Wednesday, February 4, 2009

MEMBUMI MEMBUNUHI SEKUJUR SENI

Tak kala berhala lama bertuah tumpah ruah menjadi sebuah ketuhanan yang baru, sampai sampah pemukiman dekat laut dengan para nelayan yang bermodalkan perahu dari tenaga bensin dan jaring bolongnya. Semula sedikit sedia kala menjadi pemukiman politisi yang senang demo dengan penghargaan uang dari tuan tanah rumahnya


Penjaga dari ujung selatan yang berharga dengan kaos birunya yang menantang sang penguasa dari lautan yang dahulu kala menjadi sebuah sejarah tanah ini bertuju penuh, sedikit dari darah yang banyak membuahi sebuah harga kafir terdekat sisi kelogikaannya

Pemuda malam, petua malang, serta petuah sayang, dan para pujangga yang hampir tidak jauh samanya dengan para penyampun yang menyambung tali-tali usar mereka sendiri, berasa berakal rasa kaya raya. Celoteh manusia serta para burung camar, gagak dan burung pemakan bangkai silih berganti saling mengisi apa yang telah diisi dari kedalaman akal serta jiwa dunia dengan jeritan nyanyian kepedihan serta kemunafikkan

Nyanyian jiwa seribu tanya tertumpu akan keyakinan yang tanpa ujung, antara pembeli dan penjual tak terpikir kenapa tanah ini sengketa sementara Tuhan tak membuat tanah lagi disekitar galaksi antariksa ini. Monyet tua dan para pemain sulap tertawa terbahak melihat kerasnya batu yang dilempar para penonton, tapi para penonton tertawa pula

Sementara naungan ayam jantan lapar akan nafsu birahinya, ia menahan dengan menatap para pantas yang berlalu lalang disekitar matanya, tanya akan membawa dan pentas akan kepantasan terlontar salah siapa?. Sejuta jantang berkabung, seribu jaksa menghukum, selembar uang menjawab kepantasan

Antara seni, budaya, dan adat istiadat menggambarkan bobroknya pikiran pemikir dan yang dipikirkan dengan menyambungkan sebuah lintasan nyawa dalam kata dan sikap, lalu kenapa tidak ada suatu peraturan yang tanpa larangan. Tokoh yang berdatangan dengan atribut bendera golongan memaksa sekedar merampas kemerdekaan dan kebebasan orang sepenuhnya banyak

Gigitan dari gigi kita yang terasa sangat menyenangkan untuk sebagian orang, sedikit orang berkata dengan lantang bahwa hal itu sebuah romantisme opinian. Kepalan tangan akan menghujan mirip sebuah logam besi dengan logika otak kiri kita yang ternya jauh lebih penting daripada makan

Mereka merasa layaknya lupa sesuatu, seperti mereka berharap hidup sendirian, tinggal menyendiri, berharap bumi selalu satu dengan diri. Sesaaat wanita berharap kita menjemput ataupun menyapa-nya. Lalu kemana rasa perasaaan iklan iklan makanan ringan yang selalu mengisi kekurangan film

Sedetik mereka berasa Dewa, semenit mereka katakan Nabi, sejam mereka ungkapkan semuanya,  setahun penyesalan kata perkata. Otak kecil akan mereka berbicara dengan rahangnya yang membesarkan nama Tuhan ataupun atas nama Malaikat sana, sedikit dengan pil penenang penjaga hati berkata “Hentikan”, lalu kemana cinta yang tuhan limpahkan yang tak seperti limbah

Kala itu semua berbaur dengan nuansa berbeda, sekalipun itu tanggal kelahirannya yamg kedua dialam yang terasa asing da dingin. Beberapa diantara mereka memulainya dengan keadaan yang biasa seperti kelahirannya yang pertama, tetapi sedikit diantaranya menyatu dengan jiwa seperti raga tanpa nyawa, aku dan mereka seeperti memasuki sesuatu

Banyak tanya dengan beberapa kali berkata, sementara samudera lautan yang terkubur dengan beberapa rahasianya menahan malu akan sesuatu. Segitiga bermuda, lautan tanpa daratan ataupun samudera tanpa kedalaman bagaikan sebuah planet-nya Mars bagi dunia

Beberapa diantaranya ada yang seperti kita dan ada pula yang tak jauh seperti mereka, antara kebajikan dan bijaksananya sebuah pemikiran dalam pembukuan alami, tertumpah sekian banyak kecurangan yang relatif banyak dipakai para pengotak jiwa. Selayaknya sebuah penciptaan cita-cita yang tanpa makna

Beberapa diantara kita hampiir menjadi sebuah pengalaman dengan daya cipta sebuah keberanian dan keraguan akan hukum, tentang tingkah dan pola sebenarnya diri. mata yang mewarnai hiasan seakan menyumpahi lagu karangan tanpa nama, selayaknya akan lawan jenis dengan mata uang kewarganegaraan atas janji akan seperti yang mereka inginkan

Perkataan akan sesuatu tangkapan yang menyatakan bahwa dunia ini satu dengan yang kedua, lalu sebuah dasar antara warna-warninya pakaian adat yang menamakan kepala akan kepala, sebuah perbedaan yang menyatakan persatuan. Kecoa kecil selalu mengalahkan ketakutannya gajah, dalam artian keraguan akan kenyataan yang menjelaskan antara tahun ketahun keturunan yang menyamakan kaki diatas sebuah tanah dan berkata lemah lembut akan sumpah kutukan

Beberapa kali ada argumentasi tentang Malaikat, Setan dan para Nabi, namun sempat juga terlintas anggapan seorang penceramah diatas mimbar terlihat dan terdengar seperti seorang pelawak ataupun seorang tentara. Aku teringat akan kisah perjalanan dari sebuah rumah kedutaan besar yang sempat membicarakan arti kemerdekaan yang tercipta karena adanya sebuah penjajahan, dengan langkah gagap dan wajah sebuah pengkhianatan akan pola pikiran, dan barang tentu pula sebuah wajah dengan muka dua itupun melangkah disekitar kita

Perizinan dibawah tangan sebuah tanah bebatuan yang cukup merah dantampak tak berjumlah besar, namun mata air disini sangatlah kurang, yang ada hanyalah sebuah mata angin yang cukup besar membawa debu dan hanya debu. Sederetan mobil pengangkat berat yang berisikan air kehidupan dalam jumlah banyak telah diperjualkan dengan membelinya pun, mereka menjual sesuatu

Pemabuk muda sering menjadi perhatian sebuah kaum, kaum minoritas yang terminoritasikan oleh kepala-kepala tua mayor. Kaum minoritas bukanlah sebuah cerita dengan ujung ketenaran diatas mata angin, melainkan karena suara mayoritas terlau banyak dan otomatis menanggung beban dengan cerita malang. Sebuah keminoritasan terpencil dengan keasliannya dari minoritas itu sendiri dengan tekanan kaum mayoritas pemabuk tua

Takkala saat aku jatuh dan bangun kembali diatas trotoar aspal hitam menghujani tubuhku seperti setan menghancurkan diriku, sebuah hantaman berat menghancurkan impian dengan sebatang rokok, kala itu aku penuh luka bertubi dengan enam buah kenangan sampai-sampai pantatku kena. Tak lama berselang temanku berkata “Untung kau masih hidup”, padahal aku hidup dengan enam luka demi mengejar panggilannya, lalu kenapa tak kala tengah malam dengan api unggun didepan mukanya ia berkata dengan asiknya “Semua itu karena karma dari aku

Beberapa hari ini aku mencoba dan terus mencoba mencari, mendalami dan menyelami apa yang sebenarnya terjadi. Beberapa sesaat kembali aku teringatkan sebuah tarikan nafas sebuah kaum sesaat yang pernah aku selami bersama dengan tersangka, korban dan para saksi. Sebuah jawaban akan penegakan hukum timbukan sebuah cacian akan makna dan arti sebuah cerita penjara akan hukuman penderitaan sebuah nyawa, aku bersalah akan sebuah apa yang menjdaidisalahkan sebuah aturan mengekang dalam buku berayat dan berpasalkan hukuman. Kata “Cinta” adalah sebuah dosa dengan sakit hati dan derita yang berkepanjangan, Kawan

No comments: