Wednesday, February 4, 2009

LIGHT WHITE AND PURE FROM CLOUD GIST

Routine; dulu
Tertidur lelap
Sejenak jam wekkernya
Uh, . . dingin badan
Rebah
Sebuah Tv dan kopi susu hangat
Jam dinding berputar
Nikmati sofa
Komputer dan rokok nyalakan

Otak melayang
Turun tangga
Kamar mandi dan ganti pakaian
Komputer matikan
Hidupkan impian


Por el amor de Dios
Ada hentakan
Balikkan wajah dari curamnya
Sepasang kecoa bercinta ditengah-tengah tirai
Renda buram sebuah cela-cela

Ada keringat diantara nafas nafsu
Didepan sebuah khayalan bernafas
Sementara kecoa bercinta ditengah-tengah tirai
Surut dari sudut mata menutup


Fragmen Bahan Ketawaan
Dalam air ada air
Dalam tanah ada tanah
Dalam udara ada udara
Dalam api ada api
Dalam cahaya ada cahaya
Dalam suara ada suara

Ha 666x
He 999x

Dalam apa yang tidak ada apa???


Aku Benci Buku yang Kau Baca
Novel adalah karangan ketidak-mampuan menjelaskan
Novel adalah kata-kata busuk dari kehilangan imajinasi
Novel adalah buah karya dari khilafan sikap
Novel adalah imajinasi yang tak mendasar namun menekan


Jelek, Banguuuuun.........!!!
Aku bangun dari tidur
Aku bangun dari mimpi
Aku bangun dari sadar
Aku bangun dari mati


Pada Malam
Malam ini aku hampa, disekitarku ada udara dengan aroma rasa
Malam ini cuaca tidak menentu, seiring rasaku pada mu
Malam ini hujan rintik-rintik, badanku gemetar akan rindu yang tak bisa aku sangkal
Sepenuh cahaya bulan yang aku damba, aku terpesona oleh kata dan suara
Malam ini dingin mengutuk badanku yang kering, hembusan angin sapa aku yang coba bertanya padamu, “Kamu ga marahkan?!”
Pada kamu yang tertidur lelap dengan mimpi indah dan hembusan nafas yang tenang nan lembut
Malam, aku menatap dekat dalam dekap dirimu yang jauh sedang tertidur lelap


D’Amoureuse
Tirai-tirai adalah patokanku
Pada kepala yang berbatu
Aku tersangkut
Darah dalam tanah berwarna merah muda

Pada bintang mungkin aku tenang
Pada bulan mungkin aku terang
Pada malam mungkin aku tentram

Cinta-cinta adalah paku besi bagi tembok bercat kayu
Rapuh saat aku menengok kasur
Aku terkapar
Mani-mani tetesan berwarna putih suram


Kematian ku
Berdatanglah.....................!
Simponi ini akan senja
Fajar ini akan awal

Bakarlah...............!
Bila lahan tanah, telah kubur, telah tiada
Uang dan uang menjadi persoalan


Lambaian Tangan
Perpisahan adalah penderitaan
Rasa cinta ciptakan kasih sayang yang menciptakan penderitaan
Rasa benci menciptakan perpisahan
Sempurnalah sudah semua hidup ini

Akhir hidup dengan perpisahan
Awali kehidupan dengan penderitaan


Pada Aku; terakui
Dalam aku ini ada kamu
Secarik kertas untuk masa depan
Dalam kami ini ada aku
Dalam ungkapan kata penuh peribahasa

Aku adalah kamu yang bertafakur
Diatas senja yang merah, tirai demi tirai terbuka
Sungkan kepala untuk menatap ke atas
Mengukir senja diantara tembok-tembok retak

Ratapanku penuh cerita
Usang usai, biarlah bahagia
Bebaskan aku dalam kekhusuan jiwa yang menggadaikan arwah
Mengurung dalam terali-terali baja dan tembok-tembok berbata

Pasti ketemu jua


Nilai Waktu
Untuk yang pertama kali, percayalah padaku
Meskipun pada kenyataannya, kenyataan bukanlah milik ku sepenuhnya
Nikmatilah kesendirian mu, setelah aku mengasingkan diri; sepeninggalanku
Dalam sepi, yang aku kutuk
Kini dingin menyelimuti ku, seperti dingin yang aku rasa diwaktu sholat
Dan kini, aku menemukan agama yang aku anut; semata-mata bukan oleh karena mu
Yakinlah dan percayalah, agar aku tenang oleh karenanya
Jadi kini, kau tinggal menunggu waktu dan nikmatilah waktu itu


Dikala Rembulan Datang
Titik balik adalah ruang yang hampa dalam ketidak-pastian dan ketidak-jelasaan
Aku bercermin dan mengkaji, apa-apa yang ada dalam diri
Selepas aku lari, dan selepas aku sembunyi
Melewati paradigma dan waktu yang tak bisa ku hadapi


......................
Tak banyak namun berarti
Dalam satu yang berbeda, dalam penafsiran mengawang

