Wednesday, February 4, 2009

CERITA PEMENGGALAN ALAM BAWAH SADAR

Lantas apa yang akan mengabulkan harapan yang telah mereka buang di pengki yang bertumpukan dan berceceran cairan percobaan sang pengharap
Katakan dan jawab pertanyaan yang aku ajukan kepada mu
Kepada Tuhan ?
Kepada Nabi ?
Kepada Malaikat ?
Kepada Kitab ?
Kepada Setan ?
Kepada makiaan yang aku cerca hari ini ?

Masih saja yang menjadi tujuan dari semua ini, tunjangan yang tak tentu untuk detik waktu yang berjalan di siang yang mendung ini
Masih berkisar tentang harapan yang tertutup awan
Masih berada berdiri tegak menatap tiang dan menantang awan kehidupan yang penuh kepalsuan, aku masih berbohong tentang adanya nyawa dalam badan ku yang terasa usang dan mungkin sudah hilang
Apakah tahta yang pegang dunia ?
Apakah harta yang menutup mata ?
Apakah wanita yang buatkan racun dunia ?
Apakah jabatan yang buat kita sengsara ?
Akankah aku bertanya lagi pada pertanyaan saat aku bangun menjelang pagi dengan seekor ular yang keluar dari tubuh ku yang sudah tak kuat berada dikamar ku ini
Mengapa engkau tersenyum ?
Mengapa engkau tertawa ?
Mengapa ada cerita ?
Aku sudah tak tahan lagi untuk berbicara, karena aku tahu bahwa saat lidahku nyandang batu yang akan menyamun saat aku tua nanti dengan dendang seluring yang mengulangi kata yang aku buat sendiri untuk diriku sendiri
Hai Bidadari yang berpidato tentang janji yang engkau ingkari sendiri, masih kuatkah engkau berdiri dengan menatap seluruh tubuhku yang rapuh karena ulah janji kata-kata mu itu, lantas kemana kini engkau akan berjanji dengan makian dibelakangmu yaitu aku.
Apakah engkau masih berharap pada Setan yang mendukungmu ?
Apakah kamu masih berharap pada sang Tuhan yang engkau puja ?
Apakah kalian masih berdo’a pada apa saja yang kalian anggap agung ?
Apakah masih ada plastik yang menjadi tempat sampah di depan rumah ?
Kalian, engkau, kamu !.
Turunkan saja yang merasa engkau anggap setengah tiang bendera di pulau sana, dengan tujuan yang engkau rasa benar memskipun engkau pada saat itu sedang mabuk parah-parahnya
Rumahku yang aku bangun menyisakan kenangan akan pada saat tertentu sebelum ada renkarnasi bangunan ini, pada saat hujan datang aku siapkan ember, dan hutang yang dimana-mana saat rumah ini berubah menjadi gua yang dalam tanpa dalang untuk mencari uang pertunjukan pada saat hajat tertentu di suatu malam untuk makan malam yang aku rasa tidak berasa dengan lidah yang dingin
Akankah engkau dera bendera saat engkau berada digenggaman Adzan yang usang engkau dengar, lantas sebenarnya apa yang membuat dan terciptanya diri yang seperti ini
Terlalu besarkah kepala yang dia ciptakan dengan alunan petikan gitar dengan senar dari karet yang aku buat untuk mencari uang

Ini merupakan hari yang melelahkan untuk berkata dan melangkah kedepan, kebelakang, kekiri dan kesamping, terang berasa saat aku tatap ke atas sana dengan penuh tangan aku tutup mata ini, gelap hati ini saat aku lihat kebawah dengan gas yang akan meledakan dunia dan hampa udara di bawah sana
Aku berada di tempat yang sebenarnya tak ada.
Aku berhadapan dengan yang sebenarnya tak nyata.
Aku berasa dalam ruang waktu yang berbeda.
Aku yakin aku ini bukan manusia yang sebenarnya.
Apa yang harus aku harapkan dari sebuah realita yang aku yakin dan bersumpah bahwa kata-kata yang aku luncurkan ini akan menjadi malapetaka sang penulis tentang Neraka dan jalanan di samping warung makan, mengapa coba terka dan jangan jadikan dirimu cobaan bagi sang hati yang selalu berharap mempunyai kehidupan yang idealisme yang tak pernah habis sampai maut atau kiamat datang
Malam ini aku menangisi makanan yang aku makan bersampingan dengan tikus yang terasa berat untuk aku tinggalkan, atau saat aku berjalan dengan bayangan macan yang kian hari kian menjadi besar dan mulai memakan sebagian tubuhku dan membesarkan sebuah bayangannya sendiri tanpa arah yang pasti untuk berlari, menari dan bernyanyi, bahkan meneriaki
Kembali aku tapaki jejak  kaki sang dinosaurus yang berbadan besar dan ditakuti itu, tapi kalau aku pikir-pikir itu akan menjadi sebuah ajaran yang dimana menceritakan tentang sebuah/sesuatu yang dimana mulai membesar (cepat) akan berakhir seperti Dinousaurus yaitu musnah
Lalu apa penyebab dari rasa yang tengah berjalan ?
Aku ciptakan sebah pengujian terhadap beberapa aspek yang aku rasa akan berkembang seperti Dinosaurus seperti sebuah band yang aku rasa kalian semua kenal “NIRVANA” dan kecoanya (sisa-sisa mahluk purbakala) adalah “Dave Grol”
Lagi-lagi tentang semua pertentangan yang aku jalani belakangan ini, setiap akeu berpapasan saat berada di suatu kursi yang sama untuk membaca aku berasa akan marah terhadapnya dan tiada senyuman yang aku jual melainkan sebuah tinju, lalu saat ia bilang yang aku sendiri tak tahu apa kata yang ia ucapkan perlahan aku telan sendirian air liur yang keluar dari kelongkongan yang kering ini, tak lama ia ucapkan kata sampai jumpa aku ucapkan kembali selamat malam
Aku sendirian di tepi hati yang berkunjung mati, pada saat-saat tertentu hatiku yang biru berubah warna menjanji ungu yang beku seperti sudah masuk kedalam freezer kulkas, pada saat yang aku sendiri merasa kesepian, berubah menjadi benci pada detik jam yang tertawai aku, teman-teman yang aku adalkan hilang entah menuju arah yang berlainan atau mereka mendahului aku yang tertinggal di alam yang tidak ada didepan mereka, padahal aku sendiri yakin mereka ada dibelakangku yang aku sendiri tidak merasa aku ludahi.
Tertawa saja aku menjadi ingin muntahi baju yang kalian pakai usai mengujungi makan dengan nisan yang bertuliskan namaku, aku merasa bayanganku sendiri telah kalian bunuh, kalian tinggal butuh rasa percaya diri untuk suguhi aku rasa mati rasa, lalu mengapa aku masih saja percayai nomong kosong yang jelas permainkan aku. Malaikat mengusik nadi yang busuk karena jantung yang aku pakai dari seorang Dokter Ahli Bedah Saraf dan bidang jantung berkata”Engkau Harus Segera Di Operasi !”, mengapa aku harus mempercainya kalau aku nanti akan mati juga, mengapa aku harus meminum obat penyembuh/penahan sakit kepala kalau akhirnya kepalaku akan botak juga karena pikiran yang sial bawa aku menuju neraka
Sebab apa aku tak mengerti seorang Bandar Narkoba memberikan uang upeti kepada Satpam (Polisi), padahal pada akhirnya ia akan tidur dengan mimpi api didepan rumahnya di sebuah kamar berukura 2x3 meter. Aku rasa pikirannya hanya sekitar 2x3 juga, namun hanya bukan meter tapi Inci
Ada saja akal-akalan yang kelabuhi diri yang sedang menuju api yang sedang bertahan menuju piala yang mereka sebut langkah menuju sebuah mimpi yang lebih baik, lalu apa yang terjadi setelah itu timbul rasa egois yang tinggi dan berkepanjangan sehingga akan lupa akan hal intropeksi diri/meditasi dalam rasa sepi yang mengelitik semut dimalam hari, ah........mungkin terdengar seperti karangan kata yang tak beralasan namun yang sebenarnya tejadi kini bukan lagi sebuah terita pengantar tidur, melainkan rasa bersalah yang buat kita susah untuk tidur pada jam 21:00 – 02:00 dan tak bermimpi sekalipun

Kulit ariku mulai kering
Dan tak tahan menahan rasa asin
Yang kian hari kian menumbuhkan rasa ingin mati,
Tak kala seorang biduan menjadi besar kepalanya,
Ingin aku dobrak pintu gerbang kekangan ini
Dengan tombak hati meski penuh derasan air mata nurani
Tiap langkah duri yang aku langkahi itu menjadi teman dan tempat penyekalan rasa Dendam yang tumbuhi dan bumbui aku dengan makian cinta

Yang mereka anggap gila seperti hasrat yang diami aku sendirian ini.
Lepas dari segala hal yang buatkan aku lelap hadapi jam
Terperangkap dalam ramai mimpi dipagi hari
Langkahi nyawa punyaku sendiri
Aku bermandikan mata air sang penghancur yaitu dirimu yang jauh disana tertawaiku dengan segala hasutan kata yang engkau kira setajam silet
Aku sendirian tertawai dirimu dengan sebesar dan seberat pujian untuk Tuhan
Selamat malam kawan yang bertopeng

Mengalah pada saat ini mungkin menjadi sandungan batu yang tepat,
Mengerti akan hal yang belum dan akan terjadi menjadikan sebuah kata keren dizaman sekarang yaitu “Dukun” atau “Paranormal” ataupun “Orang Aneh”, karena sekarang ini banyak orang normal berubah kelakuannya menjadi tidak normal, layaknya mahluk yang ingin menyempurnakan namanya dengan segala cara bahkan mengabikan diri bada hal-hal yang tidak normal, eh....aku telah menamakan sesuatu itu “BLACK BLANK” mungkin agak menyoroti sebuah dosa yang kian hari kian menganga seperti sepatu yang sudah tidak sesuai dengan ukuran kaki dan seperti kaos kaki yang bolongnya meraja rela
Rasa sakit ini seperti pujian seorang penggemar terhadap seorang pujaan yang sering kali tutur bicaranya ditiru bahkan dinajak oleh seorang ahli yang gaul dan menerakan katanya dengan manis meski terkadang terhubung dengan hal yang kurang pantas
Mendiami sebuah rumah tak berisi apapun yang ada hanyalah cerita si Tua yang kini tulangnya pun rapu dan pikiranya pun mulai linglung, tampaknya akulah menjadi situa pada perannya saat ini dengan tangan yang memegang merah menjadikan aku seorang tuhan yang akan mati pada jam 12:13 siang, lalu dimana letak cerita yang menarik dari seorang pemabuk yang kehilangan tenaga dan dompetnya yang berisi tentang cerita bahwa ia seorang pemuda yang berusia diatas 17 tahun dan berhak mabuk, akhiri cerita dengan permainan panjang tangan yang menduduki cerita negara yang sulit mencari pekerjaan bahkan mencari uang 1 dollar, terasa tantangan yang menjelma berubah menjadi raksaksa dengan pertanda awan menjadi hitam membuta menjadikan sebuah surga tanpa nama
Nomor satu terkadang harus mengakui juaranya nomor dua, yang terbaik kadang menjadi sesuatu yang terburuk, pada saat semu menjadi awal sebuah yang berbuah menjadi sesuatu kita tak pernah tahu dan sadar bahwa akan tertinggal dan berbekas menjadi abu yang makam diri kita tak akan terganggu sekaligus tak akan terrawat, mengapa ada suatu hukum yang secara tak langsung menghukum diri kita tanpa alasan dan penjelasan yang membuat rasional akal dalam menangkap makna dan arti yang Ia berikan
Ada hukum matematika yang berbunyi minus kali minus sama dengan plus “-- X -- = +“ layaknya sebuah permainan politik yang berkembang menjadi tatanan papan catur yang menjadi sebuah akal yang mudah merasa muntah dipapan tersebut secara acak aku mencoba memberi gambaran bahwa sanya politisi negara ini ataupun siapa dia sebenarnya sudah tua, lalu dimana sang pemuda yang tengah mengandalkan otaknya sambil ia berjalan ia berpikir negara ini butuh sesuatu yang baru ”Revolusi”.
Letak suatu bangsa apabila sebuah papan catur itu telah luntur warnanya harus dicat ulang, maka bantailah tua itu dan ganti dengan muda ini. Aku rasa negara ini permainannya tidak berkembang atau yang memainkan permainan ini sudah lelap tertidur karena kurangnya kopi dan sang istri meminta bantuan ingin segera tidur.
Mengapa aku berbicara dan berkat tegas tanpa penindasan ?
Mengapa ada seorang yang menyakiti diri ?
Mengapa mereka tanyakan “berapa uang yang berada disakumu saat ini?” ?
Mengapa engkau tertawai diri yang hatinya mati karena cintanya ditolak ?
Mengapa ada penindassan yang dalam dan panjang disini ?
Mengapa ada yang berasa bersalah sedang yang benar diam ?
Mengapa engkau seperti memahat patung 2 saudaran yang jelas bukan kembar ?
Sekarang sudah menjelang tengah malam, biar aku lontarkan satu pertanyan yang akan terdapat suatu jawaban dalam diri : ”Mengapa aku menjadi batu dari diri yang mati diujung sebuah cerita clasik negeri tentang sebuah pejabat yang mendadak menjadi tenar namanya karena sebuah didikan dari seorang napi,lalu ia menjadi kaya bahkan hatinya pun menjadi gentar dan dendam melihat seorang pengemis dipinggir jalan”. Aku rasa kini bukan jamannya karena dengan modal utama yang ia bawa dari desanya menjadi batu yang besar dan menggigit rasa percaya tentang negara ini negara yang merdeka dari segala hal, aku tahu peraturan itu ada dan peraturan itu tetaplah peraturan meski demikian mana peraturan bila aku menjadi batu cadas yang besar dan sulit engkau rubah posisinya. Dimana letak sebuah ekosistem dan geografis jiwa serta hati yang suci ini yang aku bawa dari dalam masjid.

Langkah seorang pekerja tua
Langkah seribu yang menjadi abu
Langkah sang pemuda malam
Langkah satu yang menjadi tentram
Langkah satu dan seribu biarkan malam

Es yang bekukan hati kini mulai mencair
Api yang bakar tubuh kini mulai mereda
Angin yang buyarkan pikiran kini sudah berlalu
Satu menjadi seribu harga yang setimpal untuk semua itu

Pada saat yang sama ketika kita mendapatkan sesuatu yang baru maka tak lama beberapa detik kedepan saat detik bicara lain kita kehilangan sesuatu yang lama, tak lama seorang teman yang tengah berjalan keluar dari kediamanya tempat ia beristirahat dari sendi kehidupan yang ia campuri dengan tangan dan langkah tanpa sadar, sesaat ia menuju kedepan tempat ia mengharapkan sesuatu yang tak mungkin, sesaat kemudian ia melihat kebelakang dimana ia mendapatkan sesuatutanpa harapan
Lantas apa yang seharusnya menjadi peranan seorang perantara yang bertindak sebagai komentator yang tak akkn pernah berkata kasar pada waktu ia siarkan wacana tentang sepakbola dimana seorang pemain dari kesebelasan tersebut bertindak bodoh dengan menjatuhkan pemain lawan dikotak pinalti,dan sesaat komentator itu memberi tanggapan dengan kata “pemain itu melakukan tindakan penyelamatan”, yang sebenarnya menurut pelaku yang menjatuhkan lawannya itu berkata dengan malu dengan kakinya yang usang seperti kulit ikan asin “aku telah bertindak bodoh”
Andai ada sebuah penyakit yang akan membawa pengharapan yang lebih nyata, lalu kna[a seorang orangtua dulu menolak untuik menjual tanahnya yang sebenarnya tak pernah ia dimami inci per inci nya, seperti pertanyaan yang berkembang menuju pertumbuhan jaman kebelakang serta terbelakang
Apa memang bahwa rokok itu berbahaya ?
Mengapa langit yang putih dan biru mendadak menjadi hitam ?
Lalu apa jadinya nasib pak tani yang diserang hama tikus dan malah ketakutan akan kutukan seekor ular ?
Mengapa ada yang langkahi langkah seorang petapa yang tidak pernah menua dan kuat berpusa dalam kurungan waktu dan pengharapannya pada sesuatu yang tak ada ?
Saat menghabisnya sisa uang untuk sebulan yang nereka berikan untuk tuhan yang berada di TeleVisi, pada saat music R&B, Rap Dan DanDut menjadi operantara setan yang menimbulkan  rasa seni seperti pentas musik yang digelar oleh setiap kelurahan memperingati hari kemerdekannya”SETAN”, lalu masih pantaskah sosok, memek, mimik serta raut wajah yang mreka tanamkan pada tubuh yang tak memakai benang sehelaipun yang mereka tutupi adalah hati “SETAN
Aku tak mengatakan bahwa aku membuat opini yang menyatakan aku membenci Tv yang bertandakan Tuhan yang sebenarnya setan, semua ada dalam tanggapan dan hadangan

Saat tubuhnya menjadi syarat pertama yang harus terpenuhi
Lalu menjadi bagian yang tak terpisah
Soroti dengan lampu yang membutai
Letak waktu yang berjalan miring seperti bentuk ikatan
Jam tiga lebih tiga belas menit subuh saat yang syarat
Wanita yang menanyakan “perminisi, jam berapa sekarang ?”
Wanita beropini tentang waktu untuk transaksi
Sang bintang mulai pusing akan keseharian

Tak kala ada seorang sastrawan yang mempunyai nama pada era 45 an yang kini manjadi acuan dan tujuan dari pencarian kata yang mempunyai makna seperti yang pernah aku nyatakan lewat baris kalimat “cari makna kata, artikan lewat bahasa”, lalu bagaimana tentang waktu yang sedang menjadi penggalan dari fase-fase mimpi tentang kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya yang terlewati dengan angka seperti pada waktu malam antara pukul 21:00 sampai 02:30 apakah mimpimu akan berhenti disana dengan penantian akan harapan yang tak ada dan kosong seperti api yang menjalar layaknya arus perkembangan telur nyamuk demam berdarah pada musim penghujan menuju kemarau
Ada sebuah kerbau yang malas bekerja tapi ia ada disawah yang menaburkan akan harapan hasil panen yang akan menjadi tanggungan sang petani, tak lama kerbau meninggalkan dunian dengan do’a ia akan menjadi suatu panutan dan meninggalkan ajaran tentang hal yang sangat rahasia yaitu “diam” sampai teman setianya(Petani) sakit, ia hanya bisa berdo’a dan berdo’a tanpa henti serta tanpa bekerja
Berapakah harga sebuah harga diri sekarang ini ?
Bagi pempuan ?
Bagi lelaki ?
Bagi gadis perawan ?
Bagi pria bujangan ?
Apakah sama harganya dengan harga obat ?
Masih adakah obat yang memabukkan yang dijual diapotek terdekat ?
Masih siapkah engkau untuk berteriak demi nyanyian malam ?
Samakah cita-cita yang kita kejar dengan mimpi tanpa ujung dengan harapan nyata ?
Saat pesimpang ada jua antara jarak dekat yang berduri, bepaku dan berbatu dan jarak jauh yang banyak belokan antara pukulan, sikutan dan tendangan mana yang akan kau pilih demi sebuah masa depan atau tak lain demi sebuah rumah dihari tua ?
Lalu tak lama saat seorang merasakan penyakit yang teramat saakit dan ia mulai punya niat bunuh diri, tak jauh berbeda dengan seorang nenek yang mulai kehilanghan gigi-giginya untuk mengunyah makanan

Lama jalan yang ia tempuh untuk sebuah sayap menuju alam baka seperti alam kesurgaan yang panas, serentak ia berkata siapa, apa dan kenapa. Lama ia kenang menjadi sebuah ingatan yang sangat ingin ia sebut kematian impian yang merengut suaminya yang telah bersumpah sehidup dan semati, otaknyapun menjadi sebuah makanan bagi seorang pesulap malam yang melintang disebuah gunung yang tak jauh dari kota
Selangkah ia berjalan, tiga langkah ia kemufian berlari dan berteriak dari hatinya yang berkata “Aku Muak”
Terhentak aku untuk serentak berteriak muak dan berkata anjing didepan muka Bapak dan Ibu ku, entah karena setan yang dekat dengan dadaku yang mendukung serta merta dosa. Lalu apa dan siapa atau kenapa hewan ini yaitu aku sendiri berubah menjadi seekor serigala yang memakan daging rahim dari benih asal mula aku menjadi sehina bayi

No comments: