemikian rupa dapat mengubah cara pandang dari berbagai macam unsur kejiwaan yang mendalami sesuatu, karena lewat pembelajaran tidak mampu lagi membuat manusia berpikir, maka akan lewat pelajaranlah alam memberikan alasan.
Andaikata hidup ini tidak mudah dan tidak susah pula, mungkin tidak ada tangisan kebahagiaan dan tangisan penderitaan, semuanya semata-mata hanya untuk menutupi dasar dari keseimbangan Tuhan terhadap semua umat-Nya dengan memberikan sesuatu yang dimulai dari awal sampai akhir dengan cara yang berbeda namun unsur yang diterima tetap saja menuju satu tujuan yang sama.
Jadi, semuanya harus dikembalikan lagi, karena apa yang kalian dapatkan tidaklah sepenuhnya yang akan kaliam andalkan, dengan ini semua diharapkan aku mengakui, aku percaya dan aku hormati. Sekalipun hati ini beku tapi lewat cahaya-Nya aku dapat mencair, karena batu apa pun itu meski ia tenggelam dibawah air selama ratusan tahun, tetap saja didalamnya kering dan batu itu akan hancur lambat laun oleh tetesan air yang kecil bukan oleh tetesan air yang airnya deras dan besar, namun perlu dingingat kembali bahwa sebesar apakah batu itu.

Jika saja aku seorang dokter, aku pasti akan memberikan obat untuk kesembuhan sebuah penyakit, kesehatan seorang pasien dan kesempurnaan obat
Jika aku seorang perawat, pastikan aku merawat dan menjaga dirimu dari apapun itu yang menurut saran dokter yang terbaik
Jika aku seorang pengusaha, aku pasti akan membuat rumah sakit
Dan jika aku ini seorang presiden, aku pasti akan mengembangkan generasi baru sebagai generasi yang tahu diri akan sakit dan sehat
Namun aku ini adalah aku yang tidak dapat dipercaya, sekalipun oleh diriku

Jika aku dekat dengan Tuhan maka kedekatan ku ini membuat Malaikat dan Setan tidak pernah jauh dari diriku ini, karena inilah semua maka pemikiran ku makin terguncang.

Aku tak mau segera pulang ke rumah, karena aku sendiri mulai bimbang, yang mana rumah ku yang sebenarnya
Jadi,
Maukah kalian datang ke kamark;, duduk, berbincang-bincang lalu bersihkan semua yang ternyata sampah dibenak ini

Aku terdampar dalam sarang laba-laba, jaring-jaringnya menusuk dada, membuat insiparsi dengan daya tariknya yang mempunyai anggapan aku sebagai mangsa, aku terpuruk dan makin memberuk dengan rasa takut, maka ia mempermainkan aku yang tak berdaya, yang hanya bisa berharap dan ia tertawa, dan aku mati ditangannya.

Percayalah, kalian sebenarnya sedang bermimpi
Dan, terima kasih kalian telah mengizinkan imajinasiku menjadi nyata
Lalu, biarkan fantasi ini berkembang seiring dengan mimpi-mimpi siang mu yang sedang berjalan kini

Jika kepergiaan ku meyisakan tangisan dan meninggalkan dendam, maka aku akan tenggelam dan menyelam dalam lumpur-lumpur ketidak-berdayaan, mengapa masalah-masalah tak dapat diselesaikan, mengapa kebuntuan menyisakan kesempatan yang terbuang, mengapa ada harapan yang menyempatkan makna menjadi menyempit. Aku hanya tertawa dan tersenyum meratapi hari yang sudah terjadi.
Padahal, mereka berkata aku gila. Sebenarnya halusinasi dan imajinasi dalam media imajiner-imajiner telah menyisakan ruang untuk berkarya dan waktu untuk mencipta, lalu bahwasanya mereka masih sempat bertanya dan berkata; mengapa dan mengapa.
Bila kemunduranku karena kemajuan, bila kesengsaraanku karena keterpurukkan, bila kematianku karena penghidupan, lalu kepada berhala bangsa mana manusia-manusia idealisme akan mencari makan.
Bila aku menjadi zionis-zionis penentang republik, yang mereka kata bahwa aku radikal, mengapa masih ada surga dan neraka dalam pengharapan air mata. Aku yang tetap saja menjadi aku, dan kamu yang tetap saja seperti kamu yang apa adanya, aku menangis dalam sanubari penuh cinta yang tak tercipta dalam hatiku berkata, “Impian ini telah mati namun tak terkubur dengan layak”.

Malam ini, hujan rintik-rintik
Sepenggal kalimat bertuliskan tanda tanya, dan akhirnya berakhirkan tanda seru
Aku yang menganggap terkecil menjadi terbesar
Aku yang membesar, begitulah anggapan para kaum marginal
Mereka dengan idealisme yang feodalisme yang menganggap aku dari sebagian dari hasil bagi mereka bagi
Aku adalah setan yang baik
Dan aku adalah Tuhan yang membelot dari aturan yang sudah ditetapkan agama
Yeah, aku terbang melintasi bulan, bintang-bintang dan planet Mars
Aku yakin, Tuhan itu bukan hasil dari pemikiran manusia, dan Tuhan itu bukan manusia, maka manusia tidak mungkin dapat menjadi Tuhan

Aku menjadi burung gagak yang terbang melintasi pikiran alam bawah sadar kalian, aku bukan kematian.
Aku sedikit terguncang, kegalauan ku menjadi bencana yang mereka bilang bahwa aku perkasa, aku adalah setengah bagian dari mereka yang mereka katakan, “Iman”.
Aku terhimpit dalam kursi-kursi kendaraan dalam perjalanan yang kecil dan penuh dengan kemacetan yang tak bisa dihindari dan aku memeng harus mereka lalui.
Aku yang menjadi alat bantu para orang–orang cacat, aku tidak iba dan simpatik, karena pada dasarnya aku percaya mereka diahirkan kedunia dengan satu alasan yaitu mereka mahluk mulia yang mencari kesempurnaan.
Aku berada ditengah-kenagah konflik kriminal dan politik, yang pada dasarnya, seharusnya hukum yang diterapkan sama, setimpal dan seimbang.

Datangnya kedamaian dalam suatu tempat harus melewati penemuan-penemuan yang menyatu pada satu
Pada dasarnya hal-hal ini telah menyerah dan terserah
Pada anggaran yang ada dalam pemerintah
Aku diperbolehkan tertawa, oleh mereka yang sakit
Oh, nyawa-nyawa melayang entah kemana

Jangan salahkan aku jika aku termasuk kaum dahriah.
Keganjilan hanya sebuah proses yang meyebrang dari awal ke akhir dan dari akhir ke awal. Tertidurlah hatiku melihat mereka yang terkapar menderita setengah mati dikarenakan uang dan pencaharian mereka hanya berupa mata pencaharian.

Aku menjadi awan dibalik sinar matahari
Aku menjadi suara menyeramkan diantara halilintar
Aku akan seperti anggapan kamu, yang kamu anggap yakin

Aku Sang Kancil yang diburu Pak Tani, saat ini dalam kepergian dan pelarian, aku dicari dan kata Pak Tani, “Aku membawa zionis lumbung padi”.

Oh wanita, aku ingin membakar dirimu
Oh lelaki, aku ingin mengubur dirimu
Oh waria, aku ingin kamu segera mati

Apa jadinya aku bila semua ini menjadi hancur dikarenakan racun, bahasa merancu seiring mulutku berbusa kata, mataku pun membiru yang membuat pandangan semakin kabur, warna-warna lukisan layaknya warna abu dalam kanvas tak berbentuk, kalbuku pun seakan-akan telah menyatu dalam dimensi dan media yang hanya halusinasi saja. Aku akan membeku dalam ruang dan waktu, aku yang seakan-akan sebuah buku yang berdebu dan aku hanya bisa memandangi kupu-kupu.

Oh, kegelisahan ini tak terlapangkan, lapangkanlah!
Lapangkanlah kegelisahan ini, lapangkanlah!
Lapangkanlah kegelisahan ini, lapangkanlah!

Air mata ku pun dengan spontan mengalir di pipi-pipi wajahku sampai pada mulutku, aku tak tahu apakah rasanya manis atau asin, namun yang aku yakini aku terpaku sambil kedua tanganku saling berpegangan dengan penuh harap.
Apa artinya sebuah air mata bila rasa penyesalan tidak dapat mengobati luka yang terdahulu, namun aku tahu aku harus segera mengambil sikap akan kebutuhanku disaat nyawaku diambil lewat kerongkonganku, tubuh ku terrasa dingin dan semakin dingin.
Seperti makna sebuah do’a, namun apa arti sebuah do’a tanpa usaha. Semuanya membutuhkan totalitas dan keyakinan yang kuat, seperti sebuah mental yang tak akan sanggup melihat kebelakang, kekiri dan kekanan, hanya melihat pada arah yang menjadi tujuan hidup. Namun, sayang dalam hidup ini tidak semua hal itu rasional, terkadang logika tak mampu mengejar hal-hal yang tak dapat dijangkau oleh pikiran dan perasaan, agoritma pun hanya setetes anugerah yang sederhana dan istimewa dari keagungan Yang Maha. Jadi, ada benarnya jika kita sebagai manusia memikirkan mendalam dan bertindak tak melebihi batas yang ada, karena bila kita berbuat melampaui batas-batas ketentuan maka kita akan dianggap melanggar.

Seperti tetesan air mata ini, aku menyadari
Namun, seperti tetesan air mata ini, tidak lurus
Benar, aku tak tahu dengan jelas rasanya asin atau manis

Jelas, bahwa aku butuh penjelasan yang rasional terhadap makna sebuah dosa, karena sesuatu yang absolut itu tidak absurd.

Apa sebenarnya dosa itu?

Sekarang aku melangkah kedepan dan merangkak karena mengingat belakang, aku tak peduli apa itu golongan kiri dfan apa itu golongan kanan, karena aku yakin aku ini bukan salah satu dari kedua golongan tersebut.

Aku berbuat, karena di aku ada kamu dan di kamu ada aku

Seingatku otakku mulai buntu dengan penuh kecewa aku memejamkan mata, karena rasanya tidak adil bila aku melihat perkelahian dan aku hanya diam terpaku, sepertinya sesuatu yang aku lihat dan keberadaan diriku yang tak berdaya nan lemah ini menjadi sebuah dosa.
Adilkah bila aku berteriak, “Hentikan”. Aku yakin aku mempunyai hak dan kewajiban, serta apa peran sertaku di alam ini bila hanya melihat dan berkata saja. Jadi apakah berkata itu menjadi sebuah sikap dan perbuataan, aku rasa tidak.
Aku dituntut untuk bisa, dan aku yakin kalian semua bisa.
Momentum ini bagaikan lingkaran waktu
Dalam siksaan penyesalan
Alam memang sebuah pemandangan mata, layaknya sebuah perhiasan dunia
Namun, aku harus berperan, apapun bentuknya

Seisinya aku berbentuk, mengutuk dan bersekutu. Dengan apa?, sebuah apa adalah sebuah yang diyakini keberadaannya, ada atau tidak ada bukanlah sebuah masalah ataupun halangan, yang kita butuhkan adalah keyakinan, maka dalam keyakinan akan timbul kepercayaan yang besar, setelah itu tercipta maka hal-hal yang kita percaya akan diyakini oleh diri kita ataupun dalam makna yang lebih luas lagi.
Apakah kalian sendirian?
Sendiri adalah hal yang pasti namun tidak dinamis, apalah artinya diri bia tidak dilengkapi dengan hati, maka gunakanlah hati biar hidup ini tak terrasa sendiri. Ini adalah awal yang lebih baik dari sebelumnya, karena kesendirian ini merupakan anugerah yang tak bisa kita anggap sepele, karena alam menyediakan semuanya.
Manusia hidup diantara mahluk-mahluk hidup yang lainnya dan beragam. Coba ingat akan langkah kita di suatu perjalanan, maka ada burung, semut, bunga anggrek dan lain sebagainya.

Alam menyediakan aku, aku disediakan alam
Aku dan alam menyatu
Indahnya sendiri, karena sebelum Adam dan Hawa memakan buah Kholdi, alam ini merupakan surga-Nya dunia
Kesendirian merupakan salah satu bentuk keindahan

Jikalau ada kata-kata ku yang rancu, maka itu adalah sebagian dari sebagian warna-warna muka alam, mengapa tidak diabaikan saja jika itu menghalangi langkah manusia untuk bergerak, namun perlu dicatat untuk tambahan akhir bulan, bahwa apa yang dimaksud perubahan tidak beda jauh dengan perkembangan, yang dimana artinya meluas sebagai awal dari kemajuan ataupun kemunduran, namun yang pasti kehidupan ini memerlukan perubahan-perubahan.

Aku yang mati, lupa meminta izin untuk kembali
Pada apa yang tak jelas
Pada segenggam tanah ditangan
Pada bulan, bintang dan langit; aku harapkan
Aku yang hidup, tak ingat seberapa dasyatnya perbuatan dan perkataan ku

Lihat disana, ada lomba mewarnai, apa tujuannya hanya untuk brseni saja, atau untuk mengatur tenaga dan kecepatan imajinasi saja, mungkin aku terlalu lantang dalam menyampaikan pendapat.
Disaat perjalananku mulai terrasa jauh, aku bersama dahagaku, maka seiring kaki melangkah bayangan setan mencoba menggoda aku (Karena itu sudah merupakan kewajiban Setan). Dan dahagaku biar menjadikan diriku ikut bersama bayangan, bukan ikut kemana seharusnya kaki melangkah. Tapi, disini rasa haus akan dahagaku, seakan-akan menjadi nafsu yang terabaikan oleh kebohongan-kebohongan.
Alangkah, hinanya aku yang tertidur disaat aku mendapatkan surat undangan.
Oh Tuhan, aku seperti manusia bodoh yang sedang belajar menjadi manusia pintar, dengan rajin aku belajar berhitung dan menulis, sampai pada akhirnya aku bisa memperhitungkan kata-kata dan angka-angka.
Disampingku duduk seorang Ibu, hembusan nafasnya ingatkan aku akan masa depan, ya mungkin aku ingin segera menikah, tapi apa sebenarnya hubungan menikah dengan seorang ibu ini. Aku mengembalikan semuanya pada diriku sendiri, ya berpikir dan berpikir, lagi dan lagi.
Aku, Malaikat dan Kamu. Diantara segudang hal yang aku ketahui dan segudang tanya yang ada, aku memupuk segudang hal yang tidak aku ketahui dalam timbunan tanda seru.
Banyak orang mulai berbicara, “Ini adalah tanda-tanda”. O iya, jelas; maka dari itu mereka yakin pada apa yang mereka yakini dan mereka pun gusar pada hal yang mereka yakini. Ada sebuah ketenangan yang nyaman, yaitu didalam hati-Ku Aku berlindung.
Jangan katakan ini indah ataupun tidak indah, karena dalam hati ini tidak terdapat panca indera, melainkan hati ini merupakan salah satu panca indera, maka tunjuklah satu bintang.
Fenomena dan fenomena hanyalah bayangan nyata yang baru kau rasakan saat ini, tapi bagaimana dengan bayangan yang belum datang itu, akankah itu semua menjadi fenomena yang kau ada-ada saja, atau sebenarnya fenomena itu adalah cara pandang manusia terhadap apa-apa yang dirasakan melalui hati, pikiran dan bacaan saja.

Oh Tuhan, andaikata Kau adalah aku
Oh aku, andaikata aku adalah Tuhan
Bagaimana mungkin aku dapat mengejar angka dan abjad untuk menyamakan makna dan arti, jika aku sendiri tak tahu cara menulis kata-kata

Tidak, aku tidak butuh pengakuan tentang aku, aku hanya ingin keakuan dalam diriku saja, sumpah hanya itu saja.

Apa artinya orang lain, jika aku sendiri tidak mengerti akan diri sendiri

Apa mungkin aku akan mendapatkan jati diri dari orang lain. Aku bertindak dan melihat-lihat banyak unsur dan prilaku manusia-manusia yang akan aku katakan sebagai dari mereka adalah adanya diriku, namun aku tidak yakin dengan perkataan ku tadi.
Aku hanya ingin seperti burung yang terbang bebas tanpa harus terbawa angin dan lain sebagainya.
Ini seperti selayaknya sebuah diameter berukuran tidak ada, karena diameter itu berada dimana-mana. Alat seperti apa yang harus para ilmuwan ciptakan, rumus-rumus apa lagi yang harus diterapkan, harapan-harapan apa yang harus para ahli agama ucapkan, keterangan apalagi yang dibutuhkan pemerintah, lagu seperti apa yang harus dinyanyikan para seniman, pertunjukan macam mana pula yang dapat menghibur, lukisan-lukisan apa lagi yang dapat menenangkan imajinasi, wanita-wanita cantik mana yang harus diperjual-belikan, lagi dan lagi aku berkeluh kesah karena terheran dan bertindak tidak sesuai dengan akal, dan aku hanya mengikuti rasa.
Oh, manusia-manusia genius, andai kalian tidak diciptakan, mungkin tidak akan ada media seperti ini lagi, media yang bisa menuangkan dimensi-dimensi.
Oh, manusia-manusia genius, sadarkah kau bahwa ada sesuatu yang lebih besar, yang lebih maha dari kegeniusan kalian dan dari hasil karya cipta kegeniusan kalian. Yakinkah kalian, akan selamanya genius?.
Oh, manusia-manusia genius, andai kata aku adalah kalian, mungkin aku pun akan lupa bersyukur pada Yang Maha.
Oh, manusia-manusia genius, sekarang mungkin kalian mengerti mengapa aku tidak genius.

Sebenarnya aku siapa?
Terangkanlah, seperti matahari yang menjadi lampu bagi dunia
Oh, terang-benerang
Dimana hal yang akan membuatkan aku tenang?

Bagaimana jika dalam Islam, dalam tata beribadahnya, dalam menjalani hidup, dalam masa gelap ke masa terang, dalam kekampungan ke modernisasi. Ini fenomena prilaku masnusia, ini seperti mereka-mereka yang tidak mengakui, yang mendustai, yang durhaka dan jahanam. Adakah keseimbangan dalam banyaknya hal yang rancu dalam diri mereka, jika mereka akan beribadah (Sholat), lelaki menggunakan mukenah dan jilbab, dan wanita menggunakan kain sarung dan peci.
Oh kaum-kaum manusia, dengan segala racun yang ada didunia, kalian menjadi rancu oleh karenanya.
Mereka menyakini bahwa itu dosa, tapi mereka melakukannya juga. Mereka juga menyadarkan orang lain dengan segala syair yang mereka ciptakan dari dalam hati mereka yang berlumutan dosa, mereka berkata, “Jika ada setangkai bunga melati, maka ia akan tetap putih dan suci, meskipun bunga melati itu tumbuh diselokan”. Namun apa daya, mereka telah diperdaya oleh rasa percaya, yang seharusnya tidak ada. Aku hanya bisa berkata, “Aku ingin kalian tetap putih dan suci, meskipun diantara kalian terdapat bau selokan dan sampah-sampah dari selokan yang berceceran tidak terurus”.

Ada kontes waria, kontes gay dan kontes kelainan spiritual kelainan jiwa lainnya
Oh, para pemuja dunia
Sebagaimana dari sebagian mereka percaya dosa dan dipercaya dosa sebagai pion yang berguna untuk rasa ketidak-cukupan dan ketidak-puasannya
Alangkah indahnya jika diantara mereka, merenungi diri dalam hari
Kaum kafir akan berkata saat kiamat datang, “Alangkah baiknya, jika aku diciptakan menjadi tanah saja”

Apa artinya totalitas tanpa pemahaman, apa artinya agama tanpa perbuatan, apa artinya hidup tanpa udara segar, apa artinya diri jika masih merasa sendiri, apa artinya makanan jika tidak berbagi, apa artinya memberi jika meminta, apa artinya kewajiban jika masih menuntut hak, apa artinya dunia jika tanpa langit yang biru, apa artinya kematian jika tidak direnungi, apa artinya masalah jika masih buntu, apa artinya filsafat jika masih terpukau dengan kepiawaian puisi-puisi kecil, apa artinya?.

Aku tahu dunia ini tidak ada yang rancu, namun didalam jiwaku masih bergejolak kerancuan
Aku tahu dan paham dengan arti Kepemilikan Dualitas Yang Maha
Jika aku ini terbuat dari tanah maka akan kembali lagi menjadi tanah, seperti air lautan yang kembali lagi kepada apa yang ombak bawa
Oh Tuhan, aku ingin seperti apa yang aku inginkan
Oh Tuhan, dosakah aku?, yang tidak melakukan apa yang Kau inginkan
Seperti ini tidak seperti itu

Ingatkan aku jika aku khilaf.
Aku kembali lagi terpakau dalam ruang dimana aku merasa waktu bukanlah sebagai sebuah halangan. Mereka menginginkan aku kembali, tapi terkadang aku sendiri sering merindukan dosa.
Aku ingat kejadian lima tahun lalu yang dimana yang meenyebabkan aku terpuruk adalah dari dosa-dosa kecil yang aku perbuat dari kebohongan kecil yang aku lakukan dan aku katakan. Oh keagungan dan kesadaran tertinggi, aku seperti sedang berevolusi dengan waktu yang berbeda dan terlambat.
Ingatanku mengingatkan masa kecilku, dimana waktu aku berumur lima tahun berkata, “Oh Tuhan, mengapa aku harus hidup dialam yang fana ini?, sesungguhnya aku ini manusia yang serba kekurangan dan serba tidak tahu”, sebilah pisau lalu aku ambil dengan bisikan bahwa yang aku ambil itu sebuah harapan, lalu bisikan kecil itu berbisik padaku, “Ambillah harapan, karena itu jawaban dari sebuah pertanyaan. Tusukan kebagian tubuhmu yang vital, tusukanlah kepada tubuhmu, bunuhlah dirimu”. Aku tersentak, aku menyandar sambil menangis, akan apa yang aku pertanyakan. Selayaknya aku berkata, “Oh Tuhan, betapa anehnya aku bila aku masih hidup dan betapa anehnya Diri-Mu yang menciptakan diriku ini”, namun yang tercipta bukanlah sebongkah kayu ataupun sebutir batu yang menghampiri, namun aku tetap berada dalam tapa ku merenungi yang terjadi.
Ingat akan buku-buku yang tak bisa aku percaya, sepenuhnya. Oh jiwa yang mempertanyakan diri, “Aku ingin segera menikmati hari”.

Keterlambatan ku bukan disebabkan anggaran melainkan mental
Aku dalam ruang, mengurung
Aku dalam waktu, merenung
Dalam dimensi yang ada ini, aku berimajinasi
Dalam media yang ada ini, aku ingin berserah diri

Kelak akan datang kabar gembira bagimu. Takala anak kecil datang kepadamu, meminta apa yang dia lihat dan ia dengar dari kejauhan, dari cerita-cerita yang dia dengar sebelum tidur, dari dongeng-dongeng saat ibunya menyuapi ia makan, dari mitos-mitos yang ibunya berikan hanya untuk membuat dia bisa diperintah, dari kebohongan-kebohongan tentang mahluk halus agar dia takut dan dari cerita romantis seorang bapak agar ia bahagia dan kecewa.
Sungguh, berpakaianlah seadanya, jangan mengada-ada hal-hal yang sesungguhnya belum terjadi. Karena satu hal yang aku takutkan itu akan terjadi. Tidak lain yaitu, pengkhianatan.
Seperti mereka yang memitnah diriku dengan kata-kata, “Outside kamu indah”.
Jangan suapi aku dengan kebohongan seperti kalian yang menyuapi balita kalian dengan umpan dibalik umpan.
Seandainya ada pengertian, mungkin tidak akan ada yang namanya peperangan, namun para ahli agama selalu membawa dalil, “Yang terjadi, biarlah terjadi; selama manusia tidak berimajinasi tentang hal-hal yang akan datang, perlu diingat hukum agama adalah hukum yang tak bisa ditawar-menawar, karena ia merupakan bagian dari ketentuan dan ketetapan yang nyata dan kekal”.
Singgah, aku diteras rumah orang lain. Disini aku berasa tidak ada.
Oh gemulai kaki penari balet, yang seperti angsa. Aku sangat menyukai betis kaki kalian yang terlihat lembut dan seakan-akan itu adalah bagian daya tarik yang tidak akan pernah mati, maka mataku pun tidak akan pernah aku pejamkan untuk melihatnya, terus terang kalaupun ini adalah zinah, aku merasa melihat keindahan dengan mata yang hina dan iba.
Oh, diri yang t’lah lupa pada-Nya. Aku sudah semestinya mati bertahun-tahun yang lalu.

Mungkin akan lebih baik jika aku menjadi manusia tanpa keinginan
Mungkin akan lebih baik jika aku menjadi manusia yang terpenuhi semua keinginan-Nya
Atau ini semua hanya kemungkinan-kemungkinan saja

Apakah kalian merasa menjadi imitasi?

Negeri harapan, adalah negeri semboyan bagi mereka yang kaya rasa
Namun, aku tetap menyukai Ia, yang bukan manusia ataupun seperti semua benda mati dan benda hidup yang ada di jagat alam raya ini
Ia adalah negeri harapan, ia yang menciptakan harapan-harapan

Sesungguhnya aku ini adalah mahluk yang hina, yang mendambakan diri seperti warna cakrawala. Sepertinya aku merindukan kediaman, sesungguhnya aku ingin seperti tumbuhan ataupun binatang. Adapun keinginanku tentang tempat tinggal, maka sesungguhnya kesadaran agung merupakan buah pikir dari Yang Maha Sadar.
Aku dikutuk supaya menutup buku, aku diterangkan supaya tidak menuliskan tinta-tinta, maka sebenarnya kehidupan ini tidak bahagia dan tidak bebas.
Alangkah, seperti ketenangan air sungai dipedesaan, gemericik suaranya terdengar, dan kebeningannya menjadikan pertanyaan, akan pertanda, “Akankah semuanya ini abadi?”.

Aku sebenarnya manusia yang bahagia
Aku sedang bahagia, pada apa?, tentu saja pada diri dan dunia
Sebenarnya aku sedang jatuh cinta
Pada apa?, tentu saja pada cinta-Nya

Barangkali, sesungguhnya Aku ada dan Ia ada, tapi apa mungkin bila Ia ada maka Aku pun akan ada juga.
Oh pertanyaan yang mengesalkan dan menggelisahkan, sesungguhnya aku benci cerita-cerita dunia, semuanya tak ada yang sama, sungguh aku benci.
Barangkali, aku ini sebuah batu ataupun air. Mungkin saja bila ketiadaan ini akan musnah.

Sesungguhnya mereka berkata, “Aku tidak menyadari kedatangan-Nya dan suara-Nya ataupun bayangan-Nya sama sekali tak terrasa”
Oh kenistaan yang mereka puja
Oh pendustaan yang mereka persembahkan untuk Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr
Oh Yang Maha, sesungguhnya yang mereka puja dan mereka sembah itu adalah abadi selamanya benda mati.

Indahnya perdamaian, tapi ada baiknya manusia mulai melihat lebih dalam tentang makna dan arti perang sebelum ia mengenal perdamaian, karena perdamaian itu ada setelah peperangan.
Perdamaian akan lahir bersamaan dengan datangnya perubahan dan kesempatan. Maka teman-temanku, perjuangkanlah.
Alangkah malang, aku manusia yang sedikit sakit jiwa ini, sakit. Setengah mati aku ingin mati, setengah hati aku ingin bunuh diri dan setengah berlari aku mencari.

Jikalau, ada sebuah sumur kehidupan
Maka pada titik nol, aku mulai membuang sumur keegoan dan lubang keakuan
Aku berada tak berbidang, daratan ataupun lautan sama saja
Ini keagungan yang agung
Ini tentang kesadaran secara harfiah

Sebenarnya aku adalah kamu dan kamu adalah aku, dengan cara demikian aku dapat menyempurnakan siapa kamu dan kamu dapat menyimpulkan siapa aku. Maka kamu tidak akan pernah jauh dari dugaanku tentang kamu pada ku.

Seandainya persamaan ini untuk selamanya, maka semua ini tidak akan pernah indah, karena manusia tidak akan pernah puas
Seperti aku yang tahu
Seandainya kau adalah aku, maka kehidupan ini telah tercipta sempurna
Barang kali ada cara lain untuk mencapai kesempurnaan itu
Aku tidak ingin kalian berkata, “Di Surga”
Tidak!, aku ingin kalian menganggap diri kalian adalah diri yang akan mencapai sebuah cara menuju sana
Dengan pemikiran diri dan bayangan sendiri tentang bagaimana surga itu sebenarnya
Aku tahu

Aku adalah penengah, aku adalah netral, aku tidak memilih blok meskipun aku memiliki dan aku adalah golongan penentu rasa yang sebenarnya menentukan siapa aku sebenarnya.

Lihat, aku bisa berdiri sendiri

Aku mencari sambil berlari, aku mencoba berdiri setelah kejatuhanku merasakan sendiri lagi, namun yang terjadi sebenarnya bahwa aku adalah diam disela-sela orang membicarakan tentang rasa yang hilang, tentang sesuatu yang tak pasti dan tentang apa itu mati.

Barang kali ada cahaya disana
Barang kali disini telah bercahaya

Aku adalah perangkat lunak, aku adalah perangkat keras dan aku ini adalah segala hal yang mereka rekayasa.
Namun yang terjadi adalah hal yang sebaliknya, sebaik-baiknya diriku tetaplah aku sebuah aku yang berisikan ketetapan-ketetapan yang merupakan kewajiban bukan merupakan sesuatu yang hak.

Diselingi waktu dan mencari dari sebuah kesadaran
Apa artinya aku bila batu tidak hidup

Kepada Sang Pencipta aku membuat surat, kepada Sang Pemelihara aku mengirimkan surat dan kepada Sang Perusak aku membuang surat.

Oh bangkai yang terpelihara, tetap saja kau menebar aroma kebusukkan

Aku tertawa, terbahak-bahak, karena aku. Oh, mengapa aku menyukai anjing dan kucing, aku menyukai pertikaian dan aku menyukai persahabatan.
Musuh-musuh yang aku takuti, teman-teman yang dekat denganku dan mereka-mereka yang beranggapan naif tentang hal yang peka dalam pekat angin malam mengusik dan menyampaikan salam pada yang tak bisa dilunakkan dan tak bisa dijelaskan.

Berapa banyak kalian bermimpi?
Berapa banyak mimpi yang kalian punyai?
Apakah kalian tahu mimpi yang indah?
Apakah kalian mempunyai mimpi yang tak bisa dilupakan begitu saja?
Tentang mimpi buruk?, terkadang mimpi itu indah
Seperti cinta yang aku takuti karena aku takut tak bisa melupakannya dengan begitu saja
Seperti cinta yang aku damba, dengan harapan akan selamanya

Sekuat besi yang tak bisa dipatahkan, selayak air yang terlihat seperti sesuatu yang murni. Bening tercipta namun apa arti dari sebuah air yang mengalir dari atas ke bawah.

Aku mencintai kamu, selamanya
Kamu?
Selamanya kah?!

Senandung cerita-cerita muda-mudi masa kini, aku dan segelintir kaum marginal yang rasial terhadap sesuatu yang abadi, bahkan mungkin itu merupakan sebuah bom waktu yang siap membumi hanguskan kaum-kaum tak bersalah.
Oh noda-noda yang terabaikan, dalam jiwa ini terdapat rasa yang tak dapat aku bendung, jika memang waktu ini sangat singkat maka berilah aku arah yang pasti, yang kongkrit.

Terkadang aku mengharapkan surga
Namun, dibalik semua hal yang aku rindukan
Aku tetap saja merindukan dosa

Maka aku adalah seorang Tuhan bagi diriku, karena aku tahu dalam jasadku ku ini ada sebuah hati yang biru membekukan kalbu, yang berada dalam keakuan yang pasti dan menjawab semua pertanyaan yang ada, bahkan dalam keakuan ini aku membuat sebuah pernyataan-pernyataan. Karena pada dasarnya senyawa ini adalah senyawa rekayasa yang siap mengantarkan penjelasan dalam arti nyata dalam setiap kejaian dalam hidup yang berulang-ulang tak terhitung jumlah nyata, yang tak mungkin sempurna, seperti sesudah naik pasti turun dan sebaliknya.
Maka Tuhanku ini ada dalam jasadku ini, maka dekat dan jauh adalah hal yang relatif, yang hanya dapat diri ketahui sendiri, secara tidak langsung dapat diartikan bahwa Tuhanku adalah aku yang mempunyai Ada dalam jasad. Dalam Ada ini ada kepercayaan yang tidak mungkin goyang ada keyakinan yang tidak mungkin buyar.
Seiring waktu membentuk semua dari kejauhan waktu dan ruang, maka kedekatan ini tak terrasa telah mencapai hal yang tak bisa aku bayangkan sebelumnya. Aku adalah rangkaian senyawa-senyawa. Dalam Ada, ada Engkau, Tuhan.

Sesungguhnya, aku adalah aku
Namun aku tak dapat mempungkiri waktu dan ruang
Dalam kenyataan dan keberuntungan, aku tak dapat menistakan keberadaan-Mu
Dalam keakuan ku yang nyata, sungguh aku percaya, akan adanya diri-Mu

Aku adalah bayi dengan kulit merah, aku adalah balita yang mengompol setiap 3 jam sekali, aku adalah anak kecil yang meminta makanan dan minuman, aku adalah anak yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang, aku adalah anak yang mulai belajar dan bekerja, aku adalah remaja yang mulai bertanya, aku adalah remaja yang hendak mengarungi dunia selama satu pekan, aku adalah remaja yang mempertanyakan perbedaan, aku adalah remaja yang bimbang dalam satu doa penuh harapan, aku adalah lelaki yang siap menghujani perasaan setiap wanita, aku adalah lelaki dengan inspirasi nyata, aku adalah Sang Pemalas dan Sang Penggerutu, aku adalah wadah berisikan pernyataan-pernyataan, aku adalah pria dewasa dengan jas dan dasi, aku adalah cinta yang diperlukan semua wanita dan waria, aku adalah pria yang mencari wanita yang siap berkeluarga, aku adalah seorang bapak yang siap membangun rumah, aku adalah bapak yang akan memberikan apa-apa yang diperlukan dan membuang apa saja yang tidak semestinya ada, aku adalah bapak yang bingung mencari dana, darah dan nama untuk sebuah makna keuarga, aku adalah ayah yang mengasih, asuh dan asah keluarga, aku adalah seorang bapak dengan kumis dan jenggot yang melototi semua lawan jenis anakku, aku adalah calon kakek yang menunggu kelahiran seorang cucu, aku adalah seorang kakek

Aku bukanlah Tuhan