Diantara seutas benang yang ada
Rinduku akan selalu menjadi untaian do’a tiada henti

Hanya dikarenakan senyum pun rasanya menjijikan

Dalam pelepasan perjumpaan, seketika jauh adalah jauh
Di ambang titik demi titik, kau menghampiri

Dan lambaian tangan adalah sesuatu yang patut untuk dikenang
Dalam titik nadir dan nafas ku menjadi sungkan untuk menghembus


Surat untuk Sang Waktu; pada apa yang kau rasa
Setidaknya aku bercita-cita, tentang apa itu masa depan
Gambaran klise, dan sketsa manusia yang aku harapkan pun ada didalamnya
Mendampingi

Aku terancam rapuh, namun semakin rapuh aku semakin kuat

Kini, didepan cahaya telah aku lihat, kenyataan yang pahit dan kejujuran yang pahit pula

Terasa ganjil, memang

Sakit, sakit hati ini; namun semakin sakit rasanya semakin lebih baik
Mungkin sedikitnya aku tahu, bahwa yang terjadi kini, akan seperti ini

Mengganjal, tapi kenapa harus seperti ini
Menggalang di sanubari

Andai waktu adalah kepunyaan ku
Oh tidak, mungkin semua ini adalah kehendak-Nya

Sebenarnya?, apa kekuranganku, atas diri yang ada di dalam dan di luar diri ku ini?
Oh, mengapa kini aku lantas bertanya, “Kenapa dan kenapa”, jika aku hanya diam dan tak berbuat

Dan kini, hanya harapan demi harapan yang ada di dalam pikiranku
Tak aku pikirkan juga kepikiran

Sebenarnya, apa ini akan menjadi bagian dari cita-cita ku
Tentang masa depan

Oh waktu, mengapa kau selalu disampingku namun kau tak mengerti tentang aku

Uh, jikalau ada sesuatu yang dapat aku sapa, dia melihat dan mendengar apa yang aku rasa, dan dia berkata kepada ku, “Kenapa?”
Mungkin aku akan tertawa dan tersendak oleh perkataannya, dan sakit oleh karena jawabanku sendiri

Sebenarnya, aku tak tahu apa itu benar dan kebenaran
Karena, aku tak tahu kebohongan ini untuk siapa
Sungguh, aku ingin berbagi, berbagi pada rasa yang aku punya dalam dada ini
Bukan hanya sekedar rasa ataupun angan
Namun, lebih jauh lagi, aku seperti terbakar pun tidak dan kedinginan pun tidak

Kata yang mau aku ucap, tertahan
Hinggap ia di kerongkongan

Sepertinya bahasa harus aku beli
Kali ini

Tapi akankah semua ini berakhir
Kini, aku tak peduli orang lain disamping mu, waktu
Karena aku ingin kamu tahu bahwa bila kamu tahu, aku akan bahagia

Tak peduli ini bahagia ataupun derita
Namun dapat aku tekankan, bahwa aku tertekan
Oleh rasa, rasa yang aku punya

Maka, untuk mu waktu, tak ada yang tak mungkin
Sepenuhnya akan aku serahkan segalanya, pada mu
Tak peduli kemalangan akan menimpahku
Karena, aku akan mu adalah kebahagiaan


Para Pejalan dan Perjalanannya
Pada waktunya nanti, kita akan bertemu
Pada ruang yang tak bisa aku tentukan
Pada apa yang aku harapkan dan rencanakan

Namun, tidak
Tidak, seperti sekarang ini

Namun, jelas lebih tegas dan lugas
Dalam singkat kata dan sederhana bahasa


Pemeran Sandiwara
Aku tahu aku tak bisa mengubahmu
Namun, aku yakin kamu akan berubah
Karena aku yakin aku ini berada, dan kau pun demikian
Dan, aku mengakui keberadaanmu

Maka, belajarlah untuk tidak sadar jika kau belum juga sadar
Dan sabarlah, karena kau akan segera sadar
Maka, sandarkanlah badanmu yang terkapar lelah
Dan sebentar lagi, semuanya akan datang; aku harap kau segera jelang


Senja Batas Jiwa
Dikarenakan akan mu, akan aku ketahui
Yang terbaik tetap aku perbaiki
Menelan pil hitam diatas meja-meja billiard
Terkurung seperti setan di batas hari dunia
Karena akan mu, terkadang terlupakan
Masih, Selayak untaian do’a ku
Mengapa bertanya, pada apa yang menjadi peluang pada perhitungan yang dapat aku andalkan
Masih diselimuti mimpi, dikala bangun adalah sesuatu yang membosankan
Melawan yang seharusnya tidak aku lawan, karena kekalahan dan kemenangan adalah nilai dari kekosongan Sang Ilahi
Kopi susu ku, rokok filter ku, dan segala yang terkadang bagi suatu kaum, yang mereka percaya adalah haram
Diselingi beberapa selangkangan para pelacaur, yang aku anggap keberadaanya adalah mencari uang diatas uang
Lalu, terbentuklah aku diantara kata-kata yang ada dan yang akan ada

Masih selayaknya aku
Yang tersendak sehingga terlambat
Seperti untaian do’a-do’a ku yang tidak akan pernah putus
Dibatas hening jiwa ku, aku hilangkan keberadaanku, hanya untuk melihat bahwa sesungguhnya keberadaanmu adalah hal yang nyata dan pantas untuk aku akui, sehingga patutlah diri ini untuk mengabdi

Pada dasar yang diri ini bawa
Pada tanah yang ingin aku berada didalamnya
Dalam dasar menjadi jalani bukan lagi hadapi
Kini, ketiadaanku akan hidup dan matiku adalah kosong

Halaman depan dan lembaran kosong

Baru, baru kali ini aku baru


Mereka Berkata,
*
Dengar, hei dengar hujatanku untukmu
“Tak ada yang boleh pergi dan mati hari ini!”

Coba lihat disana, ada kesan tentang apa?

**
Masih ingatkah kamu akan diriku?

Aku masih tersenyum

Beberapa diantaranya adalah yang mengesankan dan mengesalkan, bahkan terkadang yang mengenaskan, hingga aku terheran sehingga berkata, “Ada apa???”

Hanya tersenyum

Dan kau?, masih ingat akan peringatan mu yang mengingatkan ku akan sebuah ingatanku?
Tentang mati, yang suram, yang gila mengakar dilubang menganga

Dan tersenyum

Lalu, di liku itu?, disebuah tikungan yang tajam
Sehingga kita hampir lupa, karena luapan-luapan ketidak-tahuan kita, yang hampir-hampir bisa aku katakan bahwa kita sebenarnya adalah satu, dalam arti kepemilikan yang sepenuhnya akan jiwa dan raga; yang kamu ucapkan, pada saat itu adalah, ‘Yuck Fou Dualisme’
Dan kamu masih ingatkan?!, ingat ini aku?

Tersenyum


Merah-Putih Cemang-Cemong
warna ini pudar
orang-orang penuh noda turun ke jalan
membakar yang bukan untuk dibakar
melempar apa yang ada

suasana ceramah pun nampak dari kejauhan
berisi hujatan kekesalan dan ketidak-puasaan
entah untuk siapa ?
hanya untuk kemarahan dirinya saja

warna ini semakin pudar
entah oleh karena apa ?

warna ini semakin penuh noda
dan kenapa ?

mulutnya penuh busa, sehingga rongganya pun meminta


Kemenangan pun, bukan sesuatu yang merdeka
dan, ledekan pun terjadi
masih sepatutnya aku pertanyakan
diantara keringat-keringat kecil yang menempel lekat pada kaos kaki

seperti yang aku duga, nuraninya telah mati

mereka yang menunjuk dan berteriak, “Dan hei, disini ada barbarisme, kanibal, vampir, drakula; yang sedianya meminta pada apa yang aku dapat”

dan, ledekan pun semakin menjadi


Kepada, Yang Tercantik
*
Sudah sepatutnya kau pintar,
Lantas aku harap kau jangan galak

Jadi, selayaknya jangan sok cantik
Sudah sepatutnya kau cantik

Keindahan mu terpancar dari cara mu berbahasa dan bertingkah
Penilaian ku adalah akan rasa lupa yang sempat kau ludahi

Seingatku aku pernah bertukar-pikiran, tentang ketidak-tahuan
Seingatku, aku tak akan lupa akan rasa sakit yang kamu peroleh dari rasa bahagia akan mengenal cinta kasih

Selayak kamu yang resah
Selayak kamu yang gelisah
Selayak kamu yang mendesah
Dan selayak kamu yang berkisah

Masih berputar diputaran yang sama dibalik lingkaran permasalahan yang selalu kau pikirkan
Diantara kebohongan untuk kebaikan
Dan diantara kejujuran untuk siapa?

**
Tak aku pungkiri, pernah terpikir cantik adalah bodoh
Sediakala disaat Aspirin hanya dapat menahan rasa nyeri ku
Pada saat, sekar dan puntung rokok ku terlihat berantakan
Vodka dan beberapa linting ganja; tertawai pendapatku
Hitam pekat, muntah yang aku keluarkan

Teman berkata dalam sadarnya, “Sebenarnya, apa yang benar itu?”


Oh, Aku yang Meminta
Dimana kamu?, sekarang ini; malam ini, kian gelap
Jemari tanganku pun bergetar
Tak terasa sudah jam 03:45
Aku menunggu kepulangan mu, datangnya kamu dari kepergian mu
Nyawamu masih disini, tapi jauh bermil-mil tubuhmu mengawang
Seperti otak yang tak besuara

Tak benar, jika kau merasa yakin dengan apa yang kamu yakini
Karena, kepergianmu adalah kebimbangan mu
Dan kepulangan mu, adalah kepastian

Dalam persimpangan; dalam kebingungan
Dalam awan-awan yang mendekap pada bintang
Tanpa perlindungan, aku ada, karena aku mencari
Tentang jiwa yang terkesan mengesankan sekaligus mengenaskan

Jangan bohong, bahwa sinar itu adalah terang benerang
Oh tidak, fajar telah menjelang
Sinarnya pahit; selayak kopi hitam
Kehangatan ini, adalah pelepasan mu

Kembalikan waktu ku!


Lembaran 1
Manusia bertindak tanpa raga
berpikir tanpa jiwa
semua, ketidak-sadaran
jadi, kuatkan


Narcissism Not Egocentric
Aku puja diriku, seperti memuja Tuhan
Selebihnya terserah padaku

Dikarenakan pelaksanaanku harus seperti perencanaanku
Aku jadi memaksakan diri, atas dari pada, yang dikehendaki-Nya

Dicintai tubuhku, oleh diriku; menjilati setiap inci demi inci lidahku oleh lidahku
Dan, cermin tinggallah cermin

Ancang-ancangku adalah seperti roda kehidupan yang penuh ancaman
Bergulir seperti kata-kata yang aku lontarkan pada setiap insan

Pada harapan; aku ingin terpenuhi angan ini
Selebihnya, terkadang aku melebih-lebihkan

Karena dua tambah dua tidak sama dengan dua kali dua
Maka, aku adalah laksana manusia yang masih manusiawi

Karena yang berbeda jelas adalah fisika, biologi dan kimia
Maka, aku terapkan perbedaan ini, bukan untuk dijadikan alat untuk membedakan
Namun, lebih aku pahami, bahwa aku menyukai diriku seperti ini
Iya seperti ini, seperti aku yang mencintai aku

Syukuri dan maklumi
Masih....., masih selayak membedakan sifat dan sikap didalam sebuah ruang gelap dengan cahaya lilin yang cukup
Dari sebuah lilin inilah, aku berharap kepadaku
Tak lebih, aku berharap aku terakui, oleh aku sendiri
Dan, Friedrich Nietzsche pun berkata, “Melankoli atas segala sesuatu terlengkapi!.......”


Vertigo, Insomia dan Amnesia; aku punya dan aku rasa
Kepada yang mereka mendasari dan sadari, mereka punya
Pada setiap rasa yang aku bawa
Dalam sebuah psikologi terapan
Jiwa ini bergejolak kencang, terguncang dan mengguncang

Sekurang-kurangnya rasa sakit; aku hilang ditelan nyeri
Pada renung hati aku berkata, “Apa mungkin, ini semua adalah salah satu dari penyebab penyakit kejiwaan?”
Oh tidak, beban-beban di otak kecilku makin terasa sakit; pusing jadi-jadian
Dalam tidurku, yang aku rasa berat

Jika ini adalah benar adanya, maka gila adalah kenyataan yang mungkin dibalik mungkin

Manakala sebuah piramida segitiga diarahkan padaku, maka yang tertinggi adalah Vertigo, ditengah adalah Insomia dan yang terrendah adalah Amnesia
Namun, jika gila adalah kenyataannya, maka benar adalah kemungkinan dibalik kemungkinan

Maka, berikanlah aku delapan buah Aspirin, satu gelas Vodka dan tiga belas batang rokok Marlboro


An Angel With the Broken Wing
Bidadari, aku harap sayap mu tidak patah, hingga kau terjatuh
Tak jauh dengan keberadaanku; jatuh
Bertemu dengan mu adalah tangisan, begitu juga bila berpisah
Dalam setiap keadaan, aku memang tampak menyedihkan

Penyelamat, seperti dugaanku, bulumu tidaklah serapuh yang kamu kira
Dekat dari sini, aku melihat secara acak, kau sedang belajar terbang

Dan, kau terlihat pucat, karena air mata
Namun, dapat aku potong pembicaraan, sehingga arah pembicaraan berbalik arah menuju kekesalan, bukan kekecewaan

Lalu, kita hampir berpikir bahwa roda kehidupan tidak akan berputar
Namun, dapat aku tekankan, bahwa semuanya akan berubah, cepat atau lambat

Seperti menyelami lautan dan melewati pegunungan, dan disetiap penjuru dunia kau menebar pesona jiwa, tanpa keangkuhan
Dan, kau tersenyum dan tertawa, karena bahagia

Bidadari, selamatkanlah dirimu, sebelum engkau selamatkan aku

Dan, keadaan ini akan berbalik, berubah, seperti rasa pahit ke rasa manis

Bidadari, kini kau telah bisa terbang
Memutari setiap rumah dipenjuru dunia, mengarungi lautan dan daratan dan menghiasi langit dengan bulu sayap mu yang indah

Bidadari, dan kau pun terbang
Sejauh mata memandang langit; yang makin jauh, kau makin tak terlihat; makin kecil, hingga kau pun seakan-akan lenyap ditelan awan


Yang Terlupakan = Aku Akan Mengingatmu
Pertemuan dikejutkan dengan beragam cerita
Menikam lewat pengalaman
Disela suara serak yang keluar
Kita berbagi, selaksa sketsa jiwa
Tentang pandang, tentang apa dalam angan

Sedetik harapku, semenit anganku
Buai aku yang seketika padam oleh angin lautan

Mengawang dalam kabut busa
Menari dalam penerawangan
Mengharap dalam tarian pedalaman

Lebur sudah jiwa
Raga yang terbakar tak akan habis satu evolusi
Panah-panah seliputi hati yang dingin
Aku dan birunya langit jadi satu
Karena ada rindu dihatiku


Lembaran 2
jadi akulah korban,
kehampaan ini ada artinya.
indah ataupun tiada.
adalah tiada apa-apanya dengan makna bicara.

jadi akulah korban,
sesaat aku ini khilaf.
apapun maknanya.
fakta dewasa kitalah yang melihat.


Konsep Tuhan dan Agama
Dan, aku datang mencari Yang Maha Esa
Disela, obrolan teman-temanku, tentang Tuhan, Manusia dan Agama
Disana, ada sederetan urutan, yang bila dipikirkan bukanlah sesuatu yang masuk diakal

Dan, aku pun datang bukan untuk makian

Dan, disini aku mendapat sesuatu yang tak berkesimpulan
Dicermati makin tak berarti
Dan dimaknai makin tak mengerti

Dan, aku pun pulang tanpa kepastian

Malam ini aku seperti dineraka
Oh, mungkin ini hanya kesanku ku saja, pada kekesalan sebuah pernyataan dan jawaban
Dan, karena pertanyaan ini penuh dengan kemungkinan dan ketidak-pastian

Lalu, buat apalagi Tuhan menciptakan banyak agama?, bila benar semua agama yang ada didunia ini adalah ciptaannya; yang baik untuk umat-Nya
Namun, dalam hatiku berbisik kuat, “Tidak akan ada seorang Nabi pun yang akan terbunuh”, karena Nabi tetaplah seorang nabi, dan Tuhan tetaplah Tuhan

Bila semua ini adalah untuk kemajuan umat manusia, yang makin beradab
Lalu, mengapa banyak manusia merusak agama yang bukan agamanya
Bukankah agama itu membenci umat yang merusak, karena pada dasarnya agama itu tidak memberatkan jalan suatu kaum-Nya dan tidak menitik-beratkan pada pengrusakkan, malah sebaliknya

Lalu, kenapa manusia-manusia pengrusak itu mengaku sebagai manusia yang beragama?
Karena agama adalah dasar dari jiwa, dan agama akan memajukan ke adaban manusia antara manusia yang lainnya

Oh, Yang Maha Esa
Bila benar kau adalah Tuhan satu-satunya didunia ini, yang menciptakan bumi dan langit, dan segala isinya, yang aku ketahui, tidak aku ketahui dan aku benar-benar lupa sama sekali
Kenapa disini agama seperti bukan agama, dalam arti yang penuh
Namun, bukan maksudku menilai agama dari penganut agamanya, namun lebih jelas ke arah mana dunia agama yang umatnya akan bawa itu

Oh, Tuhan yang tidak beranak dan diperanakkan
Selamatkanlah mereka dari agama-Mu
Dari pengrusakan yang sesungguhnya nista adanya, dan nyata adalah adanya

Karena dalam buku, dikisahkan tentang sebab-musabab diturunkannya agama hanya untuk suatu umat saja, bukan untuk semua umat
Dan disana diterangkan, bahwa agama yang terakhir itulah agama yang akan menyatukan semua umat manusia, namun agama yang mana?
Karena disini telah menjamur manusia-manusia, yang mengaku sebagai wali, nabi dan tuhan, bahkan ada yang lebih dari diri Mu, Tuhan

Oh Tuhan, sujud dan sembah aku laksanakan hanya kepada-Mu dan hanya untuk Mu, tiada yang lain; karena hidup dan matiku, untuk Mu
Namun, bila Agama sebagai pelaksanaannya kepada-Mu, maka berilah aku jalan, petunjuk dan arahan yang benar, baik dan lurus
Karena sesungguhnya aku sebagai manusia yang diciptakan oleh Mu, maka aku akan kembali lagi kepada Mu

Dan, aku bukanlah sebagai manusia saja
Karena agamaku adalah cermin bagi diriku
Lalu, Tuhan adalah bagian dari diriku yang tak akan mungkin dapat terpisahkan; sekalipun aku hanya ciptaan-Nya, bukan anak-Nya, atau siapapun
Namun, aku tekankan pencarian Tuhan dalam hati
Dan, pencarian agama pada alam semesta, pada Agama yang mendasarkan pada satu tuhan dan tidak ada yang lainnya, Tuhan yang tidak beranak dan diperanakan, dan pada Tuhan Yang Maha Esa


Kita (Manusia)
Berpegangan tanganlah; dalam arti kita menyatu dalam hati
Karena, sesungguhnya yang kita yakini, belum tentu sepenuhnya kita yakini
Karena dalam hati ini ada keraguan dan kebimbangan
Dalam jiwa ini ada gelisah yang tidak terpuaskan
Namun, dalam do’a ini ada untaian harapan yang akan tak akan terputuskan

Maka, berpegangan tanganlah kita semuanya
Dari apa yang kita takuti akan terjadi, dari bahagia yang akan segera menjelang
Dari semua bencana dan musibah serta berita kabar gembira
yang akan terjadi; tentang apa yang jari tangan telunjuk tunjuk

Karena sesungguhnya kita semua berperan dalam ketiadaan dan ketidak-sadaran, yang sepenuhnya tidak kita ketahui sama sekali secara terperinci
Dalam tangan ini, hati kita akan tenang dan tentram
Karena sesunguhnya kita tak tahu waktu, dan pandangan kedepan tentang nasib dan takdir


Jujur; terletak pada hati mu; dalam arti kita hanya meminjam kejujuran secara kurun waktu tertentu
Pada dasarnya hati manusia adalah putih dan suci
Yang tercipta adalah kebenaran, kebaikan, kepastian, kesadaran, kejelasan, keberanian, kebebasan, kedamaian, kenyamanan, kejujuran dan lain sebagainya

Namun apa daya aku adalah seorang manusia yang dilengkapi dengan kesempurnaan
Dilengkapi dengan otak, yang bisa mengadukan pemikiran-pemikiran dan menduakan perasaan-perasaan

Dalam lima panca indera ini, Dia (Tuhan), meminta pertanggung atas semua yang ada dari diri kita
Selebihnya aku adalah manusia yang tidak sempurna yang menuntut kesempurnaan

Pada awalnya manusia terlahir bersih, dan didalamnya ada putih dan suci
Dan pada akhirnya, diharapkan ia (Manusia) kembali lagi dalam keadaan yang sama

Dan bertahanlah dalam segala macam keadaan; apapun itu
Karena bila waktu adalah Sang Penentu bagi-Nya, dan menentukan kita sebagai manusia
Maka, tidak ada salahnya, bila kita sebagai manusia, menentukan letak dari nilai itu semua, untuk diri kita; bukan dalam arti melawan arti, namun lebih menitik-beratkan pada menjalani dan bukan menghadapi

Karena jelas sudah, kita tak mempunyai kejelasan yang pasti pada arti kemenangan dan kekalahan
Karena nilai dari letak kata kekalahan dan kemenangan adalah hasil akhir dan proses dari ukuran waktu


Diingatkan; dari kiri
Bahwa hasil akhir adalah sebuah peristiwa
Dan proses adalah ukuran waktu dari berbagai macam peristiwa


Ingin Cinta nan Gila, Tergila-gila; tak tergantikan
dan aku pun
gila karena cintanya

dan dia pun
gila karena cintanya

dan aku pun
resah gelisah oleh karenanya

dan dia pun
resah gelisah oleh karenanya

sampai nanti, sampai mati
gila dan resah
cinta dan gelisah
terhidupi dan menghidupi oleh karenanya

sampai nanti, sampai mati
sampai rasa menjadi mati tanpa nya
sampai raga menjadi mati oleh karenanya
sampai jiwa menjadi mati tanpa nya

sampai mati, sampai nanti
gila dan resah
cinta dan gelisah
termatikan dan mematikan oleh karenanya


Paradox
Narcissism, “I love my self, and I want to live”
Kurt Cobain, “I hate my self, and I want to die”
Later; Then come,.....................
And I do stupid something that, and clear real that asinine me is existence of

Marlyn Manson, “Yeah, that is I’m, and God is in the tv”

Proper of me question, me maintain, me explain
But, don’t like saying; that me non a is homo

And I’m abstain


Fokus Lotus
Konsentrasilah agar kau tak kehilangan hal-hal yang kecil
Hal kecil yang sederhana namun istimewa
Dan, para cenayang berkata, “Fokus lotus”

Karena aku berubah karena aku, aku mengejar aku yang ada dalam aku
Menggali aku dalam aku, dan memaknai aku dalam aku
Tak lebih dan tak bisa melebih-lebihkan

Dikarenakan aku tak mau kehilangan mimpi-mimpi, maka jadikan hidup ku 1/3 nya sebagai tidur
Aku tak mau menutup mata, karena aku tak mau kehilangan mu
Dan aku tak mau kehilangan senyuman mu dan ciuman mu
Aku pun tak mau kehilangan diri mu dan pelukan mu
Dan, aku pun tak mau menutup mataku, seperti aku yang menutup diri; dan selebihnya bukan oleh karena mu


Seperti Cinta
Seperti yang sudah pernah aku katakan sebelumnya, bahwa cinta adalah senyawa ledakan yang luar biasa dan karenanya aku merdeka
Dan setelah waktu berlalu, aku lewati
Aku merasa lebih baik dari baik

Dan aku pun gila, karena kegilanya
Aku cinta karena kecintaannya
Aku pun damai karena kedamaiannya

Dan jika dapat aku ingat kembali, aku kehilangan ingatan oleh karena cintanya
Tak bisa aku sangkal, dan patut aku katakan, “Aku membutuhkan cintanya”
Karena kau mendorongku pada rindu cinta dan membantu melihatku untuk melihat dera dendam


Dan Ibu ku pun Menangis
Dia melihatku, dalam
Diantara selaksa perkataan Ia berlinang air mata
Dan Ia berkata, “Dasar bodoh, jangan kau perlakukan wanita seperti itu”

Terhentak aku untuk bergerak

Dia berkata, sangat dalam
Diantara selaksa peristiwa Ia menunjukkan telunjuknya dengan tegas
Dan Ia berkata, “Salah, kalau kau berkata bahwa langit berwarna abu, namun benar adanya kalau langit berwarna biru”

Terdiam aku untuk mengucap


Aku Adalah Tuhan Mu
Sesaat setelah kejatuhanku, selama itu, secara tidak langsung aku telah melupakan Mu
Lalu, aku berdarah dan dengan wajah pucat pun dapat aku lihat lewat cermin yang menempel lekat di tembok rata yang putih namun retak
Seketika itu aku mencoba mengacuhkan rasa sakit dengan pemikiran yang berkata, “Tuhan telah mati, seakan-akan telah mati”
Namun dengan jelas aku mendengar suara, entah dari mana asalnya, namun yang jelas aku mendengar suara itu seperti dalam hati, dengan perkataan, “Akan aku buktikan bahwa Tuhan adalah nyata adanya, dan memang benar Tuhan itu ada”
Seraya aku tak dapat berkata, namun jelas aku telah terbuka
Dengan arti penuh bahwa dulu aku telah menduakan dan sekarang aku harus mengesakan


Kaka; “aku rindu”
Kau yang selalu membuat ku tersenyum dikala aku sedih
Kau yang mengulurkan tangan disaat aku lara
Kau yang tak pernah melambaikan tangan, tali persahabatan
Kau yang selalu membuat ku ceria disaat aku gundah
Kau yang selalu membangkitkan ku disaat aku jatuh
Kau yang tak kenal lelah membangunkan ku, meskipun jauh

Kau mengisi sepi ku
Kau menghidupkan mati ku
Kau membuatku lebih baik

Dikala ajal tiba; kau tersenyum meskipun kesakitan
Diwaktu maut menjemput; kau tetap berkata lembut
Disaat mati telah dekat; kau tak pernah tersenyum pekat, namun kau tetap mendekap


Dan, Sejarah ini, Adalah, Sebuah Perang Ideologi; saling menjatuhkan dan saling menjauhkan
*
Mengapa ada tanya tanpa jawab ?
Mengapa nyata ada pernyataan-pernyatan yang terbentuk secara tidak langsung, yang menimbulkan opini, terhadap apa yang, mengkontradiksikan pada sebuah wacana ?

Dan aku menghubungi, dan terhubung

Kenapa, otak ku, pemikiran ku, pandangan ku, terhadap peranan ideologi dalam perang, sangat dangkal, tidak terjamah ?
Mengapa drama ini seperti cerita bersambung hari per hari ?

Seperti di film-film, mereka membawa persepsi dan definisi sendiri-sendiri
Mereka berkata, “Ini dapat mencegah kerumitan dan ketidak-jelasan”, namun semuanya adalah hanya, ‘Kata orang’
Oh Tuhan, di dunia ini, hanya beberapa orang saja yang dapat aku percayai; namun jujur saja, manusia tidak akan dapat selamanya terus terang; seperti dulu aku pada Mu

Dan aku terhubung, dan menghubungi

**
Dan, temanku, berkata, “Ideologi  adalah ciptaan manusia”
Aku menjawab, “Dikarenakan manusia adalah mahluk yang sempurna, bukan berarti manusia dapat menciptakan sesuatu yang sempurna, maka oleh karena itu adalah salah satu sebab mengapa manusia tidak pernah puas, tidak seperti Tuhan”
Dan, temanku berkata, “Jangan kau bawa-bawa Tuhan”
Aku pun akhiri dengan perkataan, “Karena cepat ataupun lambat manusia harus bertanggung-jawab atas apa yang ia lakukan, sedikit ataupun banyak, atas perkataan dan perbuatannya”


Kebodohan Pun Semakin Mendekat
Nista dan amarah
Akan nafsu dan shahwat
Terkurung dan teraniaya
Terbentuk dalam bentuk
Wujud nyata adalah manusia

Menari didalam sebuah jasad yang tanpa sehelai benang
Akan pemandangan secara harfiah, berarti binal
Membayangkan dan menerawang
Nyanyian demi nyanyian mengundang tabu dalam sejuta nafsu
Wajah yang kusut dengan dua bola mata yang aku punya; hari itu sepenuhnya nista


Beberapa Esai yang Tertinggal
Sementara, aku melihat diamnya; tak bicara
Sebentar lagi aku datang
Sebenarnya, aku melihat kedatangnya
Namun tak lama ia diam

Tumpukan kaset tergeletak jelas sebagai pandangan ketidak-lanjutan
Asbak dan sekarnya yang telah melekat pekat; terhempas
Dan, aku pun terjaga; oleh karena kerapihan
Namun tak lama ia terdiam

Sementara, hanya sebentar ia melihat aku yang terdiam; tanpa kata
Hanya menghela nafas, dan ia membuang muka untuk kepuasan
Badannya ia renggangkan, sendi perototannya pun terdengar
Lalu, ia menengadah dan berkata kecil, “Aku lelah, sungguh lelah”


Grammatical
Apa yang harus kita yakini sebagai sebuah kebenaran
Jika benar bahwa manusia hanya mempunyai dasar rasa kebaikan saja
Dan kebenaran atas kebaikan itu milik Sang Ilahi

Untuk anak kita, akan aku tunjuk sebuah kenyataan

Sekarang, waktu akan menunggu atau apa lagi yang harus kita tunggu
Jika waktu adalah sebuah kekosongan
Dan benar bahwa aku adalah manusia yang hampa dan menyebalkan

Untuk apa, akan ku buktikan sesuatu itu

Hak azazi yang mengikat pada dasar hati
Terkesan mengukir dalam hal yang tak terukur, yang terkadang hanya menghitung mundur dan menyangkal replika realita
Dan siapa untuk siapa ?
Dan aku mengikat erat tangan dan kaki ku, tak lupa aku kunci semua indera yang ada

Karena sadar adalah jalan satu-satunya untuk diri ku
Bukan untuk mu, atau siapapun
Karena pada dasarnya aku adalah pemeran utama didalam dunia fana
Bukan karena aku menangis sendiri dan bahagia sendirian

Sebelumnya barang-barang yang membuat aku tinggi aku tinggalkan
Dari kejauhan semuanya adalah kecanduan
Akan yang sesat dan sesaat
Dan aku menertawai aku yang tertawa

Dan aku bertanya, “Berhenti untuk siapa?, dan mengapa?”, kepada diri sendiri
“Oh, aku akan sendirian, akan kah?”, dan ketakutan adalah seni


He666x, Ga Salah, Ha999x
Mereka memuji,
Tak sedikit dari mereka tertawa
Sedikit indah, namun sebanyak keraguan
Akhirnya bertanya, “Kenapa?????????????????”

Di diri ini ada bom waktu yang siap meledak
Aku jaga, agar bersiaga


Pamit = Percaya
Dan kepergianku, bukan karena mu
Oleh karena mu, tanpa maksud, dalam sebab, yang di alami, bukan berarti terputus tali persahabatan
Namun lebih dalam, aku merasa tekanan yang akan terjadi nanti, berakibat dalam dharma yang menitik-beratkan karma
Sesuatu yang besar akan terjadi, diselingi keistimewaan yang tak didapatkan secara acak; tak terhingga beraneka-ragam
Berhati-hatilah, selama aku tak ada, ataupun selamanya aku tak ada
Aku senang mengenal dirimu

Bila mana ada pihak-pihak yang merasa tidak setuju,  tidak membenarkan, bersalah, sedih, kecewa dan lain sebagainya; maafkanlah aku atas segala kata dan tindak yang aku lakukan secara naluri, sikap dan sifat, sadar ataupun tidak; yang aku ketahui, tidak aku ketahui, atau bahkan mungkin aku lupa sama sekali

Karena ada sesuatu yang tidak akan pernah kita duga
Akan dualisme perdebatan akal dan perasaan; rasio kita mati seutuhnya; tentang harapan yang terlalu panjang dan mengharap
Dan, sungguh aku senang sekali mengenal dirimu
Sekali lagi, maaf.


Peculiarity
Rancu, dalam sana ada putih yang terus putih
Sepertinya kau adalah isme yang lain
Mengisi hari dengan sinar putih

Bertanya tentang hal yang nyata dan ada, dan terasa semakin berat dan panjang
Diselingi kediaman dan rasa ingin tertawa terbahak-bahak
Akan fana, dan influse-influse yang berdoktrin tanpa alasan


Nihil; ........dia.......kamu....aku........kau....kalian....mereka............
Orang bijak menempuh resiko, dan menjadikannya sebagai daya tarik
Sepertinya ia rela dan iklas melanggar tuntutan agama yang tidak masuk diakal, bahkan menurutnya tidak bijaksana

Kemalaikatan, ia lera melakukan apa saja untuk orang lain
Selayaknya, hidupnya, hanya untuk orang lain
Namun, tetap saja, dalam ingatannya tentang harapan, ia seperti meminta atas apa yang ia lakukan

Kekejaman, yang hampir mati; seutuhnya masih separuh adanya
makin menjalar, menjamur kedalam lubang-lubang perasaan
Dan disana tertera nama ku dan manusia yang lainnya

Nyata tidak masuk diakal, mereka menyebut namaku pada saat rindu dan benci; akan pertemuan dan perpisahan; semu ataupun nyata
Mereka mendekat, tertidur lelap; dalam ingat tentang rasa
Tak lama tangan lembutnya mengucap, “Sepenuhnya kau milik ku”

Orang seperti aku; hanya diam, tersenyum dan tertawa
Tak bergerak; karena bergerak seutuhnya milik orang lain.

No comments